Profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga dapat diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif (Webstar dalam Kunandar, 2011:45). Sedangkan yang dimaksud profesionalisme adalah kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan yang berkaitan dengan mata pencaharian seseorang.
Secara sederhana pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang secara khusus disiapkan untuk itu, dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh orang lain yang karena tidak memperoleh pekerjaan lainnya. Kata-kata “dipersiapkan untuk itu” dapat diartikan melalui proses pendidikan atau dapat pula diartikan melalui proses latihan. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang harus dipenuhi oleh suatu pekerjaan yang bersifat profesi, maka semakin tinggi pula derajat profesi yang harus disandang oleh orang yang menggelutinya. Dengan kata lain, tinggi rendahnya pengakuan profesionalisme bergantung kepada keahlian dan tingkat pendidikan yang ditempuhnya.
Sudjana (dalam Paduppai, 2004) mengemukakan empat ciri pokok pekerjaan yang bersifat profesional, yakni: (1) dipersiapkan melalui proses pendidikan dan latihan secara formal, (2) mendapat pengakuan dari masyarakat, (3) adanya organisasi profesi, dan (4) mempunyai kode etik sebagai landasan dalam melaksanakan tugas. Apabila salah satu cirri pokok tersebut tidak memenuhi maka sebuah pekerjaan tidak dapat dikatakan sebagai pekerjaan profesi.
Selain memiliki ciri pokok tertentu, suatu pekerjaan dapat dikatakan professional apabila memenuhi beberapa persyaratan khusus. Persyaratan tersebut adalah sebagai berikut: 1) menuntut keterampilan berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam; 2) menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya; 3) menuntut tingkat pendidikan yang memadai; 4) memiliki kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakan; dan 5) memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan (Ali dalam Kunandar, 2011).
Seorang pendidik dapat dikatakan professional apabila pendidik tersebut dapat memahami dirinya sendiri. Seorang pendidik dituntut untuk terus mencari tahu dan terus menerus mau belajar. Apabila pendidik menemui siswa yang kesulitan maka timbul suatu perasaan untuk membantu siswa tersebut, bukan membiarkannya dalam ketidaktahuan. Pendidik harus senantiasa memahami dirinya sendiri, memiliki kemauan untuk belajar dan memperbaiki diri.
Profesionalisme yang dimiliki oleh seorang pendidik, dapat mencetak pendidik-pendidik yang visioner. Kelak pendidik di masa depan tidak hanya berperan sebagai pengajar (teacher) tetapi beralih sebagai pelatih (coach), pembimbing (counselor), dan manajer belajar (learning manager). Sebagai pelatih, pendidik senantiasa mendorong siswa untuk menguasai alat belajar, memotivasi siswa untuk bekerja keras dan mencapai prestasi setinggi-tingginya serta membantu siswa menghargai nilai belajar dan pengetahuan. Sebagai pembimbing, pendidik berperan sebagai sahabat siswa serta teladan dalam pribadi yang mengundang rasa hormat dan keakraban dari siswa. Sebagai manajer belajar, pendidik akan membimbing siswa untuk belajar, mengambil prakarsa, dan mengeluarkan ide-ide baik yang dimilikinya. Apabila peran-peran tersebut dapat dikuasai oleh pendidik secara optimal dan seimbang maka sistem pendidikan dapat berjalan secara ideal. Sistem pendidikan yang ideal dapat memunculkan berbagai ide inovatif dan kreatif dari siswa yang dapat mengantarkan pada peningkatan perkembangan peradaban bangsa.
Referensi:
Djumiran. 2008. Profesi Keguruan. Jakarta: Depdiknas.
Panduppai, Darwing. 2004. Profesionalisasi Guru: Antara Harapan dan Kenyataan.[Online]. Jurnal Alumni UNM Makassar: Makassar
#komunitasonedayonepost
#ODOP_6
Komentar
Posting Komentar
Thank you for visiting... 😁😁