Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

“Kekuatan Tersembunyi” dari Ibu

Di antara ketiga anak-anak Ibu, mungkin saya yang dominan mendapat warisan sifat terutama dalam hal “kewanitaan”. Bahkan suami saya sering bilang kalau sifat saya fotocopy- annya Ibu. Mulai dari cerewetnya, ngiritnya, kebanyakan aturannya, ribetnya, dan sebagainya. Sebelumnya saya tidak pernah menyadari hal ini, karena sebagian orang berpendapat saya mirip Bapak terutama secara face dan etos kerja. Jadi selama 25 tahun saya mirip Bapak, kemudian setelah menikah menjadi lebih mirip Ibu atau keduanya sama-sama mendominasi dalam diri saya menjadi diri saya seutuhnya. Tapi apapun itu, yang saya rasakan sekarang memang lebih condong mirip Ibu. Mungkin status istri, membuat “kekuatan” tersembunyi dalam diri saya keluar sehingga saya menjadikan Ibu sebagai cerminan dalam mengatur rumah tangga. Saya menjalani rumah tangga baru seumur jagung, belum ada setahun, Allah memberikan kesempatan bagi saya dan suami untuk hidup mandiri, tidak serumah dengan orang tua maupun mertua. Inilah titik

Aliran Rasa Game Level 2 “Melatih Kemandirian Anak”

Judulnya memang “Melatih Kemandirian Anak”, tapi di game level 2 ini saya fokus pada kemandirian diri sendiri dulu. Objek belajar saya masih terbatas pada suami dan diri sendiri, karena anak masih di dalam perut. Semoga setelah lahir nanti bisa segera diajak belajar bersama ayah dan ibunya. Sudah gak sabar pengen segera belajar bersama. J Tantangan terbesar dalam level ini adalah KONSISTEN. Tanpa kekonsistenan, pola kebiasaan tidak dapat terbentuk dengan sempurna. Akibatnya kemandirian belum bisa tercapai. Saya menggunakan moment game level 2 untuk membentuk kemandirian pribadi dari bantuan suami. Dimulai dari mandiri dalam pembiasaan jalan pagi, memasak, dan berbelanja. Tekad kuat juga diperlukan dalam melatih kemandirian, supaya grafiknya terus naik (tidak naik turun). Mulai dari hari pertama dimulainya game level 2 sampai saat ini, alhamdulillah mulai terbentuk kemandirian pribadi. Jalan pagi masih terus dilakukan (walaupun belum menambah jarak tempuh). Karena sudah menja

Tantangan dalam Menjalani Latihan Kemandirian

Memasuki hari ke-10 latihan kemandirian, rasanya sedikit lega seperti ketika main game trus sampai ke check point. Dalam menyelesaikan tantangan 10 hari Game Level 2 Bunsay ini, saya memang fokus pada kemandirian saya pribadi. Dan baru saya sadari bahwa banyak sekali kegiatan saya yang belum mandiri 100%. Saya memulai latihan kemandirian sejak mantap hidup sehat melalui jalan pagi dan reshuffle menu, kemudian latihan demi latihan yang berbeda semakin bertambah seperti latihan memasak dan belanja mandiri . Sampai hari ini pembiasaan jalan pagi masih terus berjalan dan saya melakukannya dengan enjoy . Alhamdulillah.. selama 10 hari ini tidak pernah hujan pagi. Untuk reshuffle menu, keberhasilannya memang belum 100% karena saya kadang masih pengen makan goreng-gorengan walaupun cuma satu. Kalau untuk full tanpa minyak goreng rasanya susah sekali. Walaupun begitu, untuk cemilan sudah full buah no gorengan. Tapi hari ini agak khilaf, karena gemes merasa laper terus saya beli roti empu

Full Masak Sendiri

Setelah berhari-hari cerah, semalaman hujan mengguyur  dengan lebatnya. Terlintas dalam pikiran bahwa esok hari akan mendung, atau bahkan mendung seharian. Keesokan harinya, ternyata dugaan saya salah. Pagi-pagi masih cerah seperti hari kemarin, hanya jalanan masih basah. Takut kesiangan, saya langsung memulai rutinitas pagi. Entah darimana dan bagaimana, di tengah jalan kampung saya melihat dua ekor tikus sedang guling-guling (berantem atau apa saya kurang paham). Seperti ingin putar balik, karena saya anti sekali dengan tikus walaupun belum sampai tahap fobia. Tapi kalau putar balik justru hanya membuang waktu saja. Dalam hati pengen lari, tapi dulu ibu sempat memberi nasehat aku dilarang lari-lari. Dengan memberanikan diri, saya mengambil jarak terjauh dari tikus-tikus itu dengan berjalan cepat. Untung mereka gak guling di kaki saya.. L Setelah melewati tikus-tikus itu hati saya sudah lega. Di sepanjang jalan beraspal masih tampak rumput basah dan bau hujan sisa tadi malam.

Eksekusi Tantangan dari Suami

Rutinitas setiap pagi selalu sama. Setiap bangun pagi berarti umur adek bertambah satu hari. Dan saya harus selalu memperbaiki pola hidup supaya adek tetap sehat. Sebagai ibu baru menanti kehadiran bayi hari demi hari memang terasa lama. Kadang rasa khawatir masih muncul, tapi saya kembali ingat tentang kekuatan pikiran positif. Jadi ketika khawatir muncul, langsung saya ganti dengan pernyataan positif. Saya meyakinkan diri bahwa ketika satu hari saya lewati dengan gembira dan aktif, adek di dalam pun sejahtera.. J . Hal itu menjadi salah satu faktor yang mendorong pembiasaan jalan pagi menjadi terasa ringan untuk dijalankan. Bahkan kalau tidak dijalankan atau telat beberapa menit saja ada rasa kecewa dalam hati. Saya masih jelan pagi di rute dan jarak yang sama. Tempat yang wajib dilewati adalah lokasi persawahan di depan penggilingan beras. Pemandangan di sana seger dan bikin hati ayem. Setelah melewati tempat tersebut, baru putar balik kembali pulang. Ketika hari efektif begi

Eksekusi Hari Ketujuh

Alhamdulillah., pagi ini sensasi kaki cenut-cenut dan pegal-pegal sudah membaik. Perencanaan dari pagi adalah, hari ini menjadi pejuang setrikaan akibat setrikaan menumpuk sejak beberapa hari yang lalu. Sebelum berjuang dengan setrikaan menumpuk, tetap mengawali hari dengan rutinitas yang sama. Saya keluar rumah pukul 05.06, masih pagi sekali tapi langit sudah cerah, pertanda seharian cuaca juga akan baik. Masih di rute yang sama, saya mulailah jalan pagi dengan hati riang (karena pegalnya sudah hilang). Cuaca bagus dan tubuh yang mulai fit membuat saya berjalan lebih jauh dari kemarin. Jalan-jalan menjadi tidak terasa ketika di jalan berpapasan dengan pakde yang kebetulan juga sedang jalan pagi. Jalan pagi pun akhirnya bareng pakde sampe dekat rumah. Lumayan ketika ada teman jalan-jalan.. J Saya masih sangat percaya bahwa jalan pagi akan membuat saya lebih sehat dan harapannya tekanan darah selalu normal. Maka setiap pagi itu pula saya selalu sounding ke adek untuk selalu sehat-s

Ketika Grafik Semangat Naik Turun

Tak terasa sudah masuk hari keenam. Pembiasaan jalan pagi dan senantiasa berkawan dengan healthy food ini masih panjang karena butuh konsisten sampai beberapa bulan ke depan. Pagi ini masih terasa sisa-sisa capek hari kemarin. Kebiasaan di sini, selalu ada pengajian dalam rangka memperingati hari Maulid Nabi SAW dan setiap KK harus setor 10 kotak nasi untuk pengunjung pengajian. Karena saya dalam kondisi tidak memungkinkan masak, jadilah ibu mertua yang buatin nasi kotaknya aku cuma bantu-bantu ala kadarnya. Walau cuma ala kadarnya, tapi capeknya masih terasa hingga keesokan harinya. Setelah shalat Subuh rasanya masih pengen tidur lagi atau minimal selonjorin kak, tapi suami udah ribut-ribut nyuruh aku segera berangkat. Malas sih sebenarnya, tapi hari ini suami berangkat kerja, gak bisa malas-malasan. Masih dengan agak malas dimulailah rutinitas jalan-jalan. Beruntung pagi ini cuaca masih cerah, setidaknya rasa malas berangsur-angsur menghilang. Udara segar di pagi hari memang

Cuaca Cerah Moodbooster Alami

Setelah melewati cuaca mendung dan hujan selama berhari-hari, akhirnya pagi ini awan mendungnya hilang. Mungkin beberapa hari yang lalu hujan terus menerus karena efek siklon cempaka dilanjut siklon dahlia. Dan... hari ini bertepatan dengan acara Maulid Nabi di desa, cuaca seketika cerah. Matahari gak pake malu-malu menyembul. Dalam pikiran saya langsung terlintas cucian...cuciaan..cucian. Sudah terbayang apa saja yang harus dicuci, kalau gak lagi hamil mungkin semua isi rumah yang bisa dicuci bakalan dicuci. Nah.. sebelum agenda cuci mencuci, pagi-pagi tetap harus melakukan rutinitas harian. Jalan pagi..... Cuaca cerah dan jalanan yang kering menambah semangat jalan-jalan hari ini. Walaupun masih sama sihh.. suami libur, saya tetap sendirian. Jarang-jarang jalan pagi dalam suasana cerah dan bersahabat, jadi jalan-jalan hari ini terasa ringan dan menyenangkan sekali. Langkah kaki juga lebih ringan daripada biasanya. Saya baru sadar menghirup nafas dalam-dalam di pagi hari efekn

Yuk... Semangat Hidup Sehat!

Dulu ketika masih gadis, saya paling takut berat badan naik. Merasa tubuh sedikit lebih berat, langsung deh porsi makan dipangkas dan olahraga lebih intensif. Maka saya sudah bersahabat sekali dengan healthy food, no junkfood. Makanan saya sehari-hari sayur dan buah, karbohidrat dipangkas dan udah gak makan malam ditambah setiap pagi minum perasan lemon hangat. Hasilnya, lumayan sih.. setidaknya lebih PD dengan porsi tubuh. Nah., ketika awal hamil, dimulailah semua kebiasaan healthy food semasa gadis itu menghilang. Tubuh selalu memberi alarm lapar dan ingin makan terus, sementara mendadak sayur dan buah udah gak doyan lagi. Jadi dimulailah makan sembarang makanan yang penting merasa kenyang dan bisa masuk perut. Setiap hari selama hampir enam bulan cemilannya roti, coklat, gorengan, dan sejenis keripik. Saya sudah sadar badan melar banget, tapi cuek aja karena sukanya itu, daripada kelaparan. Eh.. ternyata si bayi pinter, zat gizi yang gak dia butuh gak diambil, hasilnya lari s

Hari Libur Tetap Harus Mandiri

Hari ini tanggal merah, suami libur bekerja. Salah satu hal paling disyukuri adalah ketika tanggal merah dan suami di rumah. Ketika suami di rumah, pagi-pagi tidak buru-buru bikin sarapan dan bisa sedikit lebih manja sama suami. Beruntung tinggal di rumah hanya berdua saja, jadi bebas mau melakukan apapun tanpa ada yang komentar. Kalau pas di rumah orang tua sih mana berani siang-siang cuma becandaan, nonton film sambil ngemil,, :D Pagi yang santai membuat saya juga agak sedikit santai. Setelah shalat Subuh masih malas-malasan, hampir sejenak lupa kalau ada rutinitas jalan pagi yang harus segera dieksekusi. Mungkin karena malamnya tidur agak telat, jadi bawaannya masih pengen berbaring terus. Pukul 05.30 suami mengingatkan saya untuk jalan santai. 👨: Katanya jalan santai., cepet! Keburu siang dan kendaraan makin banyak 👩 : Iya sebentar.. Masih lapar.. 👨 : Minum susu dulu., nanti ku belikan megono 👩 : Yeee...!! (muka bahagia). Dibeliin megono artinya gak harus masak

Eksekusi Pertama PR Kemandirian

Salah satu PR kemandirian yang harus segera dieksekusi adalah pembiasaan jalan pagi. Beberapa hari terakhir sering hujan di pagi hari, harapannya di hari pertama eksekusi ini cuaca mendukung. Dan.. Alhamdulillah, pagi-pagi tidak ada rintik hujan dan mendung tidak begitu tebal. Hal itu cukup membuat saya semangat di awal. Bermodalkan tekad demi kesehatan saya dan adek, akhirnya dimulailah jalan pagi sendirian. Hal ini cukup menjadi tantangan karena saya tergolong masih baru di lingkungan ini. Kadang masih terbersit rasa malu ketemu tetangga, tapi kalau malu terus menerus bisa bahaya efeknya. Sejak sebelum tidur sudah menyemangati diri sendiri bahwa esok hari perjalanan hidup sehat dimulai. Sebelumnya, saya lebih suka malas-malasan sambil ngemil cantik seusai shalat Subuh, hasilnya berat badan naik berlebih (masya Allah,...). Karena sudah semangat dari semalam, hasilnya seusai shalat Subuh pun saya sudah semangat menunggu matahari terbit. Buru-buru menghabiskan segelas susu dan s

Latihan Dasar Kemandirian Berumah Tangga

Saya dan suami adalah keluarga kecil yang masih mencari-cari pola berumah tangga yang cocok dengan karakter pribadi kita masing-masing. Di awal pernikahan sempat terjadi kebingungan urusan domisili dan sempat terbersit untuk menjalani Long Distance Marriage atau istilah kerennya LDM. Selama beberapa bulan suami tinggal di rumah orang tua saya karena lokasi kerja yang berdekatan dengan rumah saya, sementara saya bekerja di luar kota. Ternyata kehidupan seperti itu bukan yang kami cari. Qodarullah., ada sesuatu hal yang memaksa suami saya sehingga saya harus resign dari pekerjaan yang sudah dan hendak saya jalani. Kemudian, kami memutuskan untuk tinggal berdua saja di kota asalnya. Dan., di sinilah kehidupan kami yang sebenarnya dimulai. Kami tinggal di rumah kecil yang belum 100% jadi. Walaupun berdekatan dengan rumah mertua tapi kami berusaha melakukan segala sesuatunya sendiri. Sebenarnya, urusan kemandirian pribadi sudah terbentuk dalam diri kami masing-masing. Sejak sebelum m

Aliran Rasa Game Level 1 Bunda Sayang “Komunikasi Produktif”

Alhamdulillah., game level 1 bisa terlampaui dengan baik dan tepat waktu. Level ini gampang-gampang susah untuk diterapkan. Mulai dari hari pertama sampai hari ini masih terus mencoba bagaimana menjalin komunikasi produktif dengan suami. Saya berusaha menghilangkan “bahasa perempuan” saya dalam berkomunikasi dengannya, terutama ketika saya memerlukan bantuan. Hasilnya, suami bisa lebih mengerti dan jarang terjadi “miskom” lagi. Urusan bahasa tubuh dan mimik muka juga mulai saya benahi. Saya berusaha menunjukkan bahasa tubuh dan mimik muka sesuai perasaan saya. Misalnya, ketika suami bercerita tentang kesehariannya, dan ada hal yang saya kurang setuju, maka mimik muka saya akan menunjukkan ketidaksetujuan tersebut. Cara itu membuat suami lebih mengerti maksud hati saya. Setelah mendapat refleksi dari tim IIP Bunda Sayang tentang komunikasi produktif, saya kemudian mencocokkan masuk dalam pola bagaimana komunikasi antara saya dan suami??. Pola komunikasi saya dan suami didominas

Ibuk... Aku Lapar.....

Kemarin pulang kerja suami sudah menunjukkan muka lelah, tidak memungkinkan untuk mengajaknya diskusi serius. Maka hari ini sempat bingung mau nulis apa demi melengkapi tantangan 10 hari ini. Beruntung dapat ide dari teman-teman Bunsay 3 IIP bahwa komunikasi produktif bisa juga dilakukan bersama janin yang masih ada di dalam perut. Sebelumnya gak kepikiran bahwa komunikasi antara ibu dan janin dalam perut bisa masuk dalam komunikasi produktif. Nah., ide dari teman-teman itu yang membuat saya tergerak untuk menulis bentuk komunikasi bersama janin. Sejak belum respon mendengar, si adek sudah sering saya ajak ngobrol. Drama di awal kehamilan membuat saya merasa harus selalu berbicara dengannya dan meyakinkannya bahwa ia selalu dalam keadaan baik dan sehat. Sampai sekarang yang sering saya katakan padanya adalah tentang kesehatan dan kesejahteraannya selama di dalam rahim. Kalau agak lama tidak ada gerakan kecil dari perut, saya tanyakan keadaannya “Hallo adek.. adek sehat-sehat

Diskusi Serius: Pornografi di Kalangan Anak SD

Agaknya istilah “teman hidup” dalam pernikahan memang ada benarnya. Setelah menikah saya justru merasa hubungan saya dan suami lebih seperti teman, bukan kekasih layaknya orang pacaran. Tak jarang kami masih berperilaku konyol seperti anak sekolahan, atau membicarakan hal paling tidak penting seperti praktik bahasa alien. Jadi suasana yang terbangun di rumah justru seperti sepasang teman yang kadang saling ejek, saling bercerita, atau melakukan keisengan bersama. Dan itu jauh sekali dari romantisme. Selain hal kekanak-kanakan, tak jarang kami juga berdiskusi serius. Secara umum background diri kami sama-sama di bidang pendidikan. Membicarakan pendidikan dengan suami sering bikin saya betah, walaupun sering tergelitik untuk mendebat. Masih ada beberapa sudut pandang pendidikan yang belum satu visi antara saya dan suami. Diskusi semacam ini tak pernah terencana, kadang dari ngobrol tentang apa kemudian nyambung aja ke pembicaraan serius. Seperti kemarin, yang entah darimana bera

Dalam Rangka Mengurangi “Bahasa Perempuan”

Belajar dari kejadian beberapa hari yang lalu dan sebelum-sebelumnya, saya memang harus mulai memangkas “bahasa perempuan” saya menjadi bahasa yang lebih lugas dan mudah dipahami suami. Penggunaan “bahasa perempuan” ini justru hanya menyusahkan saya dan mempersulit komunikasi efektif. Jika kemarin-kemarin saya masih menggunakan “bahasa perempuan” alias berputar-putar ketika hendak minta tolong pada suami, sekarang saya lebih lugas mengatakannya. Hasilnya, suami lebih paham dan bisa memangkas waktu berdebat yang tak penting. Gengsi gede-gedean memang harus dihilangkan ketika sudah berumah tangga supaya tidak terjadi miskomunikasi. Jika suami sudah sering paham terhadap mau saya, gantian saya juga harus paham terhadap apa mau suami. Sayangnya, pemahaman saya terhadap suami tidak sebaik pemahaman suami terhadap saya. Beberapa kali saya masih salah membaca keadaan, sehingga saya merasa tak begitu bermanfaat bagi suami. Belajar memahami ini benar-benar butuh waktu. Tadi malam s

Menyatukan Perbedaan

Dibesarkan dalam lingkungan dan latar belakang yang berbeda membuat banyak perbedaan kebiasaan antara saya dan suami. Perbedaan memang hal wajar dalam rumah tangga. Perbedaan itu pula yang harus kita sikapi dengan positif. Salah satu perbedaan yang kadang bikin saya geregetan adalah masalah makanan. Dulu suami memiliki pola makan yang sangat tidak teratur, tidak pernah sarapan dan gemar mengkonsumsi mie instan. Saya kebalikannya, sarapan adalah hal wajib bagi saya sebelum melakukan kegiatan dan mie instan adalah makanan yang paling anti dalam pola makan saya. Hal ini bisa jadi dianggap sebagai hal sepele, namun bagi saya sangat penting. Beberapa kali suami sering tidak sarapan dan baru makan setelah pukul 14.00 atau bahkan setelah tiba di rumah pukul 16.00 atau 17.00. Saya miris membayangkan bagaimana suami saya bekerja tanpa asupan makanan yang memadai di pagi hari. Suami pada dasarnya juga keras kepala, kadang sudah diingatkan untuk makan atau mau dibawakan bekal, alasannya

Pemilihan Waktu yang Tepat

Salah satu materi Bunda Sayang IIP tentang komunikasi produktif yang saya ingat adalah “choose the right time”. Memilih waktu yang tepat untuk berbicara adalah hal yang sangat penting demi tercapainya komunikasi produktif. Berbicara dalam hal ini tentu bukan bicara asal, tetapi bicara yang kadarnya serius. Dalam keluarga kecil saya, waktu yang tepat untuk berbicara serius adalah selepas shalat isya, menjelang tidur. Saat-saat tersebut adalah saat yang santai di mana semua pekerjaan rumah sudah beres dan suami pikirannya sudah adem. Jika tidak ada hal serius yang dibicarakan, hal apapun bisa menjadi bahan pembicaraan antara saya dan suami. Malam itu suami menyampaikan keinginannya yang sudah lama ia timbang-timbang. Entah darimana pembicaraan bermula, suami kemudian menanyakan pada saya “Jadi... kapan aku bisa sekolah lagi?” . Ah iya.. suami beberapa bulan lalu memang pernah menyampaikan keinginannya untuk study lanjut, dan waktu itu saya setuju-setuju saja. Begitu seriusnya sam

Kode dalam Komunikasi, Efektifkah?

Sebagai perempuan gengsi sering menjadi lebih penting dibandingkan hal lain. Misalnya, Sepasang suami istri pergi ke suatu tempat. Si istri tiba-tiba merasa lapar, ketika bertanya pada suaminya dan suaminya bilang bahwa ia tak lapar, maka apa yang dilakukan istri? Sebagai perempuan ia rela menahan lapar, hanya karena ia gengsi mengatakan dirinya kelaparan sementara suaminya tidak lapar atau mengajak makan. Memang tidak semua perempuan seperti contoh tersebut, itu hanya contoh kecil bahwa gengsi perempuan bisa membuat si perempuan itu justru mengalami kerugian. Padahal jika dikomunikasikan dengan baik, gengsi dikesampingkan, tentu tragedi seperti contoh tersebut tidak akan terjadi. Nah.. ini yang kadang masih saya alami ketika berkomunikasi dengan suami. Pada dasarnya saya memang gengsi tinggi dengan laki-laki, apalagi sebelum menikah. Harus selalu terlihat perfect di depan laki-laki. Setelah menikah, gengsi semacam itu tak bisa diterapkan lagi. Bagaimana mau diterapkan jika d