Langsung ke konten utama

Tantangan dalam Menjalani Latihan Kemandirian


Memasuki hari ke-10 latihan kemandirian, rasanya sedikit lega seperti ketika main game trus sampai ke check point. Dalam menyelesaikan tantangan 10 hari Game Level 2 Bunsay ini, saya memang fokus pada kemandirian saya pribadi. Dan baru saya sadari bahwa banyak sekali kegiatan saya yang belum mandiri 100%. Saya memulai latihan kemandirian sejak mantap hidup sehat melalui jalan pagi dan reshuffle menu, kemudian latihan demi latihan yang berbeda semakin bertambah seperti latihan memasak dan belanja mandiri. Sampai hari ini pembiasaan jalan pagi masih terus berjalan dan saya melakukannya dengan enjoy. Alhamdulillah.. selama 10 hari ini tidak pernah hujan pagi. Untuk reshuffle menu, keberhasilannya memang belum 100% karena saya kadang masih pengen makan goreng-gorengan walaupun cuma satu. Kalau untuk full tanpa minyak goreng rasanya susah sekali. Walaupun begitu, untuk cemilan sudah full buah no gorengan. Tapi hari ini agak khilaf, karena gemes merasa laper terus saya beli roti empuk dan sari gandum sebagai tambahan cemilan.. hehe.

Bagaimana dengan memasak sendiri? Full memasak sendiri baru saya jalani tiga atau dua harian ini. Dan ini yang paling banyak tantangannya untuk terus konsisten. Citarasa yang keluar dari masakan saya masih naik turun, kadang enak kadang entahlah. Nah.. ketika rasanya entahlah itu, semangat saya jadi turun kembali. Seperti hari ini, hanya masak oseng tempe sama sop jamur aja rasanya gak sesuai harapan. Jadilah makan sambil dipaksa-paksa masuk. Semoga besok mood memasaknya gak menurun lagi.

Kalau berbelanja sendiri? Sebenarnya urusan belanja masih suami yang pegang. Sekalian pulang kerja, kemudian mampir pasar. Saya kasihan sebenarnya, laki-laki setiap hari masuk pasar bareng ibu-ibu. Tapi sepertinya ia menikmatinya sehingga urusan belanja ini belum bisa saya ambil alih 100%.  Kemarin suami sudah membelanjakan hati ampela ayam. Enak sih., tapi saya baca-baca di artikel katanya ibu hamil seharusnya mengeliminasi makan hati selama hamil, karena mengandung vitamin A berlebih dalam bentuk retinol. Karena saya tidak mau mengambil resiko, ngomonglah saya kepada suami kalau saya gak boleh makan hati, jadi saya masakin aja khusus untuk suami. Saya ngomong gitu sambil perasaannya gak karuan. Kasihan sama suami yang udah bela-belain belanja. Tapi mau gimana lagi?? Daripada gak ada lauk, pulang jalan pagi saya belanja beli tempe (gak pake izin dulu ke suami.. hehe). Sejak kejadian itu, suami bilang ke saya boleh belanja sendiri untuk sayur mayur, kalau lauk tetap dia yang belanja dengan pertimbangan pilihannya lebih variatif. Saya menyetujui saja, artinya suami sudah lebih longgar kepada saya untuk urusan belanja. Ini baru berjalan sehari, besok semoga sudah bisa diterapkan.
Tetap semangat mandiri..!!

#HariKesepuluh
#Tantangan10Hari
#Level2
#KuliahBunsayIIP

#MelatihKemandirian 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Rumahku Madrasah Pertamaku"

Judul Buku : Rumahku Madrasah Pertamaku (Panduan Keluarga Muslim dalam Mendidik Anak) Penulis : Dr. Khalid Ahmad Syantut Penerbit : Maskana Media (Imprint Pustaka Rumah Main Anak) Cetakan : kedua, Januari 2019 Jumlah Halaman : 184 halaman Pertama kali melihat iklan masa PO buku ini, saya langsung tertarik untuk memesannya. Saya memang senantiasa tertarik pada buku parenting . Ketidaksempurnaan dalam diri saya membuat saya ingin terus memperbaiki supaya kelak saya bisa mendidik anak-anak sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul inginkan. Setelah menunggu selama kurang lebih dua minggu, akhirnya buku ini berada di pelukan saya. Desain dan layout buku yang menarik membuat saya ingin segera membacanya. Kemudian, saya bacalah buku ini, mengalahkan tumpukan buku lain yang belum sempat terbaca. "Rumahku Madrasah Pertamaku" begitulah judul buku ini. Sesuai dengan judulnya, buku ini mengingatkan saya kembali tentang betapa berpengaruhnya lingkungan rumah terhadap karakter a...

Review: Smart Hafiz Mempersiapkan Si Kecil Anti Smartphone

Akhir-akhir ini sering saya lihat anak-anak sudah susah terlepas dari gawai. Gawai yang mereka pakai biasanya jenis smartphone. Tak hanya anak-anak, balita bahkan batita juga sering saya lihat mulai menggunakan barang elektronik ini. Bagi saya, hal tersebut kurang mendidik. Anak-anak terutama balita seharusnya bermain untuk melatih kemampuan motorik mereka. Anak-anak yang lebih besar seharusnya bisa membangun interaksi dengan teman sebaya maupun orang di sekitarnya, bukan bersifat antisosial. Nah., latihan kemampuan motorik dan membangun kemampuan sosial ini yang tidak ditemukan dalam smartphone. Anak-anak cenderung pasif ketika menggunakan sartphone. Apalagi jika smartphone tersebut terhubung dengan internet. Anak usia 3 tahun pun bisa mengakses Youtube dan berselancar mencari video-video yang disukainya. Jika sudah terlanjur demikian, anak akan susah disapih dari benda bernama smartphone ini. Ketika kita ingin menyapih anak dari smartphone tantangannya lebih besar dibanding...

Review Rumah Main Anak

Judul Buku : Rumah Main Anak Penulis : Julia Sarah Rangkuti Penyunting :  Rizka Azharini, S. Kep. Penyelaras Akhir : Tyas Choirunnissa, S. Hum. Tata Letak : Jogja Layouter Tim Desain Sampul : Dyna Fitria, S. Si. Diterbitkan oleh : Sahabat Sejati Publishing Jumlah Halaman Buku : 334 halaman Cetakan, Tahun Terbit : 5, September 2017 Apa itu Rumah Main Anak? Saya mengetahui buku ini sejak awal masuk di kelas Bunda Sayang, Ibu Profesional. Waktu itu ada seorang teman yang merekomendasikan buku RMA untuk teman bermain anak-anak. Saya langsung tertarik dan membeli buku RMA ini lengkap dengan RMA edisi kedua. RMA yang akan saya review adalah RMA 1. Pertama kali saya melihat buku ini, saya tertarik pada desain sampulnya. Desain sampul sederhana tapi elegan. Sampul kuning di buku RMA 1 ini membuat kesan ceria sesuai dengan isi buku. Bayi saya yang sudah jatuh cinta pafa pandangan pertama, begitu tertarik pada sampul maka saya pun langsung tertarik ingin seger...