Langsung ke konten utama

Telaga Menjer With Love


Dulu, Wonosobo menjadi kota yang terasa asing bagiku. Letak Kabupaten Wonosobo dan Temanggung sebenarnya bersebelahan dan tak begitu jauh. Namun, hingga usiaku yang ke-24 tahun, aku baru berkunjung ke Wonosobo sebanyak 2 kali. Pertama, ketika ikut tim EGRA melakukan pengambilan data penelitian tentang literasi. Kedua, dalam rangka perpisahan forum mahasiswa Dikdas Pascasarjana Unnes. Siapa yang tahu, kalau setelah kedua kunjungan tersebut aku justru menemukan tambatan hati di Wonosobo.

Salah satu bagian yang paling ku ingat dari Wonosobo adalah moment piknik bersama teman-teman FORMA (Forum Mahasiswa). Aku ingat betul, ketika itu aku dalam kondisi cukup terpuruk karena putus cinta. Seseorang yang ku harapkan kelak menjadi suami, justru berpaling tanpa tahu rimbanya. Aku berangkat piknik dalam kondisi hati yang terluka karena patah hati. Aku mencoba menghempaskan semua pilu dengan tertawa bersama teman-temanku. Cukup berhasil. Alu menikmati perjalanan naik bukit Sikunir, makan mendoan, mengunjungi telaga warna, dan mengunjungi Telaga Menjer.

Telaga Menjer menjadi perjalanan terakhir piknikku bersama FORMA. Aku ingat betul betapa syahdunya Telaga Menjer sore itu. Ketika kabut mulai turun menyentuh telaga. Romantis menurutku, sekaligus menyisakan hati yang seolah teriris. Sepulang dari Telaga Menjer masih ku rasakan perih. Aku coba berdamai dengan diri sendiri di sepanjang perjalanan pulang dari Telaga Menjer menuju Parakan.

Aku ingat betul, kala itu hujan gerimis dan berkabut. Udara begitu dingin. Pipa-pipa air minum di sepanjang jalan menurun menemani lamunanku. Dalam alam bawah sadarku, Telaga Menjer adalah romantis yang menyisakan pilu.

Setahun kemudian, pilu itu terbasuh. Aku kembali mengunjungi Telaga Menjer. Kali ini bukan bersama perih atau patah hati. Aku mengunjungi Telaga Menjer bersama imam hidupku. Kunjungan ini adalah kencan kami yang pertama setelah menikah. Waktu itu cuaca sedang cerah. Kami menaiki perahu menuju salah satu rumah apung. Kami makan dan beristirahat di situ sambil menikmati pemandangan telaga yang sedang cerah.

Aku mengamati setiap sudut telaga ini. Masih sama. Hanya bedanya hari ini sangat cerah dan hatiku sedang bahagia. Tak ada kabut yang turun. Tak ada pula dingin yang menyergap. Aku merasa bawa semua pedih perih yang aku sisakan di telaga ini, sudah terhapus bersama kunjunganku yang kedua bersama imam hidupku.

#TantanganODOP3
#Onedayonepost
#ODOPBatch6
#Nonfiksi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Rumahku Madrasah Pertamaku"

Judul Buku : Rumahku Madrasah Pertamaku (Panduan Keluarga Muslim dalam Mendidik Anak) Penulis : Dr. Khalid Ahmad Syantut Penerbit : Maskana Media (Imprint Pustaka Rumah Main Anak) Cetakan : kedua, Januari 2019 Jumlah Halaman : 184 halaman Pertama kali melihat iklan masa PO buku ini, saya langsung tertarik untuk memesannya. Saya memang senantiasa tertarik pada buku parenting . Ketidaksempurnaan dalam diri saya membuat saya ingin terus memperbaiki supaya kelak saya bisa mendidik anak-anak sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul inginkan. Setelah menunggu selama kurang lebih dua minggu, akhirnya buku ini berada di pelukan saya. Desain dan layout buku yang menarik membuat saya ingin segera membacanya. Kemudian, saya bacalah buku ini, mengalahkan tumpukan buku lain yang belum sempat terbaca. "Rumahku Madrasah Pertamaku" begitulah judul buku ini. Sesuai dengan judulnya, buku ini mengingatkan saya kembali tentang betapa berpengaruhnya lingkungan rumah terhadap karakter a...

Review: Smart Hafiz Mempersiapkan Si Kecil Anti Smartphone

Akhir-akhir ini sering saya lihat anak-anak sudah susah terlepas dari gawai. Gawai yang mereka pakai biasanya jenis smartphone. Tak hanya anak-anak, balita bahkan batita juga sering saya lihat mulai menggunakan barang elektronik ini. Bagi saya, hal tersebut kurang mendidik. Anak-anak terutama balita seharusnya bermain untuk melatih kemampuan motorik mereka. Anak-anak yang lebih besar seharusnya bisa membangun interaksi dengan teman sebaya maupun orang di sekitarnya, bukan bersifat antisosial. Nah., latihan kemampuan motorik dan membangun kemampuan sosial ini yang tidak ditemukan dalam smartphone. Anak-anak cenderung pasif ketika menggunakan sartphone. Apalagi jika smartphone tersebut terhubung dengan internet. Anak usia 3 tahun pun bisa mengakses Youtube dan berselancar mencari video-video yang disukainya. Jika sudah terlanjur demikian, anak akan susah disapih dari benda bernama smartphone ini. Ketika kita ingin menyapih anak dari smartphone tantangannya lebih besar dibanding...

Review Rumah Main Anak

Judul Buku : Rumah Main Anak Penulis : Julia Sarah Rangkuti Penyunting :  Rizka Azharini, S. Kep. Penyelaras Akhir : Tyas Choirunnissa, S. Hum. Tata Letak : Jogja Layouter Tim Desain Sampul : Dyna Fitria, S. Si. Diterbitkan oleh : Sahabat Sejati Publishing Jumlah Halaman Buku : 334 halaman Cetakan, Tahun Terbit : 5, September 2017 Apa itu Rumah Main Anak? Saya mengetahui buku ini sejak awal masuk di kelas Bunda Sayang, Ibu Profesional. Waktu itu ada seorang teman yang merekomendasikan buku RMA untuk teman bermain anak-anak. Saya langsung tertarik dan membeli buku RMA ini lengkap dengan RMA edisi kedua. RMA yang akan saya review adalah RMA 1. Pertama kali saya melihat buku ini, saya tertarik pada desain sampulnya. Desain sampul sederhana tapi elegan. Sampul kuning di buku RMA 1 ini membuat kesan ceria sesuai dengan isi buku. Bayi saya yang sudah jatuh cinta pafa pandangan pertama, begitu tertarik pada sampul maka saya pun langsung tertarik ingin seger...