Langsung ke konten utama

Membatasi Istilah Guru Sahabat Siswa



Apa yang kalian ingat dari perjalanan pendidikan saat kelas 6? Apa yang terbersit pada memori sekian tahun lalu ketika duduk di kelas 6? Ada banyak hal yang kemudian terlintas manakala kita membuka kembali kisah lama itu. Ada yang terkenang dengan riuhnya suasana kelas, kentalnya persahabatan selama 6 tahun, masa puber, persiapan ujian, dan guru kelasnya. Guru kelas 6 menjadi salah satu guru di SD yang paling terkenang sepanjang masa. Guru di jenjang ini memiliki peran yang cukup besar terhadap kelulusan siswa dan nama baik sekolah yang bersangkutan. Lantas bagaimana berkesannya perjalanan seorang guru kelas 6?

Sudah sejak tahun 2015, Irfan menjadi guru kelas 6 di sebuah desa yang terletak di kaki Gunung Sindoro, Kabupaten Temanggung. Ia otomatis dipercaya mengampu kelas 6 begitu ia menerima SK pengangkatan di sana. Meski baru 3 tahun berkiprah di kelas 6, tapi perjalanan prestasi anak didiknya terbilang sukses. Di tahun ajaran 2017/2018 ia berhasil mengantarkan sekolahnya menjadi peringkat pertama pada USBN se-kabupaten Temanggung. Pencapaian tersebut bukanlah perkara mudah mengingat SD tempat ia mengajar termasuk SD desa dengan kemampuan anak dan fasilitas yang terbatas.

Begitu ditanya tentang tips dan trik pengajarannya di sekolah, tak banyak yang bisa ia jelaskan.
"Saya tak punya banyak trik khusus. Intinya materi pembelajaran kelas 6 saya selesaikan di.semester 1. Semester berikutnya fokus pada pengulangan materi dan tryout," jelasnya ketika ditanya perihal tips mengajar. Agaknya cara ini cukup ekstrim karena siswa dijejalkan pada materi-materi ujian. Mereka dipaksa harus melahap materi satu tahun dengan kecepatan dua kali lipat supaya materi tersebut bisa selesai dalam waktu setengah tahun saja.
"Selama ini mereka asik-asik aja. Tidak terbebani. Mereka justru menjadi suka dan merindukan matematika. Justru ketika saya mengajar materi non ujian seperti Bahasa Jawa atau Keterampilan mereka justru lebih memilih belajar matematika," tandasnya mengkonfirmasi perihal beban belajar yang mungkin dialami siswanya.

Selama mengajar mata pelajaran yang digunakan untuk ujian, Irfan memang menerapkan metode pembelajaran yang berbeda. Ia menerapkan beberapa metode dan media selama mengajar disamping drilling soal. Ia matangkan dulu materi yang digunakan sebagai dasar ilmu seperti dasar perkalian, pembagian, menulis, dan membaca pemahaman. Menurutnya pematangan ilmu dasar ini sangat penting. Ibarat bangunan jika fondasinya kuat, bangunannya pun akan kuat.

Sampai di sini saya masih membayangkan betapa padatnya pembelajaran di kelas ini.
"Pembelajaran di kelas saya sebenarnya tidak padat. Justru saya sering hanya menasehati mereka kadang sampai 1,5 jam, ya semacam tausiah gitulah. Biasanya saya memberi ceramah kalau mereka baru saja melakukan kesalahan. Saya juga menyediakan waktu khusus untuk shalat Dhuha dan Dhuhur berjamaah. Jadi sebenarnya waktu pembelajaran saya cukup longgar," ungkapnya. Hal tersebut ternyata cukup mengena di hati siswa. Mereka tak ada yang absen ketika pembiasaan, pun tak ada yang berbicara begitu mereka diceramahi. Bahkan, pernah suatu kali Irfan terlambat datang ke sekolah. Umumnya anak SD masih berlarian ketika gurunya belum datang. Apa yang terjadi di kelas 6? Ternyata mereka sedang belajar sendiri. Membaca buku atau saling tanya jawab dengan temannya. Mereka mencontoh kebiasaan kakak kelasnya terdahulu. Saya sendiri merasa takjub, selama saya dulu menjadi guru, saya belum bisa mengondisikan siswa hingga benar-benar manut terhadap saya.

"Saya juga tidak tahu mengapa mereka sedemikian nurut dengan saya. Yang jelas mereka tidak suka membuat kesalahan di depan saya karena urusannya bisa panjang. Semua siswa saya bahkan adik kelas mereka pun berusaha menghindari kesalahan ketika ada saya," terangnya ketika saya bertanya kiat membuat siswa menjadi penurut. Figur pribadi sepertinya berpengaruh besar di sini. Irfan sendiri memang orang yang terkesan "galak" menurut beberapa orang. Sebenarnya mengarah ke tegas dan pemberian konsekuensi sehingga menimbulkan efek jera.

Saya kembali bertanya-tanya, sosok yang seperti ini apakah bisa disayangi siswanya?
"Saya kurang tahu pasti apakah mereka menyayangi saya atau tidak. Tapi bulan lalu mereka menyiapkan kejutan di hari ulang tahun saya. Mereka juga berkaca-kaca ketika kemarin saya tidak bisa mengikuti mereka piknik," jelasnya. Ia juga menambahkan bahwa seorang guru harus memiliki space dengan siswanya supaya siswa bisa lebih menghormati. Ada saatnya guru bersikap tegas, lucu, menyenangkan, wibawa, dan bercanda. Semuanya memiliki porsi dan batasan. Saat ini banyak keluhan tentang kurangnya sopan santun siswa terhadap gurunya. Siswa seolah menganggap guru sama dengan temannya. Hal ini kurang baik karena wibawa guru menjadi turun drastis, sementara ia bertanggung jawab mendidik.


Identitas Narasumber:
Ahmad Irfan Barokah - guru kelas 6 SDN Purborejo Kabupaten Temanggung
Prestasi:
- juara 2 lomba karya tulis ilmiah PGRI Kabupaten Temanggung tahun 2016
- juara harapan 3 lomba karya tulis ilmiah PGRI Kabupaten Temanggung tahun 2017
- peringkat 1 USBN tingkat Kabupaten Temanggung tahun pelajaran 2017/2018

#nonfiksi
#ODOPBatch6

Komentar

  1. Keren hasil wawancaranya. Tipsnya bisa ditiru guru lain walau dari desa.

    BalasHapus
  2. Aku belum dikerjain tantangan hasil wawancara

    BalasHapus
  3. Guru harus pintar memainkan peran pada porsinya masing-masing ya mbak.

    BalasHapus
  4. Mantap guru yg inspiratif dan berprestasi

    BalasHapus
  5. Masya Allah, ini narasumber dan pewawancaranya sama-sama keren 😊

    BalasHapus
  6. Tak kuduga jika ini tantangan mbak. Langsunh inget tugas sendiri hahahaaa

    BalasHapus
  7. Tak kuduga jika ini tantangan mbak. Langsunh inget tugas sendiri hahahaaa

    BalasHapus
  8. Keren mbak Desty, saya malah belum ngerjain

    BalasHapus
  9. Bisa jadi tips yg berguna sekali untuk para guru. Memang harus ada batasan yaa

    BalasHapus
  10. Jadi dapat referensi cara wawancara yang baik makasi mbaaaa

    BalasHapus
  11. Perlu banyakin guru kek begini nih, bikin murid jadi respek

    BalasHapus

Posting Komentar

Thank you for visiting... 😁😁

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Rumahku Madrasah Pertamaku"

Judul Buku : Rumahku Madrasah Pertamaku (Panduan Keluarga Muslim dalam Mendidik Anak) Penulis : Dr. Khalid Ahmad Syantut Penerbit : Maskana Media (Imprint Pustaka Rumah Main Anak) Cetakan : kedua, Januari 2019 Jumlah Halaman : 184 halaman Pertama kali melihat iklan masa PO buku ini, saya langsung tertarik untuk memesannya. Saya memang senantiasa tertarik pada buku parenting . Ketidaksempurnaan dalam diri saya membuat saya ingin terus memperbaiki supaya kelak saya bisa mendidik anak-anak sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul inginkan. Setelah menunggu selama kurang lebih dua minggu, akhirnya buku ini berada di pelukan saya. Desain dan layout buku yang menarik membuat saya ingin segera membacanya. Kemudian, saya bacalah buku ini, mengalahkan tumpukan buku lain yang belum sempat terbaca. "Rumahku Madrasah Pertamaku" begitulah judul buku ini. Sesuai dengan judulnya, buku ini mengingatkan saya kembali tentang betapa berpengaruhnya lingkungan rumah terhadap karakter a...

Review: Smart Hafiz Mempersiapkan Si Kecil Anti Smartphone

Akhir-akhir ini sering saya lihat anak-anak sudah susah terlepas dari gawai. Gawai yang mereka pakai biasanya jenis smartphone. Tak hanya anak-anak, balita bahkan batita juga sering saya lihat mulai menggunakan barang elektronik ini. Bagi saya, hal tersebut kurang mendidik. Anak-anak terutama balita seharusnya bermain untuk melatih kemampuan motorik mereka. Anak-anak yang lebih besar seharusnya bisa membangun interaksi dengan teman sebaya maupun orang di sekitarnya, bukan bersifat antisosial. Nah., latihan kemampuan motorik dan membangun kemampuan sosial ini yang tidak ditemukan dalam smartphone. Anak-anak cenderung pasif ketika menggunakan sartphone. Apalagi jika smartphone tersebut terhubung dengan internet. Anak usia 3 tahun pun bisa mengakses Youtube dan berselancar mencari video-video yang disukainya. Jika sudah terlanjur demikian, anak akan susah disapih dari benda bernama smartphone ini. Ketika kita ingin menyapih anak dari smartphone tantangannya lebih besar dibanding...

Review Rumah Main Anak

Judul Buku : Rumah Main Anak Penulis : Julia Sarah Rangkuti Penyunting :  Rizka Azharini, S. Kep. Penyelaras Akhir : Tyas Choirunnissa, S. Hum. Tata Letak : Jogja Layouter Tim Desain Sampul : Dyna Fitria, S. Si. Diterbitkan oleh : Sahabat Sejati Publishing Jumlah Halaman Buku : 334 halaman Cetakan, Tahun Terbit : 5, September 2017 Apa itu Rumah Main Anak? Saya mengetahui buku ini sejak awal masuk di kelas Bunda Sayang, Ibu Profesional. Waktu itu ada seorang teman yang merekomendasikan buku RMA untuk teman bermain anak-anak. Saya langsung tertarik dan membeli buku RMA ini lengkap dengan RMA edisi kedua. RMA yang akan saya review adalah RMA 1. Pertama kali saya melihat buku ini, saya tertarik pada desain sampulnya. Desain sampul sederhana tapi elegan. Sampul kuning di buku RMA 1 ini membuat kesan ceria sesuai dengan isi buku. Bayi saya yang sudah jatuh cinta pafa pandangan pertama, begitu tertarik pada sampul maka saya pun langsung tertarik ingin seger...