Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2018

Cinta Buku Sejak Bayi

Aktivitas membaca selalu menjadi bagian yang menyenangkan di keluarga kami. Kebetulan kami sudah menyukai buku sejak dulu. Dan itu hendak kami tularkan kepada anak-anak kelak. Bagi kami terutama saya, menyisihkan sebagian uang untuk buku bukanlah menjadi hal yang dianggap pemborosan. Begitupula suami, ia selalu mendukung ketika saya mulai kambuh membuat list untuk beli buku ini itu. Suami tak pernah melarang dan selalu acc ketika saya menunjukkan proposal permohonan buku. Saat ini, saya sedang hobi-hobinya beli buku untuk batita. Pengennya sih bisa beli banyak sekaligus. Tapi ternyataaa.. Buku batita agak mahal. Kalau mau beli sekali angkut borongan, isi tabungan bisa tipis. Duuhhh..... Alhasil ya beli sedikit-sedikit, setidaknya cukup untuk awalan teman belajar bagi si kecil kelak. Family reading time kali ini masih kurang komplit. Hanya aktivitas membaca saya dan si kecil aja. Ayahnya sedang sok sibuk akhir-akhir ini. Selalu pulang dalam keadaan capek. Jadilah ia tak sempat melade

Cinderella Complex, Apa dan Bagaimana?

Cinderella Complex, Bagaimana Bisa Terjadi? Setiap wanita memiliki kecenderungan Cinderella Complex, yaitu kecenderungan untuk bergantung pada orang lain yang lebih kuat, sehingga kemandiriannya berkurang. Dowling (dalam Padma: 2007) menyatakan bahwa wanita sebenarnya sangat membenci kecenderungannya untuk selalu bergantung pada orang lain dan menginginkan kemandirian. Mereka ingin bebas dari dominasi keluarga, suami atau atasan kerja, bebas membuat keputusan sendiri, serta bebas menentukan karir yang akan dijalani. Keinginan untuk bebas ini terkadang terhambat oleh keyakinan diri yang rendah atau memang dibatasi oleh syariat agama yang mengikat. Misalnya, agama Islam benar-benar mengatur ketat perihal wanita menikah yang bekerja. Harus terpenuhi syarat syariatnya sebelum bekerja, dan sebagainya. Wulansari (2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kecenderungan Cinderella Complex adalah konsep diri. Keyakinan yang tumbuh di dalam konsep

Telaga Menjer With Love

Dulu, Wonosobo menjadi kota yang terasa asing bagiku. Letak Kabupaten Wonosobo dan Temanggung sebenarnya bersebelahan dan tak begitu jauh. Namun, hingga usiaku yang ke-24 tahun, aku baru berkunjung ke Wonosobo sebanyak 2 kali. Pertama, ketika ikut tim EGRA melakukan pengambilan data penelitian tentang literasi. Kedua, dalam rangka perpisahan forum mahasiswa Dikdas Pascasarjana Unnes. Siapa yang tahu, kalau setelah kedua kunjungan tersebut aku justru menemukan tambatan hati di Wonosobo. Salah satu bagian yang paling ku ingat dari Wonosobo adalah moment piknik bersama teman-teman FORMA (Forum Mahasiswa). Aku ingat betul, ketika itu aku dalam kondisi cukup terpuruk karena putus cinta. Seseorang yang ku harapkan kelak menjadi suami, justru berpaling tanpa tahu rimbanya. Aku berangkat piknik dalam kondisi hati yang terluka karena patah hati. Aku mencoba menghempaskan semua pilu dengan tertawa bersama teman-temanku. Cukup berhasil. Alu menikmati perjalanan naik bukit Sikunir, makan me

Tantangan Mendidik Fitrah Seksualitas di Zaman Milenial (Review Hari 6)

Saat ini kita sering menemukan banyak kasus penyimpangan seksual yang dilakukan oleh anak-anak. Bahkan anak-anak usia SD sudah mulai berani berpegangan tangan atau saling berciuman. Hal tersebut bisa terjadi karena berawal dari hal-hal kecil misalnya rasa penanaman rasa malu yang kurang, tidak ada pendidikan seksualitas seja dini, serta pemakaian gadget tidak teratur. Terdapat beberapa cara untuk mendeteksi orientasi seksual yang menyimpang pada anak-anak, yaitu: a) usia balita, bisa dilihat dari perilaku yang berbeda dengan fisiknya, cara dia bermain, dan tontonan yang disukainya; b) usia 6-10 tahun, pada masa ini terjadi penguatan misalnya trauma kekerasan atau bullying. Tindakan tersebut akan semakin menguatkan persepsi dalam diri anak; c) usia 11-14 tahun, pada masa ini pertanyaan tentang seksualitas mulai muncul. Ia akan merasa kebingungan ketika pertanyaannya tidak terjawab oleh orang tua; d) usia 15 tahun, anak mulai melakukan self hypnosis. Solusi untuk mengatasi orientas

Prinsip Pulsa Gema pada USG

Sebuah pulsa singkat dari bunyi ultra dipancarkan oleh sebuah transduser, yaitu alat yang merubah pulsa listrik menjadi pulsa gelombang bunyi. Bagian dari pulsa dipantulkan pada berbagai pertemuan permukaan dalam tubuh dan sebagian besar akan diteruskan. Deteksi pulsa yang dipantulkan dilakukan oleh transduser yang sama, yang merubah pulsa bunyi menjadi pulsa listrik dan pulsa-pulsa ini kemudian dapat diperlihatkan pada layar terminal atau monitor. Pada berbagai batas permukaan dalam tubuh, sebagian dari pulsa dipantulkan. Waktu yang dibutuhkan dari saat pulsa dipancarkan sampai ketika pantulan-nya (gema) diterima sebanding dengan jarak ke permukaan yang memantulkan. Sebagai contoh, jika jarak dari transduser ke tulang belakang adalah 25 cm, pulsa menempuh jarak bolak balik 2 × 25 cm = 0, 50 m, dan waktu yang diperlukan adalah 320 µs Kekuatan pulsa pantulan terutama bergantung pada selisih kerapatan kedua ateri di kedua sisi pertemuan. Kekuatan ini juga bergantung pada kecepatan b

Prinsip Kerja USG

PRINSIP KERJA USG USG merupakan salah satu peralatan medis yang memanfaatkan bunyi ultra. Bunyi ultra atau ultrasonik  adalah bunyi yang frekuensinya lebih dari 20000 Hertz. Gelombang bunyi ultrasonik  diaplikasikan pada USG karena beberapa alasan, yaitu: a) bunyi ultrasonik  tidak dapat didengar; b) panjang gelombang lebih pendek dan difraksi lebih kecil; c) berkas gelombang tidak menyebar; serta d) benda yang lebih kecil dapat dideteksi. Pada USG, digunakan teknik pulsa-gema yang hampir sama dengan sonar. Pulsa bunyi frekuensi tinggi diarahkan ke tubuh, pantulannya dari batas atau pertemuan antara organ-organ dan struktur lainnya atau luka dalam tubuh kemudian dapat dideteksi. Teknik ini dapat digunakan untuk melihat tumor/pertumbuhan abnormal dalam tubuh, gumpalan fluida, kerja katup jantung, perkembangan janin, serta informasi berbagai organ jantng seperti otak, jantung, hati, dan ginjal. Hasil citra bunyi ultra dapat dilihat “real time” (pada saat itu juga), seakan-akan oran

Pengenalan Seksualitas pada Balita (Review Hari 5)

Fitrah seksualitas sangat perlu dikenalkan pada anak mulai usia bayi. Mulai usia 0 tahun, anak sudah dikenalkan tentang aurat. Pendidikan seksualitas berbasis fitrah ini terus dilakukan sampai anak berusia remaja, bahkan menjelang menikah. Hal ini penting supaya kelak anak laki-laki dan anak perempuan dapat tumbuh sesuai fitrah yang diajarkan dalam Al-Quran. Terdapat beberapa solusi untuk mendidik anak-anak kita sesuai fitrah seksualitas. Pertama, membatasi dan menyeleksi tontonan anak baik TV, video, atau youtube. Pilihlah tontonan yang berisi konten yang baik. Dampingi anak ketika mereka menonton sesuatu, kita bisa sekaligus memberi penjelasan dan pelurusan jika ada sesuatu yang menyimpang. Bisa juga meminta anak untuuntuk menceritakan kembali apa saja yang ditonton, jika mereka nonton bersama teman atau di luar rumah. Kedua, mengajarkan anak untuk tidak BAK di sembarang tempat. Terdapat beberapa cara yang dalat dilakukan jika kita bepergian, yaitu mempersiapkan pampers baru, ta

Apa itu Ultrasonografi?

ULTRASONOGRAFI (USG) Ultrasonografi (USG) adalah suatu teknik pencitraan/imaging menggunakan bunyi ultrasonik  untuk memvisualisasikan otot, organ tubuh bagian dalam, menentukan ukuran, struktur organ tubuh dan kemungkinan adanya jaringan yang rusak (lesions). Dikarenakan USG menggunakan bunyi ultrasonik  maka frekuensi yang digunakan bisa sangat besar untuk memperoleh resolusi citra yang baik dan kedalaman pencitraan. USG menggunakan transduser sebagai probe (dipegang) dan diletakkan secara langsung pada pasien kemudian digerak-gerakkan di sekitar area bagian tubuh yang akan discan. Di dalam transduser terdapat kristal yang digunakan untuk menangkap pantulan gelombang yang disalurkan oleh transduser. Kristal pada transduser menggunakan bahan piezoelektrik. Apabila kristal ini diberi tegangan listrik maka lempengan kristal akan mengalami vibrasi sehingga menimbulkan munculnya ultrasonik. Demikian pula sebaliknya, apabila terdapat vibrasi pada kristal maka akan menghasilkan listrik.

Fitrah Seksualitas (Review Hari 4)

Fitrah seksualitas perlu dibangkitkan supaya fitrah seksualitas berkembang optimal sebagaimana mestinya. Seperti yang telah kita ketahui, bahwa saat ini banyak sekali kasus penyimpangan seksual yang semakin marak. Kasus LGBT (lesbi, gay, biseksual dan transgender) saat ini semakin sering menjadi sorotan. Maraknya kasus LGBT layaknya gunung es. Di permukaan terlihat sedikit dan kecil. Namun, kenyataannya kasus ini berkali lipat lebih besar dibanding yang terlihat. Bahkan saat ini banyak sekali public figure yang justru terang-terangan menyampaikan identitasnya sebagai penyuka sesama jenis, biseksual maupun transgender. Menurut saya, hal ini sangat mengerikan. Pengakuan terang-terangan oleh public figure tentang identitas mereka sebagai kaum LGBT bisa jadi akan menginspirasi lebih banyak orang untuk melakukan hal yang sama. Kasus LGBT ini ibarat virus. Cepat sekali perkembangannya dan menular. Mengerikan bukan? Berdasarkan hasil sharing dengan teman-teman Bunsay Jateng, saya berkesimpu

Alula Bayi dan Jam Tidurnya

Jam Tidur Alula Newborn Saya sedang suka nostalgia dengan kegiatan dan kebiasaan Alula ketika baru lahir. Masih ada tulisan yang belum selesai. Selingan dulu gak apa-apa lah ya? Hehe. Kali ini sedang nostalgia dengan jam tidur Alula ketika baru lahir. Menjelang malam selalu jadi ketakutan tersendiri bagi saya. Takut si adek rewel tidak mau tidur, takut drama menyusui berlangsung lama, takut nangis terus sepanjang malam, dan banyak kekhawatiran yang lain. Apalagi kalau pas ayahnya gak pulang, ketakutan saya berlipat ganda. Tapi, alhamdulillah beberapa malam terakhir, si adek gak rewel ketika malam. Hanya bangun sekali karena pipis atau haus. Selanjutnya dia bisa bertahan tidur sampai subuh. Sebenarnya cukup mudah membuat Alula tidur nyenyak di malam hari. Asal kenyang, bersih, lampu redup, dan dikelonin, Alula bisa pulas tidur sampai pagi. Jika umumnya bayi banyak tidur di siang hari dan bangun ketika malam hari, berbeda dengan Alula. Dia kalau siang susah sekali tidur, kalaupun bis

Kasih Sayang Anak dan Orang Tua

Kali ini saya ingin membagikan pengalaman membaca bersama si kecil. Saya membacakan buku untuk si kecil sudah sejak ia berada dalam kandungan. Ia sangat suka dibacakan buku ketika malam hari menjelang tidur. Kebiasaan membaca buku sempat menjadi rutinitas ketika hamil Alula. Namun, saat ini kebiasaan membaca justru bolong-bolong. Kadang saya semangat, kadang lupa. Hehe.. Sempat bingung ketika mencarikan cerita yang pas untuk si kecil. Pengennya bisa mengkombinasikan dua cerita menjadi satu tema. Jadi harus nyari cerita yang ini ceritanya gak beda jauh. Setelah membolak balik buku, akhirnya saya temukan cerita yang agak mirip-mirip. Kali ini saya membacakan cerita berjudul "Kiki Kelinci Taat Nasehat Ibu" dan "Semut di Kerajaan Sulaiman". Keduanya menceritakan tentang kasih sayang orang tua terhadap anak maupun sebaliknya. Judul pertama bercerita tentang Kiki dan dua saudaranya. Suatu ketika induk kelinci hendak mencari makan, ia berpesan pada anak-anaknya untuk

Secuil Cerita Alula Newborn

Umur Alula masih dalam hitungan hari. Kalau masih kecil begini gak sabaran nunggu kapan dia besar dan bisa diajak main. Sama ketika Alula masih di dalam rahim. Ketika masih awal-awal terasa lama menunggu sampai umur 40 minggu. Bahkan sampai di 40 minggu pun masih harus menunggu karena Alula lahir 4 hari kemudian dari tanggal yang diperkirakan. Kalau flashback 3 minggu lalu, bersyukur sekali saat ini Alula sudah menjadi bagian dari keluarga kami. Setelah dia berjuang mau keluar tapi gagal terus karena terlilit plasenta sampai dua lilitan. Dan akhirnya terpaksa dikeluarkan melalui operasi. Alula lahir dengan berat badan 3,2 kg dan tinggi badan 50,5 cm. Lima hari kemudian ketika kontrol, berat badan Aluka sudah naik 3 ons menjadi 3,5 kg dan tinggi badannya juga sudah bertambah. Sudah banyak cerita selama 21 hari bersama Alula. Mulai dari drama menyusui sampai kebingungan ketika Alula mau gumoh dan saya belum bisa menyendawakan. Dari setiap kejadian yang sudah dialami, saya dan Alula sa

Mengenalkan Perbedaan Gender pada Anak (Review Hari 3)

Pentingkah mengenalkan perbedaan gender pada anak? Ya.. Tentu saja perlu. Anak perlu memahami perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan. Sejak awal kita perlu memberikan pemahaman pada anak tentang perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Anak perlu memahami peran-peran pada laki-laki dan perempuan. Selain itu, mengenalkan perbedaan gender dapat menghindarkan anak dari penyimpangan seksuak seperti LGBT, membuat anak tumbuh menjadi laki-laki dan perempuan sesuai fitrahnya, serta membantu anak untuk bisa melindungi diri dari kejahatan seksual. Saat ini, muncul beberapa tantangan terkait dengan perbedaan gender. Permasalahan gender di masyarakat yaitu perbedaan peran dan tanggung jawab. Cara mengkomunikasikan pada figur ayah adalah dengan komunikasi produktif, perlu adanya komunikasi tentang pembagian tugas. Sampaikan bahwa kita butuh bantuan. Jangan lupa ucapkan terima kasih atau beri pelukan atau ciuman sebagai hadiah karena sudah di bantu. Ingat pesan pak Doddy mungkin karena

Kurang Menikmati Peran sebagai Ibu (Review Hari 2)

Ibu digambarkan sebagai sosok yang serba bisa. Ia diharuskan bisa menjadi guru, koki, perawat, ahli gizi, tukang cuci, bahkan pembantu umum dalam satu waktu. Ia dituntut untuk bisa melakukan semua hal dengan baik. Seorang ibu merasa harus menjadi sempurna dalam melakukan berbagai hal. Tuntutan kesempurnaan ini membuat beberapa ibu tak jarang mengalami stres dan terbebani. Ibu juga tak jarang terpancing kemarahan pada kondisi anak-anaknya. Ketidakpatuhan anak dan kekecewaan ibu terhadap anak sering menjadi pemantik utama kemarahan ibu pada anak-anaknya. Padahal, marah seorang ibu kepada anak-anaknya justru akan memperburuk keadaan, bukan sebaliknya. Seorang ibu seharusnya bisa lebih bijaksana dalam mengontrol kemarahannya kepada anak-anak. Sikap tidak baik yang muncul dalam diri seorang ibu disebabkan karena dulu ketika masih menjadi seorang anak, ia jauh dari ibunya, sehingga ia mengalami penyimpangan fitrah seksualitas. Idealnya, seorang anak perempuan usia 7-10 tahun dekat denga

Generasi Literasi [3]

[...] Aku terkaget-kaget ketika pertama kali memasuki kelas ini. Kelas ini terlalu amazing untukku yang baru seumur jagung mengajar di sekolah. Aku mendapati berbagai karakteristik siswa yang aneh dan ekstrim bagiku. Pertama kali aku menyapa mereka, sejenak mereka diam memperhatikanku. Tak sampai 10 menit berlalu mereka sudah kembali pada aktivitasnya. Mengacuhkanku begitu saja. Aku merutuk dalam hati. Sepanjang aku mengajar, aku tak pernah diperlakukan seperti ini. Ku coba mengatur nafas supaya tetap bersabar menghadapi mereka. Aku coba menenangkan mereka. Nihil. Suaraku tak ditanggapi. Berbagai polah mereka benar-benar di luar dugaanku. Anak-anak berhamburan main perang-perangan. Lima belas anak laki-laki menggunakan semua peralatan yang ada sebagai senjata perang. Satu anak perempuan mendengungkan suara lebah secara terus menerus. Satu anak perempuan bermain kapur, menghancurkannya dan sibuk lari-lari mengotori teman-temannya yang sedang “berperang”. Untunglah, masih ada dua a

Sekapur Sirih Fitrah Seksualitas (Review Hari 1)

Saya sempat menyamakan pendidikan seksualitas dengan fitrah seksualitas. Namun, ternyata keduanya jauh berbeda. Pendidikan seksualitas berkaitan dengan pemberian info tentang hal yang berkaitan dengan pernikahan atau seksualitas. Sedangkan fitrah seksualitas adalah hal yang seharusnya ada atau dilakukan berdasarkan gendernya. Misal, anak laki-laki tidak boleh berpakaian.seperti perempuan, demikian sebaliknya. Fitrah seksualitas membantu anak untuk memahami dirinya sendiri. Menjelaskan fitrah seksualitas.pada anak jelas perlu. Hal ini dilakukan agar anak tidak salah kaprah hidupnya, tidak salah bersikap dan bertindak, agar bersikap dan bertindak sesuai gender masing-masing. Seperti yabg telah kita ketahui bahwa saat ini banyak kasus ketika anak-anak atau seseorang berperilaku di luar gendernya. Pada kenyataannya, mendidik anak dengan memperhatika fitrah seksualitas menemukan beberapa tantangan. Tantangan tersebut meliputi: derasnya arus teknologi, munculnya penyimpangan LGBT, pola

Generasi Literasi [2]

[...] Aku sering menganalisis karakter anak les-ku dengan background keluarga mereka. Tentu saja bahan analisisku bukan hanya masalah akademik, tapi juga tingkah laku mereka selama belajar besamaku. Dari sampel-sampel yang aku amati, kemudian aku membuat kesimpulan bahwa dengan segala kemudahan dalam hidupnya, anak-anak ini mulai tumbuh menjadi generasi manja, instan, emosional, kurang menghormati, lebih dewasa dibandingkan umur, dan memiliki jiwa yang terkekang. Aku mengatakan mulai tumbuh, karena mereka masih berada di jenjang SD dan SMP di mana masih banyak episode kehidupan yang akan mereka lalui sebelum menjadi dewasa. Berkaca dari situ, aku bertekad untuk memutus rantai pendidikan keluarga yang kurang pas. Aku harus bisa mendidik dengan lebih baik dibandingkan sampel-sampel yang ku lihat selama ini. Tekad yang sudah didengungkan bertahun lalu, kemudian meminta pembuktiannya saat ini. Setelah menikah kemudian menjadi calon orang tua, aku mulai gencar mencari ilmu baru di m

Pendidikan Seksualitas [Etika Meminta Izin]

Apa yang terbersit dalam benak kita tentang pendidikan seksualitas?. Beberapa kalangan masyarakat masih menganggap tabu terkait dengan pendidikan seksualitas. Padahal hal ini sangat penting, mengingat banyaknya kasus penyimpangan seksual yang terjadi pada anak-anak baik sebelum atau setelah usia baligh. Pendidikan seksualitas ialah pemberian pengajaran baik pengertian maupun penjelasan kepada anak tentang hal-hal yang berkaitan dengan seks dan pernikahan. Abdullah Nasih ‘Ulwan dalam buku “Pendidikan Anak dalam Islam” menyatakan bahwa terdapat beberapa fase yang perlu diperhatikan dalam menerapkan pendidikan seksualitas. Fase tersebut meliputi: a) usia antara 7 – 10 tahun (tamyiz), anak diajarkan etika meminta izin sebelum masuk ke kamar orang tua atau orang lain, serta etika melihat lawan jenis; b) usia antara 10 – 14 tahun (remaja), anak dijauhkan dari segala sesuatu yang mengarah kepada seks; c) usia antara 14 – 16 tahun (baligh), anak diajarkan etika berhubungan badan jika ia

Perlukah Suplemen Besi untuk Bayi?

Suplemen besi untuk bayi, perlu atau tidak ya?. Jawabannya bisa perlu atau tidak perlu. Menurut saya, suplemen besi ini perlu mengingat Indonesia termasuk dalam negara dengan tingkat defisiensi besi yang tinggi. Saya merasa perlu waspada dan sesegera mungkin melakukan upaya pencegahan. Kajian-kajian berikut menjadi bahan yang memperkuat pendapat saya tentang pentingnya suplemen besi bagi anak-anak terutama bayi. IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) merekomendasikan pemberian suplemen besi pada bayi sampai usia 2 tahun. Indonesia termasuk dalam negara waspada dalam pemenuhan zat besi, diliat dari banyaknya kasus anemia terutama usia balita. Mungkin ada yang bertanya-tanya, zat besi itu seberapa penting sih ?. Perlu sekali ya?. Mengapa harus repot, toh orang zaman dulu aman-aman saja tanpa suplemen?. Tentu saja saya gemes, setiap kali dihubungkan dengan orang zaman dulu. Perlu diketahui, zaman dulu akses informasi masih belum seluas sekarang. Info susah didapatkan, dan

Variabel yang Mempengaruhi Sikap Ilmiah

Sikap ilmiah menjadi salah satu indikator keefektifan pembelajaran sains dibangun dari beberapa kemampuan yang seharusnya sudah dikuasai siswa. Kuswana (2013) menyatakan bahwa sikap adalah perwujudan dari hasil berpikir yang paling tinggi, setelah seseorang menemukan ide, gagasan, pemecahan masalah, dan membuat keputusan. Pernyataan tersebut mengandung pengertian bahwa sikap dapat muncul setelah seseorang mampu berpikir pada tingkatan di bawahnya. Kemampuan pada tingkatan di bawah sikap ilmiah diantaranya meliputi kemampuan kognitif dan kreativitas. Pengaruh Langsung Kemampuan Kognitif terhadap Sikap Ilmiah Secara parsial kemampuan kognitif terhadap sikap ilmiah dapat berpengaruh sebesar 18,8%, namun mengalami penurunan karena pengaruh variabel di luar penelitian sehingga pengaruh secara langsung hanya sebesar 1,96%. Kemampuan kognitif yang tinggi mendukung siswa untuk memiliki sikap percaya diri, bekerja sama , skeptis, dan kritis, namun belum mendukung sikap objektif, te

Generasi Literasi [1]

Apakah pembiasaan literasi di masa sekolah akan mati ketika sudah dewasa?. Jawabanku adalah tidak. Kecintaanku pada buku tak pernah mati sampai kapanpun. Bahkan semakin hari semakin harus diasah dan dipertajam. Sampai aku berada pada jenjang kehidupan yang lebih tinggi. Menjadi seorang istri dan ibu tak pula menyurutkan kesukaan dan passion ku terhadap buku. Aku justru merasa butuh partner untuk menyalurkan semangat literasi-ku. Maka di sinilah otakku mulai bekerja. Merancang rencana-rencana menghidupkan rumah seperti yang aku inginkan. Membuat daftar kegiatan untuk malaikat-malaikat kecil, penerus generasiku. Aku pernah memiliki cukup banyak pengalaman mangajar ketika masih kuliah. Memang bukan mengajar di sekolah secara formal. Namun, pengalaman-pengalaman tersebut cukup membuatku sekilas membaca tantangan mendidik anak di tahun-tahun terakhir ini. Sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat kota untuk memberi les tambahan bagi putra-putrinya secara privat. Demi menghemat pengalu

Lorong Waktu Kanak-kanak [4]

 [...] Ketika aku sudah selesai membaca semua majalah, maka yang selanjutnya aku lakukan adalah membawa majalah-majalah tersebut ke sekolah. Aku dengan bangga membawa banyak majalah anak-anak ke sekolah. Terasa menyenangkan ketika membawa buku bacaan ke sekolah. Entah darimana asal muasalnya, di kelasku ada semacam persaingan antara aku dan seorang teman perempuanku. Kami rajin sekali membawa majalah “Bobo” ke sekolah dan meminjamkannya kepada teman-teman yang lain. Kami akan merasa puas ketika teman-teman berebutan meminjam majalah kami. Semakin banyak majalah yang dipinjam, kami semakin merasa puas. Bedanya, majalah yang dia punya selalu majalah baru sedangkan aku lebih banyak majalah lama. Tapi tidak masalah bagiku, toh.. teman-teman sama antusiasnya. Kami sebenarnya berteman dekat, namun persaingan akademik dan sosial masih bertahan sampai kami lulus SD. Kami sering bersaing terselubung untuk mendapat perhatian teman-teman melalui saingan buku-buku bacaan, buku pelajaran, kemam

Lorong Waktu Kanak-kanak [3]

[,,,] Bapak dan Ibuku tidak pernah memaksaku untuk belajar. Bahkan jika dirunut melalui teori perkembangan anak, umurku belum tepat untuk diajari membaca dan menulis. Umur tersebut masih tahap belajar sambil bermain. Tapi keingintahuanku yang begitu besar, membuatku menguasai membaca dan menulis lebih awal dari teori perkembangan anak. Pun demikian, aku tak pernah merasa waktu bermainku terbengkalai, aku juga tak pernah merasa kesulitan selama belajar. Aku tetap bermain dengan puas, dan aku selalu bahagia setiap Ibu mengajariku membaca dan menulis. Kemampuan itu membuatku sama sekali tidak mengalami kesulitan ketika sudah memasuki SD. Ketika Bu Guru mulai mengajarkan membaca huruf demi huruf, aku sudah sangat memahaminya sehingga aku dimasukkan dalam kelompok lancar membaca. Zaman SD ku dulu, Bu Guru membagi kelas 1 menjadi dua kelompok: kelompok A lancar membaca dan kelompok B kurang lancar membaca. Tempat duduk kami dipisah, nyaris 50:50 antara anak yang lancar membaca dan kurang