Siapa yang tidak ingin mempunyai generasi shalih shalihah pecinta Al-Qur'an? Tentu semua orang tua menginginkan anak-anaknya tumbuh bersama Al-Qur'an. Generasi yang demikian tentu bisa menularkan semangat positif di lingkungan sekitarnya. Saat ini banyak kasus penurunan moral pada anak-anak. Moral anak mulai rusak dan tidak terkendali. Lihatlah.. Begitu banyak kasus kekerasan, tawuran antar pelajar, perploncoan, dan hal buruk lain yang dilakukan oleh anak-anak. Hal tersebut tentu bukan yang menjadi keinginan kita.
Di kesempatan kali ini penulis diberikan kesempatan untuk wawancara bersama Ustadz Kholiq. Ustadz Kholiq ini adalah pendiri Sekolah Karakter Imam Syafi'i (SKIS) Semarang. Ustadz Kholiq ini berbagi tentang kiat-kiat mendidik generasi pecinta Al-Qur'an. Ustadz Kholiq menyatakan bahwa dalam mendidik anak terdapat 4 fase. Fase tersebut meliputi: 1) usia 0-7 tahun masa emas penumbuhan karakter iman; 2) usia 7-10 tahun masa emas penumbuhan karakter belajar; 3) usia 10-baligh (14 tahun) masa emas penumbuhan karakter bakat; dan 4) setelah baligh seharusnya semua karakter telah tumbuh. Fase-fase tersebut menjadi titik-titik point penting untuk mendidik anak terutama pendidikan terkait moral dan karakter.
Pada usia awal, orang tua hendaknya tidak menarget anak untuk segera hafal Al-Qur'an. "Pembelajaran Al-Qur'an anak usia 0-7 tahun, targetnya adalah menumbuhkan rasa cinta kepada Al-Qur'an," ungkapnya. Rasa cinta perlu ditumbuhkan terlebih dahulu sebelum orang tua mengarahkan mereka untuk menghafalkan Al-Qur'an. Rasa cinta ini mendorong mereka untuk enjoy dalam menghafalkan Al-Qur'an kelak.
Dalam menciptakan rasa cinta anak-anak kepada Al-Qur'an, para orang tua dapat melakukan beberapa cara. "Pada anak usia di bawah 7 tahun orang tua bisa memulai dengan bercerita tentang kisah-kisah yang ada dalam Al-Qur'an. Ayah/bunda ketika bercerita diusahakan dengan membacakan mushaf Al-Qur'an. Setiap anak tertarik dengan cerita, karena cerita dari Alqur'an, maka imaji anak akan mengatakan bahwa Al-Qur'an itu asyik, banyak kisahnya. Sehingga diharapkan anak akan tertarik pula untuk bisa membaca sendiri dan menghafalnya kelak, yang mana karakter belajarnya ditumbuhkan setelah usia 7 tahun," jelas Ustadz Kholiq.
Penulis sendiri menyadari bahwa bercerita memang bisa menjadi cara yang efektif dan menyenangkan sebagai sarana belajar anak-anak. Melalui bercerita orang tua bisa mengemas nilai karakter secara halus sehingga anak tidak merasa jika ia sedang belajar. Kegiatan bercerita bisa lebih menyenangkan jika dibantu dengan media seperti boneka tangan atau boneka jari. Selain sebagai salah satu cara belajar, bercerita juga termasuk dalam kegiatan bermain anak.
"Selain melalui cerita, hal yang tak kalah penting adalah keteladanan. Anak merasa bahwa orang tua adalah pelindungnya, maka dia akan meniru apa yang dilakukan orangtuanya. Sering-sering memperlihatkan kepada anak ketika orangtua membaca atau belajar Al-Qur'an," tambah Ustadz Kholiq tentang kiat menumbuhkan rasa cinta anak terhadap Al-Qur'an.
Lagi-lagi masalah keteladanan. Memang keteladanan ini penting. Anak adalah peniru yang ulung. Ia akan meniru apa saja yang dilakukan orang tuanya tidak peduli benar atau salah. Apalagi anak usia di bawah 7 tahun, mereka benar-benar baru bisa meniru. Belum bisa membedakan benar dan salah.
Setelah berhasil menanamkan rasa cinta terhadap Al-Qur'an, orang tua juga harus memperhatikan tentang kesalahan-kesalahan yang mungkin dilakukan. Kesalahan ini justru berdampak buruk bagi anak. "Kesalahan pembelajaran Al-Qur'an pada anak usia 0-7 tahun yaitu anak dipaksa untuk segera bisa membaca sehingga anak tertekan dan stres. Mereka terburu-buru digegas hafalan, padahal anak tidak mau. Serta, kadang orang tua membandingkankan kemampuan membaca Al-Qur'an dengan anak lain," ungkap Ustadz Kholiq ketika penulis menanyakan kesalahan-kesalahan yang biasa dilakukan orang tua. "Kesalahan ini dapat menyebabkan kesan negatif pada anak bahwa belajar Al-Qur'an tidak asyik, bikin stress. sehingga dikhawatirkan anak akan benci Al-Qur'an," Ustadz Kholiq menambahkan penjelasannya.
Orang tua tak perlu terburu-buru memberi target pada anak di bawah usia 7 tahun. Jika mereka belum mau, orang tua hanya perlu mengarahkan. Bukan memaksa. Kecuali jika keinginan menghafal sudah tumbuh dari diri anak sendiri.
"Belajar membaca dan menghafal Al-Qur'an ada fasenya. Bagi anak usia 0-7 tahun karakter bakat masih pada taraf mengenal saja. Belum pada pengembangan bakat," terang Ustadz Kholiq. Beliau menekankan bahwa orang tua harus memahami fase belajar membaca dan menghafal Al-Qur'an.
"Urutan pendidikan karakter yaitu tumbuhkan karakter iman dahulu, kemudian karakter belajar, kemudian karakter bakat. Urut. Karakter bakat tumbuh tanpa karakter iman bisa merusak," ungkap Ustadz Kholiq memberi penekanan di akhir wawancara.
Menghafal Al-Qur'an termasuk dalam karakter bakat. Sebelum orang tua berusaha memunculkannya, terlebih dahulu anak harus memenuhi karakter iman. Maka orang tua harus berhati-hati dalam mendidik dan mengarahkan anak menghafal Al-Qur'an. Jangan sampai yang terjadi justru sifat merusak, bukan membangun.
Narasumber:
Nama : Kholik (Abdul Kholiq Junaidi)
1. Founder Sekolah Karakter Imam Syafi’I (SKIS) Semarang
2. Fasilitator HEbAT Semarang
3. Pengurus Komunitas Pendidikan Karakter Nabawiyah
4. Instruktur Nasional Kurikulum 2013
5. Guru sekolah Formal sejak 1989 - sekarang
6. Praktisi pendidikan Non Formal sejak 2004 – sekarang
Penulis Buku:
“Pendidikan Karakter Nabawiyah”
“Kurikulum Sekolah Karakter Islam”
#nonfiksi
#ODOPBatch6
Wah pantas saja sejalan dg pendidikan berbasis fitrah. Ternyata salah seorang fasilitator HEBAT juga narasumbernya. Berarti saya hrs lbh sering cerita ttg kisah teladan nabi dan kecintaan pada Allah ya mba Desty. Thanks for sharing ibuknda Alula 😊
BalasHapusSangat bernanfaat 👍
BalasHapusKeren mbak Desty sangat bermanfaat
BalasHapusBismillah.. mari kita didik anak generasi qurani..
BalasHapusKeren ini. Jgn memaksa menghapal.
BalasHapusWah, nice mbak
BalasHapusJangan memaksa, hasilnya tidak maksimal
BalasHapusTulisannya ngena banget mba
BalasHapusMba Desty keren banget wawancaranya, sukaaa ��
BalasHapusMantap di paksa itu enggak nyaman
BalasHapusMantep
BalasHapusYang bikin serba memaksa biasanya malah dari ego orang tua sendiri 🙈
BalasHapusTerima kasih sudah berbagi, Mbak.
BalasHapus