Siang hari mulai terik, Tania memutuskan untuk mampir ke sebuah swalayan sembari menunggu kedatangan Dion. Tania belum pernah bertemu dengan Dion. Ini adalah kali pertama mereka akan bertemu. Tania dan Dion janjian hendak makan siang bersama di sebuah rumah makan lesehan "Dapur Ndeso". Mereka janjian pukul 11.00, namun hingga menjelang pukul 11.30, Dion tak kunjung terlihat batang hidungnya. Sambil harap-harap cemas, Tania menunggu Dion sambil berkeliling swalayan. Ia tak henti-hentinya melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
Pukul 11.25 akhirnya Dion sampai di "Dapur Ndeso", tempat makan yang menjadi kesepakatan mereka untuk bertemu. Setelah mendapat telpon dari Dion, Tania segera melesat menuju tempat yang dijanjikan. Dalam perjalanan, ia tak henti-hentinya memikirkan respon Dion ketika bertemu langsung dengannya. Mungkinkah Dion akan kecewa? Mungkinkah setelah pertemuan ini komunikasi masih akan terus berjalan? Lagi-lagi Tania diliputi kecemasan sekaligus harapan.
Sampai di "Dapur Ndeso", Tania segera merapikan penampilannya. Ia tak ingin terlihat kacau di pertemuan mereka yang pertama. Tania berjalan melenggang menuju meja tempat Dion menunggu. Ia berusaha tidak terlihat gugup, mencoba menata langkah seanggun mungkin. Tania merasa harus berpenampilan sempurna di pertemuan pertama mereka.
Sampai di meja nomor 33, Tania berhenti dengan ragu. Ia masih memastikan laki-laki di meja itu adalah Dion.
"Maaf, Mas Dion ya?" Tania bertanya sedikit ragu. Laki-laki yang duduk di meja tersebut mengangguk. Tania tersenyum, berusaha menyembunyika kegugupannya.
"Maaf ya, Mas Dion jadi nunggu lama," kata Tania sembari duduk di hadapan Dion.
"Tak apa. Saya juga baru saja nyampe. Nih.. Pesan makanan dulu," timpal Dion sambil menyodorkan menu. Tania mengangguk. Ia mengambil menu dari tangan Dion dan mulai memilih menu.
Agak lama Tania dan Dion berbincang ringan. Tania terus berusaha bersikap seanggun mungkin supaya Dion tidak berpikiran buruk tentangnya. Ketika makan, Tania sanga berusaha supaya piring dan sendoknya tidak mengeluarkan bunyi. Ia mengingat semua pelajaran table manner yang pernah didapatkannya semasa SMP.
Sampai, tibalah saatnya untuk shalat Duhur. Azan mulai berkumandang. Tania segera beringsut, hendak bersiap shalat Duhur. Ia memang terbiasa shalat tepat waktu.
"Mas.. Shalat dulu yuk. Di sini ada mushola kan?" ajak Tania sambil berdiri mengambil mukena. Dion mengangguk. Ia mengikuti Tania yang sudah berjalan lebih dahulu di depannya. Mushola runa makan "Dapur Ndeso" ternyata cukup ramai. Beberapa menit kemudian, mereka selesai shalat Duhur. Tania dan Dion bersiap kembali ke meja mereka. Makan memang belum selesai, sehingga mereka harus kembali ke meja yang telah mereka pesan.
Di meja makan, Tania dan Dion kembali menikmati makan siang. Mereka sesekali bercerita tentang kesehariannya. Sampai di menit ini Tania merasa sukses menjaga sikap. Tiba-tiba ada seorang bapak-bapak menghampiri mereka. Gelagatnya cukup mencurigakan. Ia melongok-longok kolong meja seperti mencari sesuatu. Sampai di dekat kolong meja Tania dan Dion, bapak tersebut justru berjongkok lebih lama. Tentu saja Tania merasa risih. Ia pikir bapak itu gila.
"Mbak.. Boleh lihat kakinya?" tanya Bapak itu semakin mendekati Tania. Tania heran. Mukanya merah. Bapak itu benar-benar datang di waktu yang salah. Tania melihat Dion menatapnya heran. Tania semakin salah tingkah. Ia pura-pura tak memedulikan Bapak itu. Namun, Bapak itu justru semakin mendekati Tania. Tania bergidik ngeri. Sorot matanya meminta bantuan pada Dion. Alih-alih membantu, Dion justru menaruh curiga.
Merasa tidak dipedulikan Bapak itu nekat mendekati meja Tania.
"Mbak.. Sandal yang mbak pakai itu sandal saya. Boleh saya minta kembali?" tanya Bapak itu sambil menunjuk kaki Tania. Tania tersontak kaget. Ia segera memeriksa kakinya. Benar saja, ia tidak makai sandalnya sendiri. Tania gugup. Ia sungguh malu.
"Oh.. Maaf, Pak. Saya tidak sengaja," kata Tania sambil mengulurkan sandal "pinjamannya".
Melihat kejadian itu, Dion tak sanggup menahan tawa. Setelah Bapak itu pergi, tawa Dion meledak. Ia tak habis pikir dengan Tania. Tania malu setengah mati. Ia segera beranjak menuju mushola untuk mencari sandalnya. Namun, hasilnya nihil. Ternyata sandalnya sudah tidak di tempat. Ia kembali ke meja dengan lunglai. Kakinya tanpa alas. Dion semakin tertawa melihat kegagalan Tania mencari sandal. Tania malu bukan kepalang, niatnya menjaga sikap seanggun mungkin gagal sudah.
#tantanganodop5
#onedayonepost
#ODOPbatch6
#fiksi
Komentar
Posting Komentar
Thank you for visiting... 😁😁