Langsung ke konten utama

Homeschooling dan Perkembangan Sosial Anak



Anak-anak yang menempuh pendidikan melalui homeschooling tentu berbeda dengan anak-anak yang menempuh pendidikan formal. Pada sekolah formal, anak dapat bertemu dengan puluhan orang yang berbeda dalam satu hari sedangkan pada homeschooling anak hanya bertemu dengan sangat sedikit orang atau bahkan hanya dengan orang tuanya saja. Beberapa orang tua beranggapan bahwa dengan mempersempit pergaulan anak dengan banyak orang akan membuat anak lebih terlindungi dari efek negatif pergaulan sehingga dapat benar-benar fokus mengasah bakat dan prestasinya.

Kemampuan sosial anak menjadi bagian dari tahap perkembangan anak yang harus dilewati secara sempurna. Pada usia sekolah dasar yaitu rentang usia 7 – 12 tahun anak-anak harus benar-benar memahami lingkungan sosial sekitarnya supaya kelak menjadi seseorang yang peduli terhadap sekitar. Pada usia sekolah dasar anak mulai bergaul lebih banyak dengan teman-teman sebayanya. Pertemanan sebaya ini biasanya didasari oleh ketertarikan yang sama tentang suatu hal atau bisa juga karena kebiasaan yang sama. Anak mulai mengenal bagaimana karakteristik teman-teman yang berada di sekitarnya, mengenal siapa anak yang paling nakal, anak yang disenangi teman-temannya, anak yang pemalu, anak yang tidak sombong, dan sebagainya. Ketika anak sudah memahami karakteristik teman-teman di sekitarnya, maka ia akan beradaptasi berusaha menjadi seseorang yang bisa diterima di lingkungan sekitarnya. Adaptasi ini bisa memunculkan suatu perilaku positif maupun negatif. Jika anak berada dalam lingkungan pertemanan yang baik, maka anak akan menyesuaikan menjadi seseorang yang baik supaya diterima oleh teman lain. Demikian pula sebaliknya, apabila anak berada dalam lingkungan pertemanan yang kurang baik maka anak akan menyesuaikan menjadi seseorang yang kurang baik pula bergantung dengan penerimaan lingkungan sekitar.

Pada anak usia 7 – 12 tahun teman sebaya menjadi salah satu faktor yang penting dalam membentuk beberapa karakter. Teman sebaya dapat memberikan efek perubahan yang lebih besar dibandingkan dengan orang tua. Anak justru lebih sering membangkang ketika ia merasa dikekang dan merasa nyaman ketika bersama dengan teman-temannya. Rasa nyaman ketika bergabung bersama teman-temannya kemudian akan memunculkan sifat simpati dan rasa setia kawan yang tinggi. Rasa setia kawan ini kemudian memunculkan kelompok-kelompok pertemanan sesuai dengan interest mereka, karena pada usia ini anak-anak memang berada dalam tahap berkelompok.

Anak-anak yang bersekolah di sekolah formal memiliki ruang yang luas untuk mengembangkan dirinya dan menjadi yang terbaik dibandingkan dengan teman-teman lainnya. Untuk menjadi anak yang terbaik, maka diantara individu maupun kelompok terjadi sebuah persaingan/rival. Persaingan yang sehat dan sportif antara siswa satu dengan yang lainnya dapat memunculkan sifat-sifat seperti menghargai kelebihan orang lain, mau berusaha keras, kuat pendirian, dan sebagainya.

Pada anak-anak homeschooling, pergaulan mereka dengan teman sebaya sangat terbatas. Anak homeschooling masih bisa bergaul dengan teman sebayanya, namun tidak sebanyak dan serutin anak-anak sekolah formal yang hampir setiap hari bertemu dengan teman sebayanya. Novianti (2009) menyatakan bahwa pada anak homeschooling, relasi yang mereka jalindengan orang lain cenderung dalam jumlah relatif sedikit, namun lebih intim. Kesamaan minat membantu mereka menjalin relasi dengan baik. Pada anak-anak tertentu, lebih nyaman berelasi dengan satu dua orang daripada berelasi dengan banyak orang.  

Pada anak homeschooling, teman sebaya tidak berpengaruh banyak terhadap pembentukan sifat anak. Pembentukan sifat lebih dipengaruhi oleh orang tua atau pengajar homeschooling. Dampak positifnya anak dapat memiliki sifat yang ingin dibentuk oleh orang tua, dampak negatifnya anak akan merasa sungkan dan kesulitan beradaptasi dengan lingkungan baru serta kesulitan pula dalam memahami berbagai karakteristik orang. Dikarenakan pergaulan-nya yang terbatas, dimungkinkan kemampuan anak untuk survive dalam keadaan sosial yang buruk akan lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak sekolah formal yang sering dihadapkan pada masalah-masalah sosial.

Pergaulan yang terbatas juga menyebabkan anak dihadapkan pada situasi yang tidak beragam.  Situasi yang tidak beragam, dapat membuat beberapa kompetensi sosial seperti  bekerja dalam tim, saling memberikan motivasi, kesediaan menerima umpan balik, kesediaan mendengarkan kebutuhan orang lain kurang dapat diasah pada anak-anak homeschooling. Bimbingan orang dewasa, yang dalam hal ini adalah orangtua yang memang menginginkan hal yang terbaik untuk dipelajari oleh anaknya, tentu saja berbeda dengan situasi nyata ketika anak harus berinteraksi dengan teman sebayanya dalam berbagai seting, misalnya bermain, bekerja kelompok, berkompetisi olahraga, dan lain sebagainya. Kurangnya keragaman relasi anak homeschooling ini dapat menyebabkan hanya aspek tertentu saja dari perkembangan sosial yang terasah. Akibatnya mereka kurang kaya mengenal karakteristik orang lain.

Pada usia 7 – 12 tahun, anak berada dalam usia berkelompok.  Anak-anak bergaul dengan teman sebayanya kemudian saling menyesuaikan diri supaya dapat diterima oleh anggota kelompok yang lain. Hal tersebut dapat terjadi ketika anak bertemu dengan banyak  orang kemudian bergabung menjadi beberapa kelompok. Ketika sudah membentuk kelompok, maka satu sama lain dari anggota kelompok harus saling memahami dan menyesuaikan. Hal ini tidak ditemukan di kalangan anak homeschooling. Anak homeschooling tidak dapat berkelompok sebebas anak sekolah formal karena mereka hanya bertemu orang dalam jumlah yang sedikit. Walaupun demikian. anak homeschooling lebih mandiri dibandingkan dengan anak sekolah formal karena sebagian besar pembelajarannya memang individualistis, walaupun beberapa pembelajaran juga menerapkan pembelajaran kooperatif. Persaingan anak homeschooling tidak begitu terlihat seperti pada anak-anak sekolah formal. Mereka tidak bersaing secara luas seperti pada anak sekolah formal. Persaingan yang terjadi mungkin hanya dengan satu atau dua orang teman saja.



#komunitasonedayonepost
#ODOP_6

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Rumahku Madrasah Pertamaku"

Judul Buku : Rumahku Madrasah Pertamaku (Panduan Keluarga Muslim dalam Mendidik Anak) Penulis : Dr. Khalid Ahmad Syantut Penerbit : Maskana Media (Imprint Pustaka Rumah Main Anak) Cetakan : kedua, Januari 2019 Jumlah Halaman : 184 halaman Pertama kali melihat iklan masa PO buku ini, saya langsung tertarik untuk memesannya. Saya memang senantiasa tertarik pada buku parenting . Ketidaksempurnaan dalam diri saya membuat saya ingin terus memperbaiki supaya kelak saya bisa mendidik anak-anak sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul inginkan. Setelah menunggu selama kurang lebih dua minggu, akhirnya buku ini berada di pelukan saya. Desain dan layout buku yang menarik membuat saya ingin segera membacanya. Kemudian, saya bacalah buku ini, mengalahkan tumpukan buku lain yang belum sempat terbaca. "Rumahku Madrasah Pertamaku" begitulah judul buku ini. Sesuai dengan judulnya, buku ini mengingatkan saya kembali tentang betapa berpengaruhnya lingkungan rumah terhadap karakter a...

Mendidik dengan Cinta

Mendidik tak bisa serta merta. Mendidik adalah proses panjang yang melibatkan banyak komponen kompleks. Dalam mendidik diperlukan ilmu dan ilmu tersebut akan lebih bermakna jika disertai dengan cinta. Ya.. Mendidik perlu cinta, perlu keikhlasan dan kesabaran. Wujud cinta ini yang beragam, tergantung bagaimana orang tua mendefinisikan cinta bagi buah hati yang mereka didik. Tak ada satu pun orang tua di dunia ini yang tak mencintai anak-anaknya. Mereka mencintai anak-anak mereka dengan caranya. Terdapat beberapa pola asuh orang tua yang berhasil membawa anak-anak mereka menuju sukses. Ada pola asuh yang membawa anak-anak mereka untuk mampu berdikari. Bahkan ada pula orang tua yang sukar melepaskan genggaman perlindungannya pada sang anak. Mereka semua punya dasar yang sama, yaitu kecintaan terhadap anak-anak mereka. Lalu kecintaan seperti apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh anak-anak kita? Dalam mendidik generasi alfa, tantangan yang dihadapi demikian kompleks. Orang tua harus ma...

Review Rumah Main Anak

Judul Buku : Rumah Main Anak Penulis : Julia Sarah Rangkuti Penyunting :  Rizka Azharini, S. Kep. Penyelaras Akhir : Tyas Choirunnissa, S. Hum. Tata Letak : Jogja Layouter Tim Desain Sampul : Dyna Fitria, S. Si. Diterbitkan oleh : Sahabat Sejati Publishing Jumlah Halaman Buku : 334 halaman Cetakan, Tahun Terbit : 5, September 2017 Apa itu Rumah Main Anak? Saya mengetahui buku ini sejak awal masuk di kelas Bunda Sayang, Ibu Profesional. Waktu itu ada seorang teman yang merekomendasikan buku RMA untuk teman bermain anak-anak. Saya langsung tertarik dan membeli buku RMA ini lengkap dengan RMA edisi kedua. RMA yang akan saya review adalah RMA 1. Pertama kali saya melihat buku ini, saya tertarik pada desain sampulnya. Desain sampul sederhana tapi elegan. Sampul kuning di buku RMA 1 ini membuat kesan ceria sesuai dengan isi buku. Bayi saya yang sudah jatuh cinta pafa pandangan pertama, begitu tertarik pada sampul maka saya pun langsung tertarik ingin seger...