Beberapa menit kemudian, Ammar menghampiri ibunya dengan
wajah berseri-seri sambil membawa baskom berisi air. Ia menaruh baskom tersebut
di dekat kaki ibunya dan mulai membasuh kaki ibunya dengan lembut. Bau airnya
wangi sekali, entah pewangi siapa yang sudah ditumpahkan di dalam baskom Ammar.
Ibuk dan Ayah berpandangan, heran dengan perilaku anaknya.
“Kamu ngapain, nak.
Ibuk bisa cuci kaki sendiri,” Ibuk menyuruh Ammar berdiri. Ammar tetap tidak
bergeming dari kegiatannya.
“Kata Pak Ustadz Affan tadi sore, surga ada di
telapak kaki ibu. Ammar pengen surganya Ammar wangi dan bersih, makanya mulai
sekarang Ammar harus rajin bersihin kakinya Ibuk,
” Ammar menjawab dengan
polosnya. Ibuk dan Ayah berusaha menahan tawa demi menghargai pendapat anaknya
yang polos.
“Coba Ayah tanya dulu, tadi ketika Ustadz Affan ceramah Ammar
mendengarkan dengan baik atau sambil mainan?” tanya Ayah.
“Hmmm...
mendengarkan, Yah. Tapi sempat bikin pesawat-pesawatan sama Gio,” Ammar
menghentikan kegiatannya sejenak sambil mengingat-ingat.
“Ohh... Pantas saja.
Sudah cuci kaki Ibuknya, Ayah mau bicara sebentar sebelum azan Isya,” Ayah
mengisyaratkan Ammar untuk duduk. Ammar menurut dengan perkataan ayahnya.
“Anakku., memang benar surga ada di telapak kaki ibu. Namun, bukan berarti
dengan kita membersihkan kaki ibu kemudian kita mendapatkan surga,
pengertiannya tidak seperti itu, Nak. Surga di telapak kaki ibu berarti Ammar
sebagai anak harus menghormati dan menyayangi Ibuk, menurut dengan kata-kata
Ibuk, berkata sopan kepada Ibuk, selalu membuat Ibuk bahagia dan bangga. Jangan
sampai Ibuk bersedih karena tingkah lakumu, Nak. Mengerti?” Ayah menatap mata
Ammar. Ammar menganggukkan kepala.
“Tapi membasuh kaki Ibuk juga boleh kan,
Yah?” Ammar masih berusaha teguh pada pendapatnya.
“Boleh.., tapi yang utama
adalah apa yang Ayah katakan tadi,” Ayah menekankan.
“Baiklah, Ayah,”. Ibuk
tersenyum sambil mengusap kepala Ammar.
“Lain kali ketika ada orang berbicara,
didengarkan dengan baik ya, Nak?. Kalau sambil mainan dengarnya jadi
separo-separo,”.
“Maafkan Ammar, Buk,” Ammar merasa bersalah teringat
perilakunya tadi sore ketika mengaji.
“Yuk.. sekarang wudhu dan ke masjid untuk
shalat Isya,” Ayah menuntun Ammar untuk mengambil wudhu. [Selesai]
wah ini cerbung kah??
BalasHapusCerbung dua bagian doank.. hehe
BalasHapusMasih pendek-pendek nih nulisnya,,