Langsung ke konten utama

Popok Kain Atau Popok Sekali Pakai?


Masih tentang “Cerdas Finansial”, kali ini terbersit dalam pikiran saya untuk menceritakan pilihan saya tentang pemakaian popok untuk Alula. Popok menjadi hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan seorang bayi. Dalam kehidupannya sehari-hari, bayi masih memakai popok. Nah., popok apakah yang sehari-hari dipakai Alula?

Setelah melalui banyak pertimbangan, saya memilih popok kain untuk dipakai Alula sehari-hari. Selain alasan kesehatan yaitu menghindari ruam popok, alasan finansial juga sudah saya pertimbangkan sebelumnya. Menurut saya, penggunaan popok kain lebih ekonomis dan murah dibandingkan pospak (popok sekali pakai). Walaupun masih ada kelemahannya, seperti kurang praktis dan cucian banyak. Tapi saya lebih memilih risiko itu demi lebih sedikit berhemat.


Sejak Alula lahir, saya belum pernah sama sekali melihat-lihat atau membeli pospak. Pertama kali saya membelikan pospak untuk Alula ketika lebaran kemarin, karena tidak nyaman jika sering ganti popok ketika silaturahim. Setelah memilah-milah, akhirnya saya memilih sebuah merk popok dengan kisaran harga Rp 20.000,00 (hasil pembulatan), ukuran S dengan isi 10 pcs. Setelah Alula memakai pospak ini, alhamdulillah cocok. Tidak ada ruam, walau Alula merasa agak kurang nyaman dan saya kasihan melihatnya memakai pospak.

Alula termasuk anak yang pipisnya banyak, selama 24 jam kadang bisa pipis sampai 24 kali (dilihat dari banyaknya popok kain yang saya cuci). Walaupun gak selalu sampai 24 kali juga sih, tergantung cuaca dan banyaknya ASI yang diminum Alula. Namun, kurang lebih di kisaran 20an kali Alula pipis dalam waktu 24 jam. Kalau memakai pospak, belum sampai 4 jam popoknya sudah penuh. Kemungkinan Alula butuh 1 pak pospak isi 10 pcs. Jika dihitung secara matematis maka perhitungannya menjadi demikian:

30 x 20.000 x 12 = 7.200.000


Untuk penggunaan pospak saja ternyata menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Mungkin kalau sehari tidak habis 10 pcs, pengeluaran biaya pospak per tahun dalam kisaran Rp 6.000.000,00. Itu baru setahun, kadang umur anak lebih dari setahun juga masih memakai pospak.

Perhitungan itu membuat saya semakin yakin memakaikan popok kain untuk Alula. Popok kain ini harganya Rp 20.000,00 dapat 1 lusin. Beli 4 lusin harganya 80.000,00 dan bisa dipakai berbulan-bulan. Sempat juga membelikan clodi untuk Alula, tapi kurang efektif. Hampir sama aja dengan popok kain biasa. Penggunaan clodi pun masih lebih hemat dibanding pospak.

Jadi sekarang, pilihan memakaikan popok kain untuk Alula masih menjadi pilihan yang terbaik. Lebih hemat berkali-kali lipat dibandingkan penggunaan pospak. Walau demikian, tetap tidak menutup kemungkinan bagi saya untuk memakaikan pospak di waktu-waktu darurat atau ketika bepergian jauh.


#Tantangan10Hari
#Level8
#KuliahBunsayIIP
#RejekiItuPastiKemuliaanYangDicari

#Cerdas Finansial

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Rumahku Madrasah Pertamaku"

Judul Buku : Rumahku Madrasah Pertamaku (Panduan Keluarga Muslim dalam Mendidik Anak) Penulis : Dr. Khalid Ahmad Syantut Penerbit : Maskana Media (Imprint Pustaka Rumah Main Anak) Cetakan : kedua, Januari 2019 Jumlah Halaman : 184 halaman Pertama kali melihat iklan masa PO buku ini, saya langsung tertarik untuk memesannya. Saya memang senantiasa tertarik pada buku parenting . Ketidaksempurnaan dalam diri saya membuat saya ingin terus memperbaiki supaya kelak saya bisa mendidik anak-anak sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul inginkan. Setelah menunggu selama kurang lebih dua minggu, akhirnya buku ini berada di pelukan saya. Desain dan layout buku yang menarik membuat saya ingin segera membacanya. Kemudian, saya bacalah buku ini, mengalahkan tumpukan buku lain yang belum sempat terbaca. "Rumahku Madrasah Pertamaku" begitulah judul buku ini. Sesuai dengan judulnya, buku ini mengingatkan saya kembali tentang betapa berpengaruhnya lingkungan rumah terhadap karakter a...

Review: Smart Hafiz Mempersiapkan Si Kecil Anti Smartphone

Akhir-akhir ini sering saya lihat anak-anak sudah susah terlepas dari gawai. Gawai yang mereka pakai biasanya jenis smartphone. Tak hanya anak-anak, balita bahkan batita juga sering saya lihat mulai menggunakan barang elektronik ini. Bagi saya, hal tersebut kurang mendidik. Anak-anak terutama balita seharusnya bermain untuk melatih kemampuan motorik mereka. Anak-anak yang lebih besar seharusnya bisa membangun interaksi dengan teman sebaya maupun orang di sekitarnya, bukan bersifat antisosial. Nah., latihan kemampuan motorik dan membangun kemampuan sosial ini yang tidak ditemukan dalam smartphone. Anak-anak cenderung pasif ketika menggunakan sartphone. Apalagi jika smartphone tersebut terhubung dengan internet. Anak usia 3 tahun pun bisa mengakses Youtube dan berselancar mencari video-video yang disukainya. Jika sudah terlanjur demikian, anak akan susah disapih dari benda bernama smartphone ini. Ketika kita ingin menyapih anak dari smartphone tantangannya lebih besar dibanding...

Review Rumah Main Anak

Judul Buku : Rumah Main Anak Penulis : Julia Sarah Rangkuti Penyunting :  Rizka Azharini, S. Kep. Penyelaras Akhir : Tyas Choirunnissa, S. Hum. Tata Letak : Jogja Layouter Tim Desain Sampul : Dyna Fitria, S. Si. Diterbitkan oleh : Sahabat Sejati Publishing Jumlah Halaman Buku : 334 halaman Cetakan, Tahun Terbit : 5, September 2017 Apa itu Rumah Main Anak? Saya mengetahui buku ini sejak awal masuk di kelas Bunda Sayang, Ibu Profesional. Waktu itu ada seorang teman yang merekomendasikan buku RMA untuk teman bermain anak-anak. Saya langsung tertarik dan membeli buku RMA ini lengkap dengan RMA edisi kedua. RMA yang akan saya review adalah RMA 1. Pertama kali saya melihat buku ini, saya tertarik pada desain sampulnya. Desain sampul sederhana tapi elegan. Sampul kuning di buku RMA 1 ini membuat kesan ceria sesuai dengan isi buku. Bayi saya yang sudah jatuh cinta pafa pandangan pertama, begitu tertarik pada sampul maka saya pun langsung tertarik ingin seger...