Langsung ke konten utama

Aturan Ketat Bagi Alula



Menonton TV bisa dikatakan sebagai hal yang luar biasa bagiku sekeluarga. Aku sudah terbiasa jarang menonton TV sejak masih SMA karena sudah kos, sementara di kos tidak ada TV. Kebiasaan tersebut berlanjut hingga kuliah, sehingga membuatku tak terbiasa lagi menonton TV. Demikian pula setelah aku punya rumah sendiri, di rumah kami tidak ada TV. Di samping karena belum sempat beli TV, suami juga bukan penggemar TV. Jadilah klop, keluarga kami tidak bergantung pada TV. Kebiasaan tersebut yang kemudian secara tidak sengaja saya turunkan kepada Alula.

Semenjak hamil Alula, saya tidak pernah menonton TV. Hanya sekali dua kali ketika kebetulan berkunjung ke rumah mertua. Kegiatan saya di rumah hanya seputar memasak, membersihkan rumah, menyetrika baju, membaca buku, menulis, dan melakukan beberapa pekerjaan rumah lainnya. Aku sama sekali tidak kepikiran atau berniat menonton TV. Jika kebetulan ingin menonton sesuatu, aku dan suami cukup menonton film melalui laptop menjelang jam tidur malam. Kebiasaan tersebut terasa cukup bagi kami sampai hari kelahiran Alula.

Setelah Alula lahir, kami menumpang sementara di rumah Ibu, karena aku masih butuh bantuan mengurus bayi. Sampai Alula usia 7 bulan, kami masih belum kembali ke rumah karena beberapa alasan. Ketika Alula berumur 6 bulan, aku mulai bekerja. Pekerjaanku memang tidak padat, hanya mengajar selama sehari saja. Namun, tetap saja aku membutuhkan seseorang untuk menjaga Alula sementara aku bekerja. Jadilah, kami memutuskan masih menumpang karena kami kesulitan mencari orang yang bisa menjaga Alula.

Kami memang sengaja menghindarkan Alula dari TV dan gawai. Kebetulan orang yang menjaga Alula ketika aku mengajar juga tidak ketergantungan TV dan gawai. Di rumah ibu pun, jarang ada orang yang menonton TV. Alula benar-benar belum terjamah dengan tontonan-tontonan layar kaca. Pun demikian dengan gawai. Kami tidak mengenalkan Alula dengan gawai. Terkadang Alula terlihat tertarik ketika aku atau ayahnya memegang gawai. Ia menggapai-gapai ingin mengambil gawai yang kami pegang. Sontak, ku sembunyikan gawai di belakang punggung hingga ia tak melihatnya. Gawai tersebut ku tinggalkan dan beralih menemani Alula bermain, supaya ia lupa pada keinginannya memegang gawai.

Mungkin aku terkesan kolot dan kaku dengan pembiasaan tersebut. Terkadang ku temukan Alula begitu tertarik dengan kedua benda tersebut. Pernah suatu ketika, Alula diajak ke rumah tetangga. Di rumah tetangga sedang ada TV yang menyala, Alula sangat penasaran dan terheran-heran dengan TV tersebut. Hanya sebentar ia sempat melihat TV, saya kemudian mengalihkan pandangannya.

Aturan tersebut kadang memang membuatku repot sendiri. Alula termasuk anak yang aktif luar biasa. Dia cepat bosan dengan mainannya. Hanya beberapa menit ia berhasil asyik dengan mainannya, kemudian dia akan beralih mencari hal menarik lainnya. Hal ini membuatku harus ekstra sabar ketika menemaninya. Apalagi jika bersamaan dengan aktivitasku mengerjakan pekerjaan rumah, kadang menyetrika baju baru dapat 3 potong baju, Alula sudah merangkak membuat berantakan pakaian, atau mencari kabel, atau ngompol dan sebagainya. Demikian itu membuat pekerjaanku membutuhkan tenaga dua kali lipat lebih besar.

Jika Alula diberikan gawai atau diperlihatkan video-video, mungkin saja ia bisa lebih anteng. Tapi aku merasa sayang mengenalkan gawai atau TV terlalu dini. Selain berbahaya untuk matanya, aku tak ingin Alula menjadi kecanduan dan antisosial. Aku ingin mengoptimalkan perkembangan motorik kasar, motorik halus, serta perkembangan bahasanya. Daripada nanti susah “menyapih” Alula dari kecanduan TV atau gawai. Lebih baik tidak dikenalkan sama sekali di umurnya yang belum ada setahun ini.


#nonfiksi
#ODOPBatch6



Komentar

  1. Setuju mba, saya juga kurang sependapat ketika orang tua memberikan gawai ke anak masih balita

    BalasHapus
  2. Jikalau pun diberi Gawai, perlu pengawasan ekstra karena banyak konten yg kurang pas untuk balita

    BalasHapus
    Balasan
    1. lebih baik no screen mas untuk bayi usia di bawah dua tahun

      Hapus
  3. Bener mbak... mainan anak2 balita adalah tubuh ibunya... lupa siapa yang bilang itu 😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mbak. Aku masih belajar sih.. kadang kurang sabar juga.. hihi

      Hapus
  4. Hebat mbak. Di jaman seperti ini pasti sulit sekali menghindarkan anak anak dari benda benda itu

    BalasHapus
  5. Saluuut banget mbaa, akupun masih suka kecolongan sama nenek dan ontinya yg suka kasih video ke si kecil hiks 😥

    BalasHapus

Posting Komentar

Thank you for visiting... 😁😁

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Rumahku Madrasah Pertamaku"

Judul Buku : Rumahku Madrasah Pertamaku (Panduan Keluarga Muslim dalam Mendidik Anak) Penulis : Dr. Khalid Ahmad Syantut Penerbit : Maskana Media (Imprint Pustaka Rumah Main Anak) Cetakan : kedua, Januari 2019 Jumlah Halaman : 184 halaman Pertama kali melihat iklan masa PO buku ini, saya langsung tertarik untuk memesannya. Saya memang senantiasa tertarik pada buku parenting . Ketidaksempurnaan dalam diri saya membuat saya ingin terus memperbaiki supaya kelak saya bisa mendidik anak-anak sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul inginkan. Setelah menunggu selama kurang lebih dua minggu, akhirnya buku ini berada di pelukan saya. Desain dan layout buku yang menarik membuat saya ingin segera membacanya. Kemudian, saya bacalah buku ini, mengalahkan tumpukan buku lain yang belum sempat terbaca. "Rumahku Madrasah Pertamaku" begitulah judul buku ini. Sesuai dengan judulnya, buku ini mengingatkan saya kembali tentang betapa berpengaruhnya lingkungan rumah terhadap karakter a...

Mendidik dengan Cinta

Mendidik tak bisa serta merta. Mendidik adalah proses panjang yang melibatkan banyak komponen kompleks. Dalam mendidik diperlukan ilmu dan ilmu tersebut akan lebih bermakna jika disertai dengan cinta. Ya.. Mendidik perlu cinta, perlu keikhlasan dan kesabaran. Wujud cinta ini yang beragam, tergantung bagaimana orang tua mendefinisikan cinta bagi buah hati yang mereka didik. Tak ada satu pun orang tua di dunia ini yang tak mencintai anak-anaknya. Mereka mencintai anak-anak mereka dengan caranya. Terdapat beberapa pola asuh orang tua yang berhasil membawa anak-anak mereka menuju sukses. Ada pola asuh yang membawa anak-anak mereka untuk mampu berdikari. Bahkan ada pula orang tua yang sukar melepaskan genggaman perlindungannya pada sang anak. Mereka semua punya dasar yang sama, yaitu kecintaan terhadap anak-anak mereka. Lalu kecintaan seperti apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh anak-anak kita? Dalam mendidik generasi alfa, tantangan yang dihadapi demikian kompleks. Orang tua harus ma...

Review Rumah Main Anak

Judul Buku : Rumah Main Anak Penulis : Julia Sarah Rangkuti Penyunting :  Rizka Azharini, S. Kep. Penyelaras Akhir : Tyas Choirunnissa, S. Hum. Tata Letak : Jogja Layouter Tim Desain Sampul : Dyna Fitria, S. Si. Diterbitkan oleh : Sahabat Sejati Publishing Jumlah Halaman Buku : 334 halaman Cetakan, Tahun Terbit : 5, September 2017 Apa itu Rumah Main Anak? Saya mengetahui buku ini sejak awal masuk di kelas Bunda Sayang, Ibu Profesional. Waktu itu ada seorang teman yang merekomendasikan buku RMA untuk teman bermain anak-anak. Saya langsung tertarik dan membeli buku RMA ini lengkap dengan RMA edisi kedua. RMA yang akan saya review adalah RMA 1. Pertama kali saya melihat buku ini, saya tertarik pada desain sampulnya. Desain sampul sederhana tapi elegan. Sampul kuning di buku RMA 1 ini membuat kesan ceria sesuai dengan isi buku. Bayi saya yang sudah jatuh cinta pafa pandangan pertama, begitu tertarik pada sampul maka saya pun langsung tertarik ingin seger...