Langsung ke konten utama

Lorong Waktu Kanak-Kanak [1]



Kita memang tidak dapat memilih ingin lahir di keluarga yang seperti apa. Menginginkan orang tua yang bagaimana?. Pun kita tidak dapat memilih dilahirkan di keluarga yang berkecukupan atau tidak. Namun, di balik ketidakmampuan kita untuk memilih tersebut, aku sangat bersyukur berada di tengah keluarga ini. Memang bukan dalam limpahan harta yang berlebih, tapi sepanjang kehidupanku, aku tak pernah merasa sangat kekurangan. Jika memang di waktu-waktu tertentu harus sedikit berhemat, itu adalah hal yang biasa. Aku mencoba mengambil makna dari perjalanan belajarku. Menyusuri lorong-lorong waktu ketika masih disebut anak-anak.
JJJ
Di awal kelahiranku, orang tua masih dalam masa-masa perjuangan. Kondisi ekonomi belum stabil. Masih turun naik. Namun, sepanjang yang ku ingat, mereka selalu mencukupi setiap detail kebutuhanku. Aku masih bisa bermain dengan cukup banyak mainan, masih bisa bermain karaoke, masih punya baju dan sepatu yang modelnya sedang tenar, serta masih punya banyak koleksi majalah anak-anak dan buku cerita. Aku mendapat limpahan fasilitas yang cukup memadai untuk mengeksplor kecerdasanku di masa kanak-kanak. Mungkin hal itu menjadi salah satu faktor pendorong, mengapa aku selalu tertarik dan selalu ingin sekolah. Bagiku sekolah adalah lingkungan paling menyenangkan, di mana aku bisa bersinar terang di dalamnya.
Bapakku adalah seorang guru. Beberapa kali ketika aku masih kecil, aku diajak ke sekolahnya. Setiap diajak Bapak ke sekolah, aku sangat senang sekali karena Bapak akan meninggalkanku di perpustakaan. Perpustakaan selalu sepi dan tak banyak orang yang ada di situ. Aku bisa bebas mencari buku yang aku sukai. Walaupun belum bisa membaca, aku sudah mulai tertarik dengan buku-buku cerita. Buku favoritku adalah cerita fabel, terutama cerita hewan dengan setting tempat di Rimba Dandaka. Bukunya cukup besar dan gambar hewannya full satu halaman, berwarna pula. Sejenak setelah ditinggal di perpustakaan, aku akan langsung mencari buku ini. Membolak-balik lembar demi lembar, memperhatikan detail gambar dan mengabaikan tulisannya. Jika aku belum bosan mengamati lembar demi lembar buku, maka aku akan merengek pada Bapak untuk membawa pulang buku tersebut. Dan Bapak selalu menyanggupinya, karena buku perpustakaan memang jarang sekali ada yang menyentuh. Daripada tidak ada yang membaca, jadilah aku sebagai pelanggan setia perpustakaan sekolah Bapak. [......]

#komunitasonedayonepost
#ODOP_6

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Rumahku Madrasah Pertamaku"

Judul Buku : Rumahku Madrasah Pertamaku (Panduan Keluarga Muslim dalam Mendidik Anak) Penulis : Dr. Khalid Ahmad Syantut Penerbit : Maskana Media (Imprint Pustaka Rumah Main Anak) Cetakan : kedua, Januari 2019 Jumlah Halaman : 184 halaman Pertama kali melihat iklan masa PO buku ini, saya langsung tertarik untuk memesannya. Saya memang senantiasa tertarik pada buku parenting . Ketidaksempurnaan dalam diri saya membuat saya ingin terus memperbaiki supaya kelak saya bisa mendidik anak-anak sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul inginkan. Setelah menunggu selama kurang lebih dua minggu, akhirnya buku ini berada di pelukan saya. Desain dan layout buku yang menarik membuat saya ingin segera membacanya. Kemudian, saya bacalah buku ini, mengalahkan tumpukan buku lain yang belum sempat terbaca. "Rumahku Madrasah Pertamaku" begitulah judul buku ini. Sesuai dengan judulnya, buku ini mengingatkan saya kembali tentang betapa berpengaruhnya lingkungan rumah terhadap karakter a...

Review: Smart Hafiz Mempersiapkan Si Kecil Anti Smartphone

Akhir-akhir ini sering saya lihat anak-anak sudah susah terlepas dari gawai. Gawai yang mereka pakai biasanya jenis smartphone. Tak hanya anak-anak, balita bahkan batita juga sering saya lihat mulai menggunakan barang elektronik ini. Bagi saya, hal tersebut kurang mendidik. Anak-anak terutama balita seharusnya bermain untuk melatih kemampuan motorik mereka. Anak-anak yang lebih besar seharusnya bisa membangun interaksi dengan teman sebaya maupun orang di sekitarnya, bukan bersifat antisosial. Nah., latihan kemampuan motorik dan membangun kemampuan sosial ini yang tidak ditemukan dalam smartphone. Anak-anak cenderung pasif ketika menggunakan sartphone. Apalagi jika smartphone tersebut terhubung dengan internet. Anak usia 3 tahun pun bisa mengakses Youtube dan berselancar mencari video-video yang disukainya. Jika sudah terlanjur demikian, anak akan susah disapih dari benda bernama smartphone ini. Ketika kita ingin menyapih anak dari smartphone tantangannya lebih besar dibanding...

Review Rumah Main Anak

Judul Buku : Rumah Main Anak Penulis : Julia Sarah Rangkuti Penyunting :  Rizka Azharini, S. Kep. Penyelaras Akhir : Tyas Choirunnissa, S. Hum. Tata Letak : Jogja Layouter Tim Desain Sampul : Dyna Fitria, S. Si. Diterbitkan oleh : Sahabat Sejati Publishing Jumlah Halaman Buku : 334 halaman Cetakan, Tahun Terbit : 5, September 2017 Apa itu Rumah Main Anak? Saya mengetahui buku ini sejak awal masuk di kelas Bunda Sayang, Ibu Profesional. Waktu itu ada seorang teman yang merekomendasikan buku RMA untuk teman bermain anak-anak. Saya langsung tertarik dan membeli buku RMA ini lengkap dengan RMA edisi kedua. RMA yang akan saya review adalah RMA 1. Pertama kali saya melihat buku ini, saya tertarik pada desain sampulnya. Desain sampul sederhana tapi elegan. Sampul kuning di buku RMA 1 ini membuat kesan ceria sesuai dengan isi buku. Bayi saya yang sudah jatuh cinta pafa pandangan pertama, begitu tertarik pada sampul maka saya pun langsung tertarik ingin seger...