BALUTAN SYUKUR
DALAM DRAMA
Oleh: Desty Putri
Aku kira menjadi ibu
adalah perkara mudah. Aku melihat banyak ibu seperti tiada masalah yang berarti.
Santai.. Selow.. Dan semua berjalan apa adanya mengikuti arus. Mereka terlihat
biasa saja di balik kerepotan mengurus bayi. Kemudian.. Bagaimana denganku? Aku
seperti sedang bermain dalam sebuah film. Adegan demi adegan seperti potongan
drama dalam sebuah film.
***
Drama pertama menuju gelar ibu
adalah awal kehamilan yang tak biasa, bahkan sempat didiagnosis hamil di luar
kandungan. Setelah mencari second
opinion, alhamdulillah diagnosis itu salah. Allah masih bersamaku dan
mengizinkanku hamil. Di tengah kehamilan sempat tekanan darah mendadak tinggi
hingga 160/90 mmHg. Aku
harus rutin cek tensi dan protein urin untuk memastikan tidak terjadi pre eklamsia. Alhamdulillah, sampai
menjelang kelahiran bayiku aman.
Namun, ternyata Allah
masih memberi ujian sebelum aku benar-benar menjadi ibu. Bayiku terlilit
plasenta hingga dua lilitan dan itu baru ketahuan setelah operasi. Sebelumnya,
aku sudah merasakan kontraksi hingga 3 hari kemudian diinduksi karena pembukaan
yang lambat. Sakitnya diinduksi berkali lipat dari kontraksi biasa. Sesakit
apapun itu, aku keras kepala untuk melanjutkan induksi, berharap bisa melahirkan
normal. Aku bersikeras ingin melahirkan normal karena tak mau diremehkan. Dan
keras kepalaku berakhir setelah suami memutuskan secara sepihak bahwa aku harus
dioperasi. Suami tidak meminta persetujuanku. Seiring dengan tenagaku yang
semakin melemah, keras kepalaku akhirnya kalah. Alhamdulillah.. Putri kecilku
lahir dengan selamat. Putih, bersih dan bibirnya kecil merona merah. Persis
ayahnya. Aku sudah resmi menjadi ibu.
***
Drama belum berhenti sampai di
situ. Drama selanjutnya
adalah menyusui. Ku kira menyusui adalah hal mudah. Romantis. Bahkan semua mamalia bisa
melakukannya. Namun, ada saja drama menyusui yang harus aku lalui. Dimulai dari ASI yang belum
keluar di hari pertama, bayi mulai nangis, dorongan orang tua untuk menambah
formula. Lagi-lagi, aku keras kepala tak mau memberi formula. Menurut
referensi yang ku baca, bayi masih punya cadangan nutrisi dan bisa bertahan 3 hari
tanpa ASI. Alhamdulillah... Allah masih memberi kesempatan untukku memberikan ASI.
ASI ku keluar di hari
ketiga. Bahagia itu kemudian berubah menjadi drama baru manakala aku sadar jika payudaraku
termasuk flat nipple atau puting
datar.
Akibatnya bayi kesulitan menyusu dan puting susu lecet karena
pelekatan yang salah. Aku terus berusaha supaya Alula – bayi perempuanku, bisa menyusu. Berbagai teori
pelekatan aku pelajari dan praktikkan supaya Alula berhasil menyusu. Trial and error itu berhasil membuat
puting luka parah, kulitnya terkelupas. Setiap hendak menyusui, keringat
dinginku menetes. Takut seperti hendak menyusui bayi harimau. Ketika ada orang yang
menjenguk, mereka akan prihatin dan menyarankan untuk memberi formula.
Lagi-lagi aku keras kepala, sama sekali tak mau memberi formula. Aku merasa
mampu. Akibatnya aku sering uring-uringan jika ada yang menyarankan formula
atau menanyakan kuantitas ASI ku.
Drama menyusui tak berhenti
sampai di situ. Pada bulan kedua, Alula hanya naik 100 gr. Seharusnya di usia
tersebut kenaikan berat badan bayi minimal 900gr. Aku memeras otak bertanya
kenapa bisa Alula naik irit berat badannya, padahal frekuensi pipis sudah lebih
dari 6 kali. Banyak yang mengatakan ASIku tak cukup. Tentu saja aku tidak
terima. Akhirnya aku ke dokter anak. Pemeriksaan awal aku disuruh memperbanyak
kalori yang masuk. Ya.. Aku dengan bodohnya membatasi karbohidrat yang masuk. Niat
awal aku ingin mengembalikan badanku seperti semula, namun hal itu justru
membuat Alula kurus. Segera ku ubah niat.
Aku memperbanyak porsi
makan supaya kalori yang masuk banyak. Dan benar ternyata. Dalam sebulan Alula
bisa mencapai kenaikan berat badan minimal. Pun demikian, Alula masih harus
mengejar 1 kg ketertinggalannya. Aku mulai memperbanyak asupan protein hewani.
Bulan berikutnya Alula naik 1,2 kg. Kenaikan lumayan tapi tetap harus mengejar
ketertinggalan 300gr. Asupan masih terus ku perbaiki. Dua minggu kemudian Alula
ditimbang. Sudah naik 1 kg. Kini tak ada lagi hutang berat badan.
***
Di balik semua drama yang
pernah ada. Alhamdulillah.. ALLAH masih memberiku kesempatan menjadi.seorang
ibu. Drama-drama itulah yang kemudian membuatku bisa lebih
bersyukur. Di balik semua kesusahan itu ada hikmah yang bisa dipetik, sekaligus
ujian demi menaikkan level kesabaran. Bersama Alula, aku tumbuh menjadi pribadi
yang lebih dewasa. Bersama Alula aku mempertebal kesabaran. Alula membuatku
selalu ingat pada ayat-ayat Allah dalam Surat Ar-Rahman, “Maka nikmat Tuhanmu
yang manakah yang kau dustakan?”.
Komentar
Posting Komentar
Thank you for visiting... 😁😁