Langsung ke konten utama

Pergeseran Cita-cita Generasi Alfa



Mungkin masih ada yang bertanya-tanya tentang apa dan bagaimana generasi alfa tersebut. Sebelumnya kita telah mengenal generasi X, Y, dan Z. Sekarang adalah masa setelah tiga generasi tersebut. Sebenarnya generasi X, Y, Z maupun alfa memiliki persamaan yaitu sama-sama generasi yang mengenal internet, hanya beda di usia pertama kali mereka mengenal internet. Jika pada generasi Z, mereka mengenal internet sejak kanak-kanak. Pada generasi alfa, mereka mengenal internet bahkan semenjak mereka dilahirkan. Mereka begitu dekat dengan dunia cyber. Generasi alfa ini dimulai pada anak-anak yang lahir di atas tahun 2010.
Akses informasi luas yang tersaji pada generasi alfa membuat mereka dikatakan generasi paling cerdas secara kognitif. Kelebihan yang dimiliki oleh generasi alfa ini bisa jadi bumerang apabila kita sebagai orang tua kurang tepat dalam mendidik mereka. Jangan sampai dengan kecerdasan kognitif yang mereka capai, generasi ini justru menjadi generasi yang "menuhankan" ilmu pengetahuan. Padahal ada yang Maha Ilmu, yang memiliki semua ilmu yaitu Allah Swt.

Jika kita membandingkan generasi alfa dengan generasi kita (generasi orang tuanya) agaknya memiliki salah satu perbedaan signifikan yaitu dalam hal cita-cita. Saya ingat betul, ketika masih kecil cita-cita saya begitu tinggi dan idealis yaitu menjadi dokter. Kala itu cita-cita identik dengan pekerjaan-pekerjaan keren seperti dokter, astronaut, tentara, guru, pilot, polisi, dan pekerjaan terkenal lainnya. Pakaian pekerjaan tersebut juga sering digunakan sebagai pakaian karnaval ketika TK. Oleh karena itu, terciptalah mindset bahwa cita-cita yang keren adalah tercapainya pekerjaan-pekerjaan tersebut. Demikian pula dengan pola pikir orang tua waktu itu, mereka turut andil memperkuat mindset kita. Dulu sering kita dengar orang tua mengatakan "sekolah sing pinter ya, Nduk. Ben dadi dokter" (sekolah yang pintar supaya menjadi dokter). Begitulah generasi saya dan orang tua saya memandang tentang sebuah cita-cita.

Saat ini, ketika saya menjadi orang tua, paradigma cita-cita menjadi bergeser. Cita-cita bukan lagi semata tentang pekerjaan, namun lebih daripada itu yaitu menjadi hafidz/hafidzah atau penghafal Al-Qur'an. Ketika saya masih kecil, tak pernah terlintas dalam pikiran saya maupun orang tua saya tentang hafidz/hafidzah. Pengetahuan saya tentang hafidz/hafidzah baru-baru ini saja saya pelajari. Dan yang saya ingat betul, seorang penghafal Al-Qur'an pasti akan dijaga Allah di manapun ia berada, semua urusan duniawinya akan dimudahkan. Seorang penghafal Al-Qur'an kelak akan memakaikan mahkota untuk kedua orang tuanya. Hal tersebut membuat pandangan saya tentang cita-cita berubah. Bukan pekerjaan duniawi dulu yang dicari, namun Allah dulu yang didekati. Salah satu caranya adalah dengan menjaga kitabnya.

Semakin banyaknya tayangan kehebatan para hafidz/hafidzah baik di TV maupun Youtube membuat semakin banyak orang tua yang menginginkan anaknya menjadi penghafal Al-Qur'an. Mereka melakukan berbagai upaya demi memberikan stimulus terbaik supaya anaknya bisa menghafal Al-Qur'an dengan optimal. Upaya tersebut bisa dengan cara menyekolahkan anak di pesantren atau sekolah tahfiz, rutin murojaah di rumah, atau memberikan mainan yang menunjang hafaln seprti smart hafiz atau hafiz doll. Sudah banyak orang tua yang rela mengeluarkan yang lebih demi menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah tahfiz atau pesantren khusus.

Generasi alfa berada di era ini. Degradasi moral di lingkungan yang semakin memprihatinkan membuat orang tua merasa perlu membentengi anak. Salah satu caranya adalah menjadikan mereka hafidz/hafidzah. Mengapa? Karena betapa keras dan protektif apapun kita menjaga anak, kita tetap punya cela, berbeda jika Allah yang jaga. Supaya Allah menjaga anak-anak kita dari pengaruh lingkunga yang makin buruk, maka kita perlu menjaga kepunyaan Allah yaitu Al-Qur'an. Marilah kita didik generasi alfa sebagai generasi yang tak hanya cerdas kognitif, namun juga generasi Qur'ani.


#nonfiksi
#ODOPBatch6

Komentar

  1. Generasi alfa harus dijaga dengan baik. Orang tua sangat besar pengaruhnya dalam pembentukan pribadi generasi alfa

    BalasHapus
  2. Semoga Allah SWT, selalu menjaga anak-anak kita dari pengaruh buruk akibat kondisi lingkungan yang semakin memprihatinkan ya mbak

    BalasHapus
  3. Amin. Alangkah lebih super lagi jika tak sekedar hafal namun paham esensinya serta diaplikasikan sesuai dengan usia anak tersebut. Hafal belum tentu paham namun paham biasanya hafal. Pemahaman sepertinya lebih utama daripada hafalan.

    BalasHapus
  4. Mantap.
    Hafidz & Hafidzah yang melek digital akan lebih keren sepertinya 👍😉

    BalasHapus
  5. Nah ini mbaa, kudu perlu diarahin, kalau enggak nanti kebanyakan malah jadi yutuber wkwkwk

    BalasHapus
  6. Speechless ibuknda Alula, semoga anak2ku jg bisa jadi Hafizh dan Hafizhah 😊

    BalasHapus
  7. Menurut saya, diarahkan itu perlu tapi selebihnya biarkan anaknya berkarya sesuai bakat alami

    BalasHapus

Posting Komentar

Thank you for visiting... 😁😁

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Rumahku Madrasah Pertamaku"

Judul Buku : Rumahku Madrasah Pertamaku (Panduan Keluarga Muslim dalam Mendidik Anak) Penulis : Dr. Khalid Ahmad Syantut Penerbit : Maskana Media (Imprint Pustaka Rumah Main Anak) Cetakan : kedua, Januari 2019 Jumlah Halaman : 184 halaman Pertama kali melihat iklan masa PO buku ini, saya langsung tertarik untuk memesannya. Saya memang senantiasa tertarik pada buku parenting . Ketidaksempurnaan dalam diri saya membuat saya ingin terus memperbaiki supaya kelak saya bisa mendidik anak-anak sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul inginkan. Setelah menunggu selama kurang lebih dua minggu, akhirnya buku ini berada di pelukan saya. Desain dan layout buku yang menarik membuat saya ingin segera membacanya. Kemudian, saya bacalah buku ini, mengalahkan tumpukan buku lain yang belum sempat terbaca. "Rumahku Madrasah Pertamaku" begitulah judul buku ini. Sesuai dengan judulnya, buku ini mengingatkan saya kembali tentang betapa berpengaruhnya lingkungan rumah terhadap karakter a...

Mendidik dengan Cinta

Mendidik tak bisa serta merta. Mendidik adalah proses panjang yang melibatkan banyak komponen kompleks. Dalam mendidik diperlukan ilmu dan ilmu tersebut akan lebih bermakna jika disertai dengan cinta. Ya.. Mendidik perlu cinta, perlu keikhlasan dan kesabaran. Wujud cinta ini yang beragam, tergantung bagaimana orang tua mendefinisikan cinta bagi buah hati yang mereka didik. Tak ada satu pun orang tua di dunia ini yang tak mencintai anak-anaknya. Mereka mencintai anak-anak mereka dengan caranya. Terdapat beberapa pola asuh orang tua yang berhasil membawa anak-anak mereka menuju sukses. Ada pola asuh yang membawa anak-anak mereka untuk mampu berdikari. Bahkan ada pula orang tua yang sukar melepaskan genggaman perlindungannya pada sang anak. Mereka semua punya dasar yang sama, yaitu kecintaan terhadap anak-anak mereka. Lalu kecintaan seperti apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh anak-anak kita? Dalam mendidik generasi alfa, tantangan yang dihadapi demikian kompleks. Orang tua harus ma...

Review Rumah Main Anak

Judul Buku : Rumah Main Anak Penulis : Julia Sarah Rangkuti Penyunting :  Rizka Azharini, S. Kep. Penyelaras Akhir : Tyas Choirunnissa, S. Hum. Tata Letak : Jogja Layouter Tim Desain Sampul : Dyna Fitria, S. Si. Diterbitkan oleh : Sahabat Sejati Publishing Jumlah Halaman Buku : 334 halaman Cetakan, Tahun Terbit : 5, September 2017 Apa itu Rumah Main Anak? Saya mengetahui buku ini sejak awal masuk di kelas Bunda Sayang, Ibu Profesional. Waktu itu ada seorang teman yang merekomendasikan buku RMA untuk teman bermain anak-anak. Saya langsung tertarik dan membeli buku RMA ini lengkap dengan RMA edisi kedua. RMA yang akan saya review adalah RMA 1. Pertama kali saya melihat buku ini, saya tertarik pada desain sampulnya. Desain sampul sederhana tapi elegan. Sampul kuning di buku RMA 1 ini membuat kesan ceria sesuai dengan isi buku. Bayi saya yang sudah jatuh cinta pafa pandangan pertama, begitu tertarik pada sampul maka saya pun langsung tertarik ingin seger...