Langsung ke konten utama

Tantangan Mendidik Fitrah Seksualitas di Zaman Milenial (Review Hari 6)



Saat ini kita sering menemukan banyak kasus penyimpangan seksual yang dilakukan oleh anak-anak. Bahkan anak-anak usia SD sudah mulai berani berpegangan tangan atau saling berciuman. Hal tersebut bisa terjadi karena berawal dari hal-hal kecil misalnya rasa penanaman rasa malu yang kurang, tidak ada pendidikan seksualitas seja dini, serta pemakaian gadget tidak teratur.

Terdapat beberapa cara untuk mendeteksi orientasi seksual yang menyimpang pada anak-anak, yaitu: a) usia balita, bisa dilihat dari perilaku yang berbeda dengan fisiknya, cara dia bermain, dan tontonan yang disukainya; b) usia 6-10 tahun, pada masa ini terjadi penguatan misalnya trauma kekerasan atau bullying. Tindakan tersebut akan semakin menguatkan persepsi dalam diri anak; c) usia 11-14 tahun, pada masa ini pertanyaan tentang seksualitas mulai muncul. Ia akan merasa kebingungan ketika pertanyaannya tidak terjawab oleh orang tua; d) usia 15 tahun, anak mulai melakukan self hypnosis.

Solusi untuk mengatasi orientasi seksualitas yang menyimpang meliputi: a) jadilah ayah dan ibu yang baik, ayah dan ibu harus memiliki porsi seimbang. Hindari pola asuh over protective dan jadilah pendengar yang baik bagi anak; b) mengajarkan adab pergaulan. Adab yang diajarkan berupa perbedaan gender, mimpi basah, haid, pemisahan tempat tidur, hijab; c) berikan batasan yang jelas tentang penggunaan gadget; dan d) pilih partner yang tepat.

Resume sesi tanya jawab
Anak-anak yang terlibat dalam pergaulan yang salah, biasanya berasal dari keluarga yang kurang harmonis, atau orang tua hanya dekat secara lahir sementara batinnya jauh. Anak-anak butuh sentuhan kita, terutama kedekatan secara emosional. Keterikatan secara emosional akan membuat anak merasa nyaman di dekat orang tuanya.
Pada anak perempuan yang cenderung kinestetik, tetap perlu segera diajarkan adab pergaulan.Pakaikan anak-anak baju sesuai gender. Di bawah 7 tahun anak perempuan boleh dipakaikan celana tapi mulai 7 tahun sudah harus dibiasakan berpakaian wanita (rok) dan berkerudung bagi yang beragama islam. Mungkin yang terjadi di lingkungan sekolah juga demikian ketika anak TK untuk perempuan masih mengenakan seragam sekolah celana panjang namun ketika SD anak perempuan sudah harus pake rok.

Sebaik-baiknya memang orangtua yang menjadi role model bagi anaknya, karena orangtua yang Paling banyak porsi waktunya dalam membersamai anak. Namun jika orangtua masih banyak kekurangannya, bisa mendekatkan anak dengan support system yang tepat. Selain pola asuh, lingkungan juga memberikan pengaruh untuk anak-anak. Maka sudah sepantasnya kita memilih partner yang tepat untuk tumbuh kembang anak-anak. Bisa didekatkan dengan nenek/ kakek, om/ tante atau dengan memilihkan sekolah yang bisa memberikan pengaruh yang terbaik. Namun dengan syarat orangtua pun harus mau sadar akan tanggungjawab mereka sebagai pengaruh utama kepada anak, dan berusaha terus memperbaiki diri.

PR besar sebagai orangtua. Harus terus belajar dan belajar memperbaiki diri agar bisa menjadi role model yang baik bagi anak. Salah kaprahnya selama ini, asal anak dimasukkan sekolah terbaik atau sekolah mahal trus disuruh ngaji, selesai urusan. Dimana peran orangtua sebagai pembimbing, pendidik utama anak-anak. Nah, disinilah peran komunitas-komunitas parenting berperan, memasyarakatkan pola asuh dan pola didik yang benar. Mensosialisasikan ilmu-ilmu parenting yang selama ini mungkin sukit didapatkan oleh para orangtua.

Sebelum anak memahami batasan aurat, mana yang tak boleh dilihat dan tidak, sebaiknya anak tidak memiliki gadget pribadi alias hanya dipinjami dan mengoperasikannya dalam pengawasan orangtua. Jika anak sudah paham tentang hal-hal yang harus dihindari, khususnya hal-hal di dunia maya, anak bisa diberikan gadget pribadi. Inipun idealnya menurut para ahli saat anak sudah berusia 17 tahun? Kenapa 17 tahun? Sama halnya kenapa KTP dan SIM boleh diperoleh di usia tersebut, karena di usia tersebut anak dianggap telah matang dalam menilai baik dan buruk.

Referensi
Diskusi Kuliah Bunda Sayang Batch 3 Materi Fitrah Seksualitas. 2018.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Rumahku Madrasah Pertamaku"

Judul Buku : Rumahku Madrasah Pertamaku (Panduan Keluarga Muslim dalam Mendidik Anak) Penulis : Dr. Khalid Ahmad Syantut Penerbit : Maskana Media (Imprint Pustaka Rumah Main Anak) Cetakan : kedua, Januari 2019 Jumlah Halaman : 184 halaman Pertama kali melihat iklan masa PO buku ini, saya langsung tertarik untuk memesannya. Saya memang senantiasa tertarik pada buku parenting . Ketidaksempurnaan dalam diri saya membuat saya ingin terus memperbaiki supaya kelak saya bisa mendidik anak-anak sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul inginkan. Setelah menunggu selama kurang lebih dua minggu, akhirnya buku ini berada di pelukan saya. Desain dan layout buku yang menarik membuat saya ingin segera membacanya. Kemudian, saya bacalah buku ini, mengalahkan tumpukan buku lain yang belum sempat terbaca. "Rumahku Madrasah Pertamaku" begitulah judul buku ini. Sesuai dengan judulnya, buku ini mengingatkan saya kembali tentang betapa berpengaruhnya lingkungan rumah terhadap karakter a...

Mendidik dengan Cinta

Mendidik tak bisa serta merta. Mendidik adalah proses panjang yang melibatkan banyak komponen kompleks. Dalam mendidik diperlukan ilmu dan ilmu tersebut akan lebih bermakna jika disertai dengan cinta. Ya.. Mendidik perlu cinta, perlu keikhlasan dan kesabaran. Wujud cinta ini yang beragam, tergantung bagaimana orang tua mendefinisikan cinta bagi buah hati yang mereka didik. Tak ada satu pun orang tua di dunia ini yang tak mencintai anak-anaknya. Mereka mencintai anak-anak mereka dengan caranya. Terdapat beberapa pola asuh orang tua yang berhasil membawa anak-anak mereka menuju sukses. Ada pola asuh yang membawa anak-anak mereka untuk mampu berdikari. Bahkan ada pula orang tua yang sukar melepaskan genggaman perlindungannya pada sang anak. Mereka semua punya dasar yang sama, yaitu kecintaan terhadap anak-anak mereka. Lalu kecintaan seperti apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh anak-anak kita? Dalam mendidik generasi alfa, tantangan yang dihadapi demikian kompleks. Orang tua harus ma...

Review Rumah Main Anak

Judul Buku : Rumah Main Anak Penulis : Julia Sarah Rangkuti Penyunting :  Rizka Azharini, S. Kep. Penyelaras Akhir : Tyas Choirunnissa, S. Hum. Tata Letak : Jogja Layouter Tim Desain Sampul : Dyna Fitria, S. Si. Diterbitkan oleh : Sahabat Sejati Publishing Jumlah Halaman Buku : 334 halaman Cetakan, Tahun Terbit : 5, September 2017 Apa itu Rumah Main Anak? Saya mengetahui buku ini sejak awal masuk di kelas Bunda Sayang, Ibu Profesional. Waktu itu ada seorang teman yang merekomendasikan buku RMA untuk teman bermain anak-anak. Saya langsung tertarik dan membeli buku RMA ini lengkap dengan RMA edisi kedua. RMA yang akan saya review adalah RMA 1. Pertama kali saya melihat buku ini, saya tertarik pada desain sampulnya. Desain sampul sederhana tapi elegan. Sampul kuning di buku RMA 1 ini membuat kesan ceria sesuai dengan isi buku. Bayi saya yang sudah jatuh cinta pafa pandangan pertama, begitu tertarik pada sampul maka saya pun langsung tertarik ingin seger...