Langsung ke konten utama

Day 9: Inspirasi Ibu


Memasuki hari kesembilan, saya menemukan ide dongeng setelah kemarin berkunjung ke RS. Sedikit cerita, Alula benar-benar manis ketika diperiksa. Ia tidak menunjukkan kerewelan atau apapun. Kecuali ketika diambil sampel darahnya, dia memang menangis keras sekali. Namun, setelah pengambilan sampel darah selesai, Alula dapat kembali ditenangkan dengan mudah. Bagian yang paling membuat saya terharu adalah ketika diperiksa dokter, Alula justru senyam senyum senang. Masyaa Allah.. Hal tersebut menjadi inspirasi saya untuk menyiapkan dongeng berkaitan dengan pengalaman bertemu dokter. Berikut adalah dongeng yang saya  siapkan untuk Alula.
***
Teman Cerita Lula: Dokter Doli yang Ramah
Sudah sejak tadi malam Cici mengeluh pada Mama Kelinci bahwa giginya sakit. Sampai pagi hari ternyata gigi Cici masih juga sakit dan badannya demam. Ia meminta pada Mama Kelinci supaya memberinya izin untuk tidak masuk sekolah. Mama Kelinci mengizinkan Cici untuk tidak masuk sekolah hari ini. Ia membuatkan semangkuk bubur bayam supaya Cici tetap makan dan tidak menambah sakit di giginya. Cici memakan sup bayam buatan Mama Kelinci walau giginya masih cenut-cenut. Ia tak tega menolak sarapan yang sudah susah payah dimasak Mama Kelinci. Seusai makan, Cici beristirahat kembali, menunggu Papa Kelinci pulang. Papa Kelinci hendak mengantar Cici bertemu dengan Dokter Doli Domba.
Menjelang siang Papa Kelinci sudah pulang. Ia mengantar Cici bertemu dengan Dokter Doli. Cici menunggu di ruang tunggu dengan takut-takut bersama Papa Kelinci.
“Pa.. gimana kalau gigi Cici dicabut?” tanya Cici pada Papa Kelinci. Ia merasa cemas sekali.
“Tennag, Sayang. Semuanya akan baik-baik saja. Lagipula cabut gigi itu tidak sakut,” jawab Papa Kelinci menenangkan. Cici mengangguk, walau ia masih cemas.
Tak berapa lama mereka masuk di ruang praktik Dokter Doli. Sepanjang pemeriksaan Dokter Doli selalu tersenyum. Berangsur-angsur Cici merasa lega. Kecemasannya perlahan menghilang.
“Oh.. jadi ini penyebab gigimu sakit dan demam. Ada gigi yang tumbuh namun tumbuhnya tidak sesuai. Lebih baik dicabut saja ya supa tidak semakin sakit?” tanya Dokter Doli seolah meminta persetujuan Cici. Cici menoleh pada Papa Kelinci. Papa Kelinci mengangguk mantap. Anggukan Papa Kelinci membuat Cici bersedia cabut gigi.
“Tenang.. gak sakit kok,” kata Dokter Doli lembut. Ia mencabut gigi Cici sambil bercerita pengalamannya ketika kecil. Cici senang sekali mendengar cerita Dokter Doli.
“Nah.. sudah selesai cabut giginya. Tak sakit kan?” tanya Dokter Doli begitu selesai mencabut gigi Cici.
“Iya, Dokter. Tidak terasa ternyata,” kata Cici senang.
“Nah., karena kamu sudah berani. Dokter ada hadiah untukmu,”. Dokter Doli mengulungkan setusuk buah potong yang dilumuri coklat beku. Hmm.. kelihatannya enak sekali. Cici menerima pemberian Dokter Doli dengan mantap. Ternyata Dokter Doli sangat baik dan ramah. Ia tak takut lagi pergi ke dokter.
***

Bagaimana reaksi Alula dengan dongeng kesembilan saya?
Kali ini saya mendongeng bukan menjelang jam tidur Alula. Saya mendongeng ketika siang hari. Begitu saya mendongeng Alula sejenak memperhatikan saya dengan ekspresi muka tenang. Mungkin Alula sedang berada dalam mood yang bagus sehingga ia mau mendengarkan. Saya merasa jauh lebih nyaman mendongeng ketika Alula dalam mood yang bagus. J


#Tantangan10Hari
#Level10
#KuliahBunsayIIP
#GrabYourImagination

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Rumahku Madrasah Pertamaku"

Judul Buku : Rumahku Madrasah Pertamaku (Panduan Keluarga Muslim dalam Mendidik Anak) Penulis : Dr. Khalid Ahmad Syantut Penerbit : Maskana Media (Imprint Pustaka Rumah Main Anak) Cetakan : kedua, Januari 2019 Jumlah Halaman : 184 halaman Pertama kali melihat iklan masa PO buku ini, saya langsung tertarik untuk memesannya. Saya memang senantiasa tertarik pada buku parenting . Ketidaksempurnaan dalam diri saya membuat saya ingin terus memperbaiki supaya kelak saya bisa mendidik anak-anak sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul inginkan. Setelah menunggu selama kurang lebih dua minggu, akhirnya buku ini berada di pelukan saya. Desain dan layout buku yang menarik membuat saya ingin segera membacanya. Kemudian, saya bacalah buku ini, mengalahkan tumpukan buku lain yang belum sempat terbaca. "Rumahku Madrasah Pertamaku" begitulah judul buku ini. Sesuai dengan judulnya, buku ini mengingatkan saya kembali tentang betapa berpengaruhnya lingkungan rumah terhadap karakter a...

Review: Smart Hafiz Mempersiapkan Si Kecil Anti Smartphone

Akhir-akhir ini sering saya lihat anak-anak sudah susah terlepas dari gawai. Gawai yang mereka pakai biasanya jenis smartphone. Tak hanya anak-anak, balita bahkan batita juga sering saya lihat mulai menggunakan barang elektronik ini. Bagi saya, hal tersebut kurang mendidik. Anak-anak terutama balita seharusnya bermain untuk melatih kemampuan motorik mereka. Anak-anak yang lebih besar seharusnya bisa membangun interaksi dengan teman sebaya maupun orang di sekitarnya, bukan bersifat antisosial. Nah., latihan kemampuan motorik dan membangun kemampuan sosial ini yang tidak ditemukan dalam smartphone. Anak-anak cenderung pasif ketika menggunakan sartphone. Apalagi jika smartphone tersebut terhubung dengan internet. Anak usia 3 tahun pun bisa mengakses Youtube dan berselancar mencari video-video yang disukainya. Jika sudah terlanjur demikian, anak akan susah disapih dari benda bernama smartphone ini. Ketika kita ingin menyapih anak dari smartphone tantangannya lebih besar dibanding...

Review Rumah Main Anak

Judul Buku : Rumah Main Anak Penulis : Julia Sarah Rangkuti Penyunting :  Rizka Azharini, S. Kep. Penyelaras Akhir : Tyas Choirunnissa, S. Hum. Tata Letak : Jogja Layouter Tim Desain Sampul : Dyna Fitria, S. Si. Diterbitkan oleh : Sahabat Sejati Publishing Jumlah Halaman Buku : 334 halaman Cetakan, Tahun Terbit : 5, September 2017 Apa itu Rumah Main Anak? Saya mengetahui buku ini sejak awal masuk di kelas Bunda Sayang, Ibu Profesional. Waktu itu ada seorang teman yang merekomendasikan buku RMA untuk teman bermain anak-anak. Saya langsung tertarik dan membeli buku RMA ini lengkap dengan RMA edisi kedua. RMA yang akan saya review adalah RMA 1. Pertama kali saya melihat buku ini, saya tertarik pada desain sampulnya. Desain sampul sederhana tapi elegan. Sampul kuning di buku RMA 1 ini membuat kesan ceria sesuai dengan isi buku. Bayi saya yang sudah jatuh cinta pafa pandangan pertama, begitu tertarik pada sampul maka saya pun langsung tertarik ingin seger...