Langsung ke konten utama

Pos Tabungan Masa Depan


Saya dan suami memiliki cita-cita tinggi yang diharapkan dapat dicapai Alula kelak di masa depan. Menuju cita-cita itu butuh persiapan yang matang dimulai sejak Alula masih dalam kandungan. Kami sudah sering membicarakan bagaimana pendidikan Alula, aktivitasnya sehari-hari atau apa-apa saja yang mendukungnya. Dalam keluarga kecil kami seolah sudah terkotakkan sesuai kemampuan kami masing-masing. Saya dan suami memiliki tugas yang berbeda, demi mencapai satu tujuan yang sama.
Satu hal yang diperlukan untuk mencapai cita-cita itu adalah perhitungan finansial yang matang. 

Dalam masalah keuangan, saya dan suami juga memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Suami berprinsip “jika gaji habis untuk kebutuhan tidak masalah, gampang kalau habis cari lagi”. Sedangkan saya berprinsip “harus menyisihkan nominal tertentu untuk tabungan masa depan. Harus punya tabungan”. Beda prinsip antara saya dan suami itu yang mungkin membuat kita saling melengkapi.

Saya selalu konsultasi dengan suami untuk urusan kebutuhan Alula, mulai dari urusan remeh temeh seperti alat makan sampai urusan yang penting seperti pendidikan. Apa saja yang terbeli untuk Alula adalah hasil dari kesepakatan kami berdua. Dalam urusan sehari-hari seperti kebutuhan pangan, sandang atau mainan Alula saya kira tidak terlalu butuh perhitungan yang rumit. Namun, urusan pendidikan Alula kelak penting untuk dipikirkan dan disiapkan.

Sejak gadis, saya memang sudah terbiasa memiliki pos tabungan tertentu. Waktu itu uang gaji hanya saya bagi menjadi dua pos, satu pos tabungan masa depan dan yang lain pos kebutuhan sehari-hari. Dikarenakan saya sudah berkeluarga, pos tersebut harus ditambah.

Bagi saya yang belum mulai bekerja, penambahan pos tabungan tentu tidak mudah walaupun ada penghasilan suami. Untuk menyiasati itu maka tabungan masa depan saya kemudian saya alih fungsikan menjadi pos tabungan khusus untuk Alula. Penghasilan utama suami digunakan sebagai pos tabungan masa depan dan penghasilan tambahan suami digunakan sebagai pos kebutuhan sehari-hari. Karena suami bukan manager yang handal urusan keuangan, maka keuangan ini diserahkan kepada saya demi kesejahteraan keluarga khususnya masa  depan Alula.



#Tantangan10Hari
#Level8
#KuliahBunsayIIP
#RejekiItuPastiKemuliaanYangDicari
#Cerdas Finansial




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Rumahku Madrasah Pertamaku"

Judul Buku : Rumahku Madrasah Pertamaku (Panduan Keluarga Muslim dalam Mendidik Anak) Penulis : Dr. Khalid Ahmad Syantut Penerbit : Maskana Media (Imprint Pustaka Rumah Main Anak) Cetakan : kedua, Januari 2019 Jumlah Halaman : 184 halaman Pertama kali melihat iklan masa PO buku ini, saya langsung tertarik untuk memesannya. Saya memang senantiasa tertarik pada buku parenting . Ketidaksempurnaan dalam diri saya membuat saya ingin terus memperbaiki supaya kelak saya bisa mendidik anak-anak sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul inginkan. Setelah menunggu selama kurang lebih dua minggu, akhirnya buku ini berada di pelukan saya. Desain dan layout buku yang menarik membuat saya ingin segera membacanya. Kemudian, saya bacalah buku ini, mengalahkan tumpukan buku lain yang belum sempat terbaca. "Rumahku Madrasah Pertamaku" begitulah judul buku ini. Sesuai dengan judulnya, buku ini mengingatkan saya kembali tentang betapa berpengaruhnya lingkungan rumah terhadap karakter a...

Review: Smart Hafiz Mempersiapkan Si Kecil Anti Smartphone

Akhir-akhir ini sering saya lihat anak-anak sudah susah terlepas dari gawai. Gawai yang mereka pakai biasanya jenis smartphone. Tak hanya anak-anak, balita bahkan batita juga sering saya lihat mulai menggunakan barang elektronik ini. Bagi saya, hal tersebut kurang mendidik. Anak-anak terutama balita seharusnya bermain untuk melatih kemampuan motorik mereka. Anak-anak yang lebih besar seharusnya bisa membangun interaksi dengan teman sebaya maupun orang di sekitarnya, bukan bersifat antisosial. Nah., latihan kemampuan motorik dan membangun kemampuan sosial ini yang tidak ditemukan dalam smartphone. Anak-anak cenderung pasif ketika menggunakan sartphone. Apalagi jika smartphone tersebut terhubung dengan internet. Anak usia 3 tahun pun bisa mengakses Youtube dan berselancar mencari video-video yang disukainya. Jika sudah terlanjur demikian, anak akan susah disapih dari benda bernama smartphone ini. Ketika kita ingin menyapih anak dari smartphone tantangannya lebih besar dibanding...

Review Rumah Main Anak

Judul Buku : Rumah Main Anak Penulis : Julia Sarah Rangkuti Penyunting :  Rizka Azharini, S. Kep. Penyelaras Akhir : Tyas Choirunnissa, S. Hum. Tata Letak : Jogja Layouter Tim Desain Sampul : Dyna Fitria, S. Si. Diterbitkan oleh : Sahabat Sejati Publishing Jumlah Halaman Buku : 334 halaman Cetakan, Tahun Terbit : 5, September 2017 Apa itu Rumah Main Anak? Saya mengetahui buku ini sejak awal masuk di kelas Bunda Sayang, Ibu Profesional. Waktu itu ada seorang teman yang merekomendasikan buku RMA untuk teman bermain anak-anak. Saya langsung tertarik dan membeli buku RMA ini lengkap dengan RMA edisi kedua. RMA yang akan saya review adalah RMA 1. Pertama kali saya melihat buku ini, saya tertarik pada desain sampulnya. Desain sampul sederhana tapi elegan. Sampul kuning di buku RMA 1 ini membuat kesan ceria sesuai dengan isi buku. Bayi saya yang sudah jatuh cinta pafa pandangan pertama, begitu tertarik pada sampul maka saya pun langsung tertarik ingin seger...