Langsung ke konten utama

Generasi Literasi [3]


[...]
Aku terkaget-kaget ketika pertama kali memasuki kelas ini. Kelas ini terlalu amazing untukku yang baru seumur jagung mengajar di sekolah. Aku mendapati berbagai karakteristik siswa yang aneh dan ekstrim bagiku. Pertama kali aku menyapa mereka, sejenak mereka diam memperhatikanku. Tak sampai 10 menit berlalu mereka sudah kembali pada aktivitasnya. Mengacuhkanku begitu saja. Aku merutuk dalam hati. Sepanjang aku mengajar, aku tak pernah diperlakukan seperti ini. Ku coba mengatur nafas supaya tetap bersabar menghadapi mereka. Aku coba menenangkan mereka. Nihil. Suaraku tak ditanggapi.
Berbagai polah mereka benar-benar di luar dugaanku. Anak-anak berhamburan main perang-perangan. Lima belas anak laki-laki menggunakan semua peralatan yang ada sebagai senjata perang. Satu anak perempuan mendengungkan suara lebah secara terus menerus. Satu anak perempuan bermain kapur, menghancurkannya dan sibuk lari-lari mengotori teman-temannya yang sedang “berperang”. Untunglah, masih ada dua anak perempuan yang ku anggap normal duduk manis di tempat duduknya. Aku sedikit bersyukur. Masih ada yang bisa diandalkan.
Dengan terpaksa ku gunakan senjata pamungkasku. Menenangkan mereka dengan teriakan maut. Berhasil. Mereka sejenak terdiam. Aku suruh mereka duduk dan mendengarkanku bicara. Berhasil lagi. Mereka mau mendengarkanku bicara. Entah masuk atau tidak dalam telinga mereka, aku tak peduli. Aku hanya ingin segera menyelesaikan jam mengajar hari ini, kemudian pulang ke asrama dan tidur. Mereka telah berhasil menguras tenagaku di hari pertama.
Hari kedua masih sama. Mereka masih susah untuk diatur dan diajak belajar sebagaimana mestinya. Mereka masih sibuk dengan urusannya. Kali ini ditambah beberapa anak yang sibuk bolak balik keluar kelas untuk pergi ke toilet atau pergi mencari keran dan membasahi seluruh kepala mereka dengan air. Ketika aku bertanya mengapa mereka membasahi penuh kepala mereka. Dengan enteng mereka menjawab, karena kepanasan atau ngantuk. Duh... sepanjang aku duduk di bangku SD, aku tak menemukan teman-temanku seekstrim itu. Demikian pun, aku tetap mengajak mereka belajar. Belajar sekenanya. Belajar sedapatnya. Aku menggunakan energi penuh untuk mentransfer ilmu pada mereka dengan metode tradisional, ceramah dominan berteriak-teriak. Aku belum berani menggunakan model-model inovatif yang dulu ku pelajari selama kuliah. Terlalu riskan. Alhasil, aku selalu pulang dalam keadaan lemas dan dalam seminggu suaraku habis. Serak.[...]

#komunitasonedayonepost
#ODOP_6

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Rumahku Madrasah Pertamaku"

Judul Buku : Rumahku Madrasah Pertamaku (Panduan Keluarga Muslim dalam Mendidik Anak) Penulis : Dr. Khalid Ahmad Syantut Penerbit : Maskana Media (Imprint Pustaka Rumah Main Anak) Cetakan : kedua, Januari 2019 Jumlah Halaman : 184 halaman Pertama kali melihat iklan masa PO buku ini, saya langsung tertarik untuk memesannya. Saya memang senantiasa tertarik pada buku parenting . Ketidaksempurnaan dalam diri saya membuat saya ingin terus memperbaiki supaya kelak saya bisa mendidik anak-anak sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul inginkan. Setelah menunggu selama kurang lebih dua minggu, akhirnya buku ini berada di pelukan saya. Desain dan layout buku yang menarik membuat saya ingin segera membacanya. Kemudian, saya bacalah buku ini, mengalahkan tumpukan buku lain yang belum sempat terbaca. "Rumahku Madrasah Pertamaku" begitulah judul buku ini. Sesuai dengan judulnya, buku ini mengingatkan saya kembali tentang betapa berpengaruhnya lingkungan rumah terhadap karakter a...

Review: Smart Hafiz Mempersiapkan Si Kecil Anti Smartphone

Akhir-akhir ini sering saya lihat anak-anak sudah susah terlepas dari gawai. Gawai yang mereka pakai biasanya jenis smartphone. Tak hanya anak-anak, balita bahkan batita juga sering saya lihat mulai menggunakan barang elektronik ini. Bagi saya, hal tersebut kurang mendidik. Anak-anak terutama balita seharusnya bermain untuk melatih kemampuan motorik mereka. Anak-anak yang lebih besar seharusnya bisa membangun interaksi dengan teman sebaya maupun orang di sekitarnya, bukan bersifat antisosial. Nah., latihan kemampuan motorik dan membangun kemampuan sosial ini yang tidak ditemukan dalam smartphone. Anak-anak cenderung pasif ketika menggunakan sartphone. Apalagi jika smartphone tersebut terhubung dengan internet. Anak usia 3 tahun pun bisa mengakses Youtube dan berselancar mencari video-video yang disukainya. Jika sudah terlanjur demikian, anak akan susah disapih dari benda bernama smartphone ini. Ketika kita ingin menyapih anak dari smartphone tantangannya lebih besar dibanding...

Review Rumah Main Anak

Judul Buku : Rumah Main Anak Penulis : Julia Sarah Rangkuti Penyunting :  Rizka Azharini, S. Kep. Penyelaras Akhir : Tyas Choirunnissa, S. Hum. Tata Letak : Jogja Layouter Tim Desain Sampul : Dyna Fitria, S. Si. Diterbitkan oleh : Sahabat Sejati Publishing Jumlah Halaman Buku : 334 halaman Cetakan, Tahun Terbit : 5, September 2017 Apa itu Rumah Main Anak? Saya mengetahui buku ini sejak awal masuk di kelas Bunda Sayang, Ibu Profesional. Waktu itu ada seorang teman yang merekomendasikan buku RMA untuk teman bermain anak-anak. Saya langsung tertarik dan membeli buku RMA ini lengkap dengan RMA edisi kedua. RMA yang akan saya review adalah RMA 1. Pertama kali saya melihat buku ini, saya tertarik pada desain sampulnya. Desain sampul sederhana tapi elegan. Sampul kuning di buku RMA 1 ini membuat kesan ceria sesuai dengan isi buku. Bayi saya yang sudah jatuh cinta pafa pandangan pertama, begitu tertarik pada sampul maka saya pun langsung tertarik ingin seger...