Langsung ke konten utama

Full Masak Sendiri


Setelah berhari-hari cerah, semalaman hujan mengguyur  dengan lebatnya. Terlintas dalam pikiran bahwa esok hari akan mendung, atau bahkan mendung seharian. Keesokan harinya, ternyata dugaan saya salah. Pagi-pagi masih cerah seperti hari kemarin, hanya jalanan masih basah. Takut kesiangan, saya langsung memulai rutinitas pagi. Entah darimana dan bagaimana, di tengah jalan kampung saya melihat dua ekor tikus sedang guling-guling (berantem atau apa saya kurang paham). Seperti ingin putar balik, karena saya anti sekali dengan tikus walaupun belum sampai tahap fobia. Tapi kalau putar balik justru hanya membuang waktu saja. Dalam hati pengen lari, tapi dulu ibu sempat memberi nasehat aku dilarang lari-lari. Dengan memberanikan diri, saya mengambil jarak terjauh dari tikus-tikus itu dengan berjalan cepat. Untung mereka gak guling di kaki saya.. L

Setelah melewati tikus-tikus itu hati saya sudah lega. Di sepanjang jalan beraspal masih tampak rumput basah dan bau hujan sisa tadi malam. Seperti biasa, saya merasa harus melewati tempat favorit saya, area persawahan di depan penggilingan padi. Setelah melewati tempat tersebut, menyempatkan berhenti sebentar dan ngomong ke adek kalau pemandangan di sini setiap pagi bagus.. J, kemudian putar balik pulang ke rumah.

Hari Kamis saya merasa tak perlu terlalu tergesa-gesa membuat sarapan. Suami puasa di hari Kamis. Sampai rumah agak santai selonjoran kaki. Aktivitas suami setiap pagi, ketika saya jalan-jalan adalah menyiapkan cemilan harian untuk saya. Lumayanlah.. dengan bantuannya, setiap pulang jalan-jalan bisa langsung cemil-cemil.


Perasaan malas memasak dalam diri saya perlahan-lahan mulai menipis. Mungkin karena kemarin dapat booster berupa pujian dari suami, jadi sedikit lebih percaya diri. Demi membuktikan apakah benar tingkat kemalasan saya menurun, saya meminta suami untuk tidak membantu selama di dapur. Lagipula suami sedang gak bisa icip-icip masakan. Walaupun awalnya masih pengen membantu, akhirnya suami ngalah dan membiarkan saya sendiri di dapur. Sampai suami berangkat memang sih, masakannya belum mateng karena saya sambil nyuci piring dan beres-beres. Saya lagi-lagi masak ikan karena sedang suka ikan, ditambah sayur buncis dan kubis. Pukul 07.30 akhirnya semua beres dan bersih, termasuk sudah membuang sampah. Sampai sebelum sarapan saya belum icip masakan saya seperti apa. Positif thinking aja semoga enak dan doyan. Setelah sarapan, baru deh bisa merasakan layak makan atau tidak masakan saya. Dan.. alhamdulillah.. rasanya lumayan, tidak seperti masak ikan pertama kali sekitar seminggu lalu (sebelum belajar bareng mertua).

Jadi urusan dapur, kontribusi suami mulai berkurang. Kasihan juga ketika suami harus berlama-lama di dapur yang bukan dunianya.. :D. Semoga rasa malas yang aneh-aneh tidak kambuh lagi.. J

#HariKesembilan
#Tantangan10Hari
#Level2
#KuliahBunsayIIP
#MelatihKemandirian 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Rumahku Madrasah Pertamaku"

Judul Buku : Rumahku Madrasah Pertamaku (Panduan Keluarga Muslim dalam Mendidik Anak) Penulis : Dr. Khalid Ahmad Syantut Penerbit : Maskana Media (Imprint Pustaka Rumah Main Anak) Cetakan : kedua, Januari 2019 Jumlah Halaman : 184 halaman Pertama kali melihat iklan masa PO buku ini, saya langsung tertarik untuk memesannya. Saya memang senantiasa tertarik pada buku parenting . Ketidaksempurnaan dalam diri saya membuat saya ingin terus memperbaiki supaya kelak saya bisa mendidik anak-anak sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul inginkan. Setelah menunggu selama kurang lebih dua minggu, akhirnya buku ini berada di pelukan saya. Desain dan layout buku yang menarik membuat saya ingin segera membacanya. Kemudian, saya bacalah buku ini, mengalahkan tumpukan buku lain yang belum sempat terbaca. "Rumahku Madrasah Pertamaku" begitulah judul buku ini. Sesuai dengan judulnya, buku ini mengingatkan saya kembali tentang betapa berpengaruhnya lingkungan rumah terhadap karakter a...

Review: Smart Hafiz Mempersiapkan Si Kecil Anti Smartphone

Akhir-akhir ini sering saya lihat anak-anak sudah susah terlepas dari gawai. Gawai yang mereka pakai biasanya jenis smartphone. Tak hanya anak-anak, balita bahkan batita juga sering saya lihat mulai menggunakan barang elektronik ini. Bagi saya, hal tersebut kurang mendidik. Anak-anak terutama balita seharusnya bermain untuk melatih kemampuan motorik mereka. Anak-anak yang lebih besar seharusnya bisa membangun interaksi dengan teman sebaya maupun orang di sekitarnya, bukan bersifat antisosial. Nah., latihan kemampuan motorik dan membangun kemampuan sosial ini yang tidak ditemukan dalam smartphone. Anak-anak cenderung pasif ketika menggunakan sartphone. Apalagi jika smartphone tersebut terhubung dengan internet. Anak usia 3 tahun pun bisa mengakses Youtube dan berselancar mencari video-video yang disukainya. Jika sudah terlanjur demikian, anak akan susah disapih dari benda bernama smartphone ini. Ketika kita ingin menyapih anak dari smartphone tantangannya lebih besar dibanding...

Review Rumah Main Anak

Judul Buku : Rumah Main Anak Penulis : Julia Sarah Rangkuti Penyunting :  Rizka Azharini, S. Kep. Penyelaras Akhir : Tyas Choirunnissa, S. Hum. Tata Letak : Jogja Layouter Tim Desain Sampul : Dyna Fitria, S. Si. Diterbitkan oleh : Sahabat Sejati Publishing Jumlah Halaman Buku : 334 halaman Cetakan, Tahun Terbit : 5, September 2017 Apa itu Rumah Main Anak? Saya mengetahui buku ini sejak awal masuk di kelas Bunda Sayang, Ibu Profesional. Waktu itu ada seorang teman yang merekomendasikan buku RMA untuk teman bermain anak-anak. Saya langsung tertarik dan membeli buku RMA ini lengkap dengan RMA edisi kedua. RMA yang akan saya review adalah RMA 1. Pertama kali saya melihat buku ini, saya tertarik pada desain sampulnya. Desain sampul sederhana tapi elegan. Sampul kuning di buku RMA 1 ini membuat kesan ceria sesuai dengan isi buku. Bayi saya yang sudah jatuh cinta pafa pandangan pertama, begitu tertarik pada sampul maka saya pun langsung tertarik ingin seger...