Materi Bunda Sayang kali ini menarik sekali, yaitu tentang
“Melatih Gaya Belajar Anak”. Berdasarkan materi kelas Bunda Sayang di hari
sebelumnya, gaya belajar anak itu sendiri dapat dibagi menjadi tiga. Apa
sajakah tipe gaya belajar anak tersebut? Yang pertama adalah gaya belajar
visual, di mana anak lebih banyak menggunakan kemampuan melihat dalam belajar.
Kedua, gaya belajar auditori yaitu anak lebih banyak menggunakan kemampuan
mendengar dalam belajar. Terakhir, gaya belajar kinestetik yaitu anak membutuhkan
pengalaman langsung dalam belajar. Ketiga gaya belajar ini sempat menggelitik
pikiran saya ketika kuliah. Ketertarikan yang begitu besar kala itu, membuat
saya sempat berangan-angan memiliki sekolah sendiri dengan penjurusan
berdasarkan gaya belajar. Angan-angan itu sampai hari ini masih sebatas angan
saja. Semoga suatu hari Allah memberi kesempatan menjadikannya nyata. J
Nah.. kali ini tantangan 10 hari lebih cenderung pada
pengamatan gaya belajar. Mengapa fokus pada pengamatan? Karena mengetahui gaya
belajar seseorang tidak bisa hanya sehari dua hari. Perlu penggunaan kelima
indera untuk benar-benar mengetahui gaya belajar seseorang. Dalam mengerjakan
tantangan 10 hari ini, saya masih pada obyek yang sama yaitu suami dan diri
sendiri. Saya anggap ini sebagai latihan, sebelum kelak benar-benar diterapkan
untuk anak-anak.
Saya sempat bertanya-tanya, apakah gaya belajar ini bisa
diwariskan? Kalau iya, sampai seberapa besar gaya belajar bisa diwariskan?.
Karena saya belum pernah membaca referensi tentang hal ini, saya coba mencari
tahu sendiri dengan melakukan pengamatan di keluarga kecil kami. Hal pertama
yang saya lakukan adalah mengulik perjalanan belajar suami dan
mengklasifikasikan gaya belajarnya, kemudian flash back perjalanan belajar diri sendiri dan tentu saja
mengklasifikasikannya juga. Hasil gaya belajar dari pengamatan diri sendiri dan
suami, kemudian akan dicocokkan dengan gaya belajar anak nantinya. Sehingga
bisa terjawab, apakah gaya belajar ini diwariskan atau tidak.
Perlu banyak observasi dan wawancara untuk mengetahui
kecenderungan gaya belajar suami, karena saya belum mengenalnya sama sekali
ketika masih sekolah. Maka dimulailah pencarian jejak dari korek mengkorek
cerita suami ketika zaman sekolah. Di hari pertama ini, saya belum menemukan
titik terang. Berdasarkan cerita beberapa orang dekat, suami memang dikenal
memiliki kemampuan di atas rata-rata. Ia juga bisa melanjutkan SMA karena
selama 3 tahun mendapatkan beasiswa (*padahal saya gak pernah dapet beasiswa
satu kali pun.. L).
Ini bikin saya penasaran, sebenarnya bagaimana belajarnya ketika masih sekolah
dulu?. Ketika ditanya-tanya, suami bilang ia jarang sekali belajar. Kalau sudah
pulang sekolah ya sudah, tidak ada lagi agenda membuka buku untuk belajar. Nah
loo... saya dari zaman SD sudah giat sekali belajar, sampai kuliah tetap gak
pernah dapet beasiswaa. Hiks....
Jika saya telusuri lebih lanjut, sebenarnya suami bukan
orang yang telaten. Ia cenderung berantakan, bahkan dalam hal apapun. Saya bisa
membayangkan, dulu ketika sekolah bisa jadi bukunya cuma satu untuk banyak mata
pelajaran. Berbeda dengan saya yang rajin sekali memisahkan buku dan
menyampulinya setiap tahun ajaran baru. Karena bukan orang yang telaten, tentu
saja ia terlihat “pintar” bukan karena catatan. Mungkin karena ia sering
terlalu berani berbicara (*entah salah atau benar) sehingga orang-orang
berpikiran ia cerdas dan berwawasan luas. Padahal.., kadang debat sama saya
beberapa pendapatnya kurang berdasar. Tapi masih aja ngeyel , gak mau kalah.
#harike1
#Tantangan10hari
#GameLevel4
#GayaBelajarAnak
#KuliahBunsayIIP
Komentar
Posting Komentar
Thank you for visiting... 😁😁