Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2018

Final Pencarian Jejak

Rencananya di level ini mau mengejar badge OP, tapi apalah daya di hari ke-11 sudah tidak kuasa mengerjakan tantangan. Capek sekali dan mata maunya merem terus. Akhirnya, gagal lagi mengejar badge OP di level ini. Semoga level selanjutnya bisa mencapai target badge OP, walaupun tantangan ini tidak serta merta hanya demi kesempurnaan badge. J Setelah 10 hari asyik dengan pencarian jejak gaya belajar suami, kemudian sampailah pada final pencarian jejak ini. Walaupun terasa agak susah menebak gaya belajar suami, akhirnya ditemukan juga kecenderungan gaya belajar suami. Suami sebenarnya memenuhi semua indikator gaya belajar. Tetapi dari semuanya itu tentu ada satu gaya belajar saja yang dominan. Suami cenderung memiliki gaya belajar auditory-kinestetik, dominan auditori. Suami lebih banyak belajar dengan mendengar dan berbicara, walaupun ia sendiri kurang menyadarinya. Kekuatan suami terletak pada kemampuannya dalam berbicara dan berpidato. Ia bisa dengan mudah meyakinkan orang la

Kotak Kaca 2018

Bulan Januari sudah berlalu sih., tapi menyeleksi resolusi 2018 gak masalah kan? J Demi ikut Gebyar Literasi IP Semarang, jadi terngiang-ngiang resolusi 2018 yang belum sempat tertuliskan. Ada banyak sekali hal yang ingin ku lakukan di tahun 2018 ini. Dikarenakan segala sesuatu yang terlalu banyak itu tidak baik, maka aku menyeleksi semua resolusi itu. Kemudian didapatkanlah dua resolusi besar yang aku masukkan ke kotak kaca 2018-ku. Tersimpan rapi tapi bisa senantiasa terlihat. J Istri Idaman Sudah hampir setahun menjalani peran “istri”, tetapi merasa belum banyak hal yang sudah dilakukan. Belum menjadi idaman, masih dalam kategori standar saja. Tahun ini aku harus naik level. Menjadi istri tak boleh hanya standar-standar saja. Maka akhir-akhir ini aku gila-gilaan belajar menguasai banyak ilmu baru yang diperlukan sebagai seorang istri. Aku mencari titik lemahku dan belajar mengalahkan titik lemah itu. Dan aku harus bisa. Contoh nyata nih, aku masih kurang pintar memasak. Enta

Jejak 9: Pendengar yang Baik

Ceritanya hari ini sudah capek sekali, belum sempat mengerjakan tantangan, bahkan belum sempat wawancara dengan suami. Kalau gak ngerjain tantangan, saya sekali jika harus loncat karena ini udah masuk hari ke-10.  Dan akhirnya saya memanfaatkan moment-moment tak terduga untuk kembali mencari jejak gaya belajar suami. Hari ini kebetulan jadwal kontrol ke dokter. Setiap jadwal kontrol pasti sedari pagi udah hectic dan rempong. Nunggu di rumah sakit juga pasti lama. Jadilah setiap pulang periksa pasti capek. Kali ini saya pulang ke rumah orang tua.  Saya dan suami sempat makan bersama sebelum suami pulang ke rumah (*karena ada urusan di rumah). Nah., dari situ jadilah cerita banyak. Tentang apa saja. Orang tua dan suami memang klop ngobrol tentang apa saja. Seperti tidak ada habisnya. Tak jarang bapak atau ibu meluapkan isi hati atau masalahnya kepada suami. Kalau dulu saya yang sering jadi tempat cerita, sekarang justru suami yang lebih dipercaya orang tua sebagai tempat cerita.

Jejak 8: Semangat Menjadi Pembina Upacara

Menjelang weekend seperti ini, suami sudah mulai berangkat ke sekolah agak siang. Katanya mendekati weekend tinggal sisa-sisa tenaga, jadi dia merasa agak santai berangkatnya. Dia lebih memilih berlama-lama di dapur untuk menggoreng telur daripada cepat-cepat mandi dan bersiap-siap. Dan itu menjadi kebiasaannya menjelang weekend. Kebiasaan itu agak berbeda jika mulai tiba hari Senin. Setelah charge energi di hari Minggu, menjelang Senin suami bersemangat sekali. Ia berangkat lebih pagi ketika hari Senin. Dulu pernah saya tanyakan alasan suami berangkat lebih pagi ketika hari Senin. Katanya kalau Senin ia bersemangat menyiapkan anak-anak untuk upacara dan sangat antusias setiap menjadi pembina upacara. Di saat guru-guru lain cenderung “malas” menjadi pembina upacara, suami justru sangat  antusias dengan posisi itu. Aneh batin saya waktu itu. Keanehan suami yang sempat mampir di batin saya itu, akhirnya terjawab kemarin. Ketika saya bertanya, apakah ia menyukai demonstrasi at

Jejak 7: Galak Tapi Suka Bergurau

Berhadapan dengan orang seperti suami tidak selamanya mudah. Ia memiliki beberapa hal yang kadang bertolak belakang dan bikin bingung orang sekitar. Suatu ketika ia bisa terlihat sangat menyenangkan, di waktu yang lain ketika ada hal yang mengganggu pikirannya bisa terlihat menyeramkan. Awalnya saya sempat kaget, sempat pula berpikir apakah saya bisa menghadapi orang seperti ini (*walaupun pada dasarnya saya pun tidak jauh berbeda dari suami.. hehe). Tapi, semakin dijalani ternyata saya enjoy-enjoy saja dengan sifat suami yang demikian. Di lingkungan sekolah maupun rumah, suami termasuk orang yang “disegani” anak-anak. Bahkan kadang anak-anak cenderung takut. Hanya beberapa anak saja yang bisa dekat dengan suami, itupun karena suami sudah terlebih dahulu simpati pada anak tertentu sehingga mereka bisa dekat. Ketika saya tanyakan kenapa anak-anak sekitar rumah segan bahkan enggan dengan suami, ia menjawab bahwa dulu sering memarahi mereka. Dulu ketika istirahat siang, kemudian di

Jejak 6: Waktunya Bercerita

Saya termasuk penggemar cerita. Hanya saya lebih suka membaca sendiri daripada dibacakan atau mendengarkan cerita. Bagi saya membaca cerita selalu mengasyikkan, karena bisa bebas berimajinasi berdasarkan apa yang dibaca. Mungkin karena gaya belajar saya visual, sehingga membaca dan mengimajinasikannya menjadi terasa menyenangkan. Kegemaran saya membaca membuat saya hobi membeli buku. Sejak kecil bahkan sampai sekarang, sangat susah menahan untuk membeli buku. Kesukaan saya pada membaca dan buku, membuat saya sangat ingin menularkannya pada anak-anak kelak. Dimulai dari calon anak pertama (*yang saat ini masih di perut), saya membiasakannya membacakan cerita sebelum tidur. Saya juga mulai memilihkan buku-buku dan cerita yang sesuai dengan usia bayi. Saya lebih sering membacakan cerita untuk si adek, daripada suami. Tapi sebenarnya, jika suami yang membacakan akan lebih terasa bermakna daripada saya yang membacakan cerita. Suami termasuk orang yang bisa membawakan suasana dala

Jejak 5: Di Dalam Kelebihan Pasti Ada Kekurangan

Segala sesuatu yang ada di bumi ini memang tidak ada yang sempurna. Selalu ada kekurangan di balik kelebihna-kelebihan yang ada. Dan., itu normal sekali terjadi karena kesempurnaan hanya milik Sang Maha Menciptakan. Maka tak heran jika saya dan suami sama-sama memiliki kekurangan. Kekurangan di antara kami pun sangat beragam. Masing-masing kekurangan, kami jadikan sebagai peluang untuk saling support. Dari pencarian jejak kemarin, saya lebih banyak menemukan kelebihan suami untuk mencari arah gaya belajarnya. Kali ini yang saya temukan adalah kekurangannya. Setelah ditelusuri, ternyata suami mengalami kesulitan dalam mengingat geografi atau tempat-tempat tertentu. Ia membutuhkan waktu yang sangat lama untuk mengingat tempat dan jalan. Ia baru memahami letak tempat ketika ia sudah melaluinya selama puluhan kali. Ia sangat mengakui kekurangannya itu. Aku mengingat-ingat beberapa pengalaman terkait dengan kekurangan suami ini. Ya memang benar sih, beberapa waktu yang lalu pernah

Jejak 4: Gaya Belajar dalam Nostalgia

Ada banyak pelajaran dan makna yang dapat kita ambil dari masa lalu. Entah peristiwa yang baik maupun buruk, semua dapat diambil sisi positifnya. Ketika kita berhasil mengambil sisi positif dari suatu peristiwa, berarti kita telah berhasil merubah benang-benang masa depan menjadi lebih baik. Saya masih melanjutkan proyek ngulik gaya belajar suami. Kali ini saya sengaja flashback agak jauh ke belakang. Menuju nostalgia sekolah zaman SD dan SMP-nya suami. Selalu ada hal yang paling diingat dari nostalgia zaman sekolah. Begitupun dengan gaya belajar. Gaya belajar ini dapat diketahui dari pelajaran apa yang disukai dan kebiasaan apa yang dilakukan dari pelajaran yang disukai tersebut. Untuk mengetahui apakah gaya belajar suami cukup konsisten dari zaman sekolah hingga sekarang, maka saya mulai dengan pertanyaan tentang pelajaran apa yang suami sukai. Ketika zaman sekolah, suami menyukai matematika dan sains (*tapi entah kenapa ketika SMA justru mengambil jurusan IPS). Bahkan sam

Jejak 3: Pembicara yang Gemar Menulis

Menulis ini sebenarnya hobi saya sejak masih SD. Ketika masih kelas 5 SD, saya sudah gemar membuat cerita-cerita fabel kemudian membagikannya di sekolah untuk dibaca teman-teman. Sampai sekarang pun menulis masih menjadi salah satu hobi, walaupun genre nya sudah berubah. Sekarang sudah bukan lagi menulis fabel. Hehe.. Saat ini bagi saya menulis baru sekedar hobi, walaupun dulu sempat menjadi salah satu sumber “pendapatan” ketika masih kuliah. Dulu sempat berkeinginan punya partner nulis yang oke. Atau setidaknya nyambung ketika diajak diskusi, pembahasan akademik, atau ngobrol seputar tulis menulis. Setelah bertahun-tahun, dan hampir lupa pernah punya keinginan demikian, kemudian Allah mempertemukan saya dengan suami. J Di hari sebelumnya, saya menemukan salah satu point dalam diri suami bahwa ia adalah seorang pembicara yang hebat. Ia bisa membuat suasana suatu forum menjadi menarik. Ia dan kemampuannya berbicara patut saya acungi jempol. Di sisi lain, ternyata suami punya

Jejak 2: Pembicara yang Hebat

Saya masih melanjutkan  ngulik  cerita sekolah suami, sambil mengamati apa yang terlihat saat ini. Pada dasarnya suami adalah orang yang sulit dideteksi, entah dalam hal apapun itu. Tapi, saya yakin masalah gaya belajar pasti nanti bisa dideteksi. Yang penting telaten aja ketika wawancara sama suami, karena kadang jawabannya  ngawur  kalau dirasa gak penting-penting banget buat dia. Atau kadang hanya menjawab sekenanya dan dia asyik melanjutkan kegiatannya. Sepanjang saya mengenalnya, saya menilai bahwa salah satu kelebihan suami adalah pada kemampuannya berbicara. Ketika ia berbicara dalam kondisi serius di depan umum, maka orang-orang akan spontan memperhatikan. Entah perhatian itu karena isi pembicaraan yang menarik, penampilannya yang rapi atau  gesture  suami saya yang membuat orang-orang mau memperhatikan. Saya tidak begitu mengetahui bagaimana ia menggunakan kemampuan berbicaranya di sekolah. Yang saya tahu, dia cukup dipercaya oleh rekan-rekannya untuk mengisi beberapa

Jejak 1: Bagaimana Cara Suami Menghafal?

Sudah sejak beberapa hari yang lalu suami menyuruh saya untuk belajar demi Tes Wawasan Kebangsaan yang entah kapan akan dilaksanakan. Dia selalu membuat saya tersudut dengan kalimat pamungkasnya, “Katanya cerdas, masa kalah sama aku?. Katanya lulusan magister universitas negeri, masa kalah sama aku?”. Nah loo... kalau udah gitu saya bisa apa coba, selain membuktikan. L Tapi entah kenapa., setiap memulai belajar mata ini terasa berat. Alhasil baru dapat sedikit, kemudian ketiduran. Selalu begitu. Apalagi belajarnya jam 12 siang. Pasti lah bablas ketiduran. Setelah bangun, malas untuk belajar lagi (*semoga ini hanya bawaan hamil aja...hehe). Semenjak hamil memang saya merasa malas untuk belajar akademik, apalagi hafalan. Rasanya cepat pusing, bosan, dan mengantuk. Dan sekarang ini, belajarnya full hafalan. Saya dari dulu tidak suka dan tidak bisa menghafal. Bahkan pelajaran sejarah dan PKn pun saya hanya membaca materi, kemudian bismillah menggunakan kekuatan batin untuk menjaw

Memulai Mencari Jejak Gaya Belajar Suami

Materi Bunda Sayang kali ini menarik sekali, yaitu tentang “Melatih Gaya Belajar Anak”. Berdasarkan materi kelas Bunda Sayang di hari sebelumnya, gaya belajar anak itu sendiri dapat dibagi menjadi tiga. Apa sajakah tipe gaya belajar anak tersebut? Yang pertama adalah gaya belajar visual, di mana anak lebih banyak menggunakan kemampuan melihat dalam belajar. Kedua, gaya belajar auditori yaitu anak lebih banyak menggunakan kemampuan mendengar dalam belajar. Terakhir, gaya belajar kinestetik yaitu anak membutuhkan pengalaman langsung dalam belajar. Ketiga gaya belajar ini sempat menggelitik pikiran saya ketika kuliah. Ketertarikan yang begitu besar kala itu, membuat saya sempat berangan-angan memiliki sekolah sendiri dengan penjurusan berdasarkan gaya belajar. Angan-angan itu sampai hari ini masih sebatas angan saja. Semoga suatu hari Allah memberi kesempatan menjadikannya nyata. J Nah.. kali ini tantangan 10 hari lebih cenderung pada pengamatan gaya belajar. Mengapa fokus pada pe