Langsung ke konten utama

“Kekuatan Tersembunyi” dari Ibu


Di antara ketiga anak-anak Ibu, mungkin saya yang dominan mendapat warisan sifat terutama dalam hal “kewanitaan”. Bahkan suami saya sering bilang kalau sifat saya fotocopy-annya Ibu. Mulai dari cerewetnya, ngiritnya, kebanyakan aturannya, ribetnya, dan sebagainya. Sebelumnya saya tidak pernah menyadari hal ini, karena sebagian orang berpendapat saya mirip Bapak terutama secara face dan etos kerja. Jadi selama 25 tahun saya mirip Bapak, kemudian setelah menikah menjadi lebih mirip Ibu atau keduanya sama-sama mendominasi dalam diri saya menjadi diri saya seutuhnya. Tapi apapun itu, yang saya rasakan sekarang memang lebih condong mirip Ibu. Mungkin status istri, membuat “kekuatan” tersembunyi dalam diri saya keluar sehingga saya menjadikan Ibu sebagai cerminan dalam mengatur rumah tangga.

Saya menjalani rumah tangga baru seumur jagung, belum ada setahun, Allah memberikan kesempatan bagi saya dan suami untuk hidup mandiri, tidak serumah dengan orang tua maupun mertua. Inilah titik awal manajemen rumah tangga yang sebenarnya. Ketika di rumah hanya ada saya dan suami, maka mau tidak mau semua harus diselesaikan secara mandiri. Di sini saya lebih banyak berkaca dari cara-cara Ibu mengatur rumah tangga serta aturan-aturan yang berlaku di dalam rumah. Memang, sejauh ini belum sesempurna kalau Ibu yang meng-handle, rumah masih saja cukup berantakan, dapur masih saja kurang bersih, dan sebagainya yang masih kurang. Mungkin butuh waktu untuk membiasakan membawa aturan rumah yang dulu ke rumah yang sekarang. Suami juga butuh adaptasi dengan aturan-aturan saya. Misalnya, pulang kerja baju kotor masih saja ditaruh di atas kursi. Harus saya ingatkan berkali-kali supaya dimasukkan ember, atau digantung jika masih mau dipakai. Sehari dua hari berhasil, kemudian setelah beberapa hari kambuh lagi penyakit berantakannya. Nah.. kalau Ibu sudah berhasil membiasakan ini di rumah. Saya yang masih belum berhasil sepenuhnya.. L.

Selain urusan kebersihan dan kerapian, Ibu sangat berhasil membuat saya gemar menabung. Dulu paling bangga ketika memamerkan isi tabungan. Namun, gemar menabung kadang ada juga negatifnya. Saya jadi terkesan “pelit” dalam membeli sesuatu, kalau uang sudah masuk rekening, keluarnya susaaaaah. Kalau gak penting banget, gak bakalan deh keluar. Apalagi cuma buat jajan. Ini membuat suami heran, pernah bilang kepada saya “Nyari uang buat apa kalau cuma ditumpuk?”. Saya sih cuek aja, maksud saya kan bukan menumpuk tapi berhemat. Kalau ada barang yang lebih murah dengan kualitas yang gak kalah dengan yang mahal, ya pilih yang murah.. hehe. Kesukaan memilih barang murah ini juga berseberangan dengan suami. Saat ini manager keuangan belum saya handle sepenuhnya, menunggu lahiran dan sudah bisa mobilitas mandiri. Kalau nanti sudah jadi manager keuangan sendiri, ya kembali saya bercermin dari cara Ibu mengelola uang. Tetap cukup dan punya tabungan. Keperluan bulan ini menggunakan gaji bulan lalu, gaji bulan ini ditabung dulu. Begitulah kira-kira prinsipnya. Selama masih gadis sih berhasil. Belum dicoba sepenuhnya ketika sudah berumah tangga.

Dalam urusan aturan rumah juga ada beberapa kemiripan antara saya dan Ibu, cuma kata suami saya lebih parah. Lebih banyak aturan.. hehe. Contoh aturan Ibu di rumah: sandal di dapur dan luar dapur harus dibedakan, sampah plastik dan non plastik dipisah, tempat tidur hanya untuk tidur (bukan untuk belajar, nonton TV, dll), tidak boleh makan di kamar, baju tidur terpisah dari baju sehari-hari, dan banyak lagi. Aturan di rumah saya mirip dengan aturan Ibu, ditambah beberapa aturan tambahan yang berlaku untuk anak-anak kelak kalau udah lahir. Aturan-aturan itu belum bisa sepenuhnya diikuti suami, yang berhasil baru aturan “tempat tidur hanya untuk tidur” dan “tidak boleh makan di kamar”. Secara dulu suami punya kebiasaan melakukan aktivitas apapun di kamar, bahkan makan di atas tempat tidur. Jelas hal itu mengundang kecerewetan saya. Alhamdulillah.. untuk masalah itu sudah teratasi.

Kemiripan sifat yang lain masih banyak. Hanya yang paling dominan sepertinya hal-hal tersebut. Mungkin nanti yang akan berbeda adalah dalam hal pengasuhan dan pendidikan anak. Sampai saat ini pun masih berbeda. Ibu sudah mengharapkan saya kembali bekerja dan anak nanti dicarikan pengasuh. Tapi saya sangat tidak setuju dalam hal itu. Saya tidak masalah bekerja, tapi anak harus saya bawa karena saya khawatir pengasuhnya kelak tidak sesuai dengan aturan saya. Ini masih jadi PR bagi saya. Antara saya dan Ibu dalam berbagai hal sudah klop, tinggal satu hal ini yang belum bisa disatukan. Semoga nanti Allah memberi jalan.

Nah., di Hari Ibu ini, kebetulan mendapat kuis dari Rumbel Literasi Media IIP Semarang menjadi moment yang pas dalam mengingat jasa Ibu dalam membentuk karakter diri. Bagi saya, Ibu memang menurunkan banyak sekali sifat “kewanitaan” dalam diri saya, dan baru saya sadari hal itu ketika berumah tangga. Ketika tidak sengaja menemukan masalah sehari-hari, saya kemudian mengingat-ingat apa yang dilakukan Ibu jika berada dalam situasi yang sama. Dan itu secara alami, kemudian yang akan saya lakukan untuk menyelesaikan masalah. Kini., ketika hampir menjadi seorang Ibu baru merasakan seberapa besarnya kasih sayang Ibu kepada anaknya. Mungkin yang demikian itu yang dirasakan oleh semua Ibu di dunia ini. Amazing sekali sosok seorang Ibu.


#RumbelLiterasiMedia
#IIPSemarang
#HariIbu2017
#IbukuInspirasiku

#MiladIIP

Komentar

  1. Ibu memang selalu luar biasa ya mbak. Nggak akan habis diceritakan sekali postingan hehe. Iya, Saya dulu juga banyak yang bilang mirip bapak. Eh, setelah nikah baru keluar sifat-sifat dari in, wkwk.

    BalasHapus

Posting Komentar

Thank you for visiting... 😁😁

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Rumahku Madrasah Pertamaku"

Judul Buku : Rumahku Madrasah Pertamaku (Panduan Keluarga Muslim dalam Mendidik Anak) Penulis : Dr. Khalid Ahmad Syantut Penerbit : Maskana Media (Imprint Pustaka Rumah Main Anak) Cetakan : kedua, Januari 2019 Jumlah Halaman : 184 halaman Pertama kali melihat iklan masa PO buku ini, saya langsung tertarik untuk memesannya. Saya memang senantiasa tertarik pada buku parenting . Ketidaksempurnaan dalam diri saya membuat saya ingin terus memperbaiki supaya kelak saya bisa mendidik anak-anak sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul inginkan. Setelah menunggu selama kurang lebih dua minggu, akhirnya buku ini berada di pelukan saya. Desain dan layout buku yang menarik membuat saya ingin segera membacanya. Kemudian, saya bacalah buku ini, mengalahkan tumpukan buku lain yang belum sempat terbaca. "Rumahku Madrasah Pertamaku" begitulah judul buku ini. Sesuai dengan judulnya, buku ini mengingatkan saya kembali tentang betapa berpengaruhnya lingkungan rumah terhadap karakter a...

Mendidik dengan Cinta

Mendidik tak bisa serta merta. Mendidik adalah proses panjang yang melibatkan banyak komponen kompleks. Dalam mendidik diperlukan ilmu dan ilmu tersebut akan lebih bermakna jika disertai dengan cinta. Ya.. Mendidik perlu cinta, perlu keikhlasan dan kesabaran. Wujud cinta ini yang beragam, tergantung bagaimana orang tua mendefinisikan cinta bagi buah hati yang mereka didik. Tak ada satu pun orang tua di dunia ini yang tak mencintai anak-anaknya. Mereka mencintai anak-anak mereka dengan caranya. Terdapat beberapa pola asuh orang tua yang berhasil membawa anak-anak mereka menuju sukses. Ada pola asuh yang membawa anak-anak mereka untuk mampu berdikari. Bahkan ada pula orang tua yang sukar melepaskan genggaman perlindungannya pada sang anak. Mereka semua punya dasar yang sama, yaitu kecintaan terhadap anak-anak mereka. Lalu kecintaan seperti apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh anak-anak kita? Dalam mendidik generasi alfa, tantangan yang dihadapi demikian kompleks. Orang tua harus ma...

Review Rumah Main Anak

Judul Buku : Rumah Main Anak Penulis : Julia Sarah Rangkuti Penyunting :  Rizka Azharini, S. Kep. Penyelaras Akhir : Tyas Choirunnissa, S. Hum. Tata Letak : Jogja Layouter Tim Desain Sampul : Dyna Fitria, S. Si. Diterbitkan oleh : Sahabat Sejati Publishing Jumlah Halaman Buku : 334 halaman Cetakan, Tahun Terbit : 5, September 2017 Apa itu Rumah Main Anak? Saya mengetahui buku ini sejak awal masuk di kelas Bunda Sayang, Ibu Profesional. Waktu itu ada seorang teman yang merekomendasikan buku RMA untuk teman bermain anak-anak. Saya langsung tertarik dan membeli buku RMA ini lengkap dengan RMA edisi kedua. RMA yang akan saya review adalah RMA 1. Pertama kali saya melihat buku ini, saya tertarik pada desain sampulnya. Desain sampul sederhana tapi elegan. Sampul kuning di buku RMA 1 ini membuat kesan ceria sesuai dengan isi buku. Bayi saya yang sudah jatuh cinta pafa pandangan pertama, begitu tertarik pada sampul maka saya pun langsung tertarik ingin seger...