Sejak
kecil di rumah saya terbiasa tidak ada asisten rumah tangga (ART). Dulu, Ibu
biasa mengerjakan semua pekerjaan rumah sendiri sejak saya masih bayi hingga
sekarang. Tidak ada ART di rumah membuat saya terbiasa dengan pekerjaan rumah. Saya
juga bertumbuh menjadi seseorang yang agak susah percaya dengan pekerjaan orang
lain, mirip seperti Ibu saya. Sehingga saya memilih lelah, namun puas dengan
pekerjaan yang saya kerjakan. Walaupun saya tidak seperfeksionis Ibu dalam hal mendelegasikan pekerjaan rumah, namun
prinsip saya selama suatu pekerjaan dapat saya kerjakan sendiri maka tidak ada
pendelegasian.
Dalam
hal mengurus anak dan melakukan pekerjaan sehari-hari, saya terbiasa melakukan
semuanya sendiri. Hanya mncuci baju yang dibantu suami setiap pagi. Mesin cuci
ada sih di rumah, tapi rasanya kurang
bersih dan leboh boros air, sehingga mesin cuci hanya digunakan sebagai sarana
pengering saja. Urusan lain-lain semua dilakukan sendiri.
Dulu
ketika hamil, saya bisa mengatur waktu antara pekerjaan rumah dan me time. Saya bisa menyelesaikan
pekerjaan rumah dengan target waktu, sehingga semua pekerjaan rumah bisa
beres sebelum suami pulang. Begitu suami
pulang semua sudah rapi, termasuk saya pribadi, sudah wangi. Setelah punya
bayi, perlu sekali adanya perbaikan dalam mengatur waktu. Saya sering merasa
kerepotan membagi waktu antara menemani Alula atau mengerjakan pekerjaan rumah.
Saya
pernah benar-benar kerepotan mengurus rumah dan Alula dalam waktu bersamaan. Kemudian
lama-lama saya menemukan solusinya. Demi mengamankan semua hal, di waktu-waktu
tertentu saya melatih Alula untuk mandiri. Saya memberitahukan pada Alula
tentang saat-saat di mana saya tidak bisa menemaninya bermain. Ketika masih
belum bisa tengkurap, Alula saya taruh di bouncer.
Dia akan anteng di sana sampai
pekerjaan saya selesai. Saya bisa mencuci piring dan menyetrika secara tuntas.
Sekarang,
begitu Alula sudah mulai merangkak aktif dan sudah mulai makan, agak susah
membuatnya mandiri. Beberapa kali saya gagal menyelesaikan pekerjaan rumah
karena Alula minta ditemani. Setiap pagi saya dan Alula ricuh antara jadwal
makan dan bersih-bersih, nanti agak siangan ricuh dengan setrikaan. Demikian berlalu
hampir setiap hari.
Saya
merasa harus menemukan solusi untuk masalah ini. kadang Alula bad mood ketika didudukkan di stroller. Dia seperti paham bahwa dalam
waktu dekat ia tidak akan ditemani bermain. Saya berusaha mencari cara supaya
ia mau duduk di stroller dan akhirnya
ku temukan ide memberi Alula tutup gelas begitu ia hendak didudukkan di stroller. Jadi begitu ia hendak didudukkan,
saya pegangi tangannya dengan tutup gelas. Perhatiannya akan teralih ke tutup
gelas, sehingga Alula tidak berontak ketika didudukkan.
Begitu
Alula berhasil duduk, saya segera menyuapinya untuk sarapan. Pekerjaan ini
kadang melelahkan jika Alula sedang ogah-ogahan.
Begitu Alula selesai makan, saya mulai beberapa pekerjaan rumah di pagi
hari seperti menjemur pakaian dan mencuci piring. Alula tetap stay di stroller, karena agak membahayakan jika ia dibiarkan melantai. Maka
dengan kekuatan penuh, segera aku selesaikan pekerjaan rumah yang ada. Awalnya aku
beri pengertian pada Alula bahwa Ibu harus melakukan banyak pekerjaan, Alula
harus mandiri. Kalau ibu sudah selesai, Alula nanti ditemani main. Begitulah kira-kira
kata-kata yang saya gunakan untuk meminta pengertian Alula.
Alula
saya bekali dengan dua tutup gelas, sambil saya sesekali mengajaknya cerita
atau bernyanyi supaya Alula tidak bosan. Akhir-akhir ini Alula masih excited dengan tutup gelas. Ia adukan
dua tutup gelas terebut sehingga berbunyi nyaring. Sembari saya mencuci piring,
dia akan asyik dengan tutup gelasnya. Sayangnya (atau justru harus bersyukur),
Alula ini banyak ide. Begitu bosan memainkan dua tutup gelas, ia membuat
permainan baru yaitu sengaja menjatuhkan tutup gelas. Alula sengaja melemparkan
tutup gelas secara bergantian sehingga suara yang dihasilkan nyaring sekali. Setelah
dia berhasil melemparkan tutup gelas, kemudian saya memandangnya maka Alula
akan balas menatap saya dengan pandangan tak bersalah. Seolah-olah dia mau
bilang “tutupnya jatuh sendiri, Buk. Aku
tidak melakukan apa-apa,”. Antara geli dan gemas ketika Alula seperti itu. Begitu
tutup gelas dijatuhkan, saya akan mengambilkannya dan melanjutkan pekerjaan
kembali. Beberapa menit kemudian Alula akan menjatuhkannya kembali dan saya
mengambilkannya kembali. Demikian terus menerus sampai pekerjaan saya selesai.
Alula sudah mau mandiri, walau dia tetap saja cari perhatian.
Melatih
kemandirian Alula ini yang kadang berbenturan dengan egoisme saya. Di satu sisi
saya ingin pekerjaan rumah segera beres sambil momong Alula dengan dalih melatih kemandirian. Di sisi lain, Alula
belum bisa berlatih mandiri dalam waktu lama. Ia mudah sekali bosan. Kedua kondisi
ini kadang membuat Alula bad mood dan
nangis. Kalau sudah begini, ya terpaksa pekerjaan rumah tunda dulu asal Alula
tenang kembali.
#nonfiksi
#ODOPBatch6
Mantap
BalasHapusHebatttt luar biasaaaaa mba! Dengan segala uplek ngurus anak dan rumah secara mandiri, tetep bisa nulis sebegini bagussss! Kerennnn
BalasHapusLa iya to.
HapusBaca tulisannya saja serasa ikut riweh.
Di aku, Itu terjadi duapuluhempat tahun yang lalu. Membiasakan anak anak mandiri, nikmatnya di akhir mbak. Semangat mbak desty
Alulaaaa mbikin tante senyum2 sendiri baca tingkah, Dek 😂😂😂 (sok akrab amat ya nyebut tante 😂) semangat terus Mbak Des!!! 😁
BalasHapusUmur berapa mbak Alula?
BalasHapusKreatif ya Alula cari perhatian Ibu :)
BalasHapusNice mbak :)
BalasHapusSalut mbak masih bisa nulis, meski kerepotan mengurus rumah dan Alula
BalasHapus