Langsung ke konten utama

Katanya nih, Otak Orang Indonesia Lebih Mahal Loo.. :D

Well.., semangatku kembali lagi setelah tadi pagi sempat ngambeg gara-gara kepikiran sesuatu.
Sedang menguras pikiran supaya tidak ngadat dan berhenti di tengah jalan, karena pikiran ngadat itu membuatku sungguh-sungguh terbebani dan rasanya ingin mati. *Lebay dikit... Hahahaha..,
Mendekati deadline selalu membuat labil emosiku. Kadang semua serba gak kebeneran dan rasanya pengen marah, pengen diem, males ngomong de el el.. *Maaf untuk tadi pagi yang sempet nyebelin., hehehe
Tapi., namanya bukan penyelesaian masalah jika terus menerus bertekuk muka dan sedikit kecewa. Penyelesaian masalah adalah berputarnya kembali roda-roda dalam otak kita untuk terus menerus mau bergerak dan berpikir.
Otak kita tidak boleh terlalu kinclong gara-gara jarang digunakan. Walaupun kata orang Barat otak Indonesia lebih mahal (karena jarang dipakai., hihi) dibandingkan orang Jepang, itu seharusnya tidak membuat kita bangga. Kalimat itu sering aku dengar semasa sekolah. Bagi yang cuek dan tidak peduli mungkin menganggap kalimat itu biasa saja dan tidak membawa pengaruh apa-apa dalam kehidupannya. Tapi bagi yang mau merenung dan peduli, kalimat itu sama dengan pelecehan. Ya., bagaimana tidak, otak kita dianggap mahal karena jarang digunakan itu sama saja dengan mengatakan kita malas dan enggan berpikir. Padahal berpikir, belajar dan membaca adalah kewajiban yang mutlak harus dilakukan setiap harinya.
Menurut pendapat pribadi nih, aku setuju banget dengan kalimat otak orang Indonesia lebih mahal (karena jarang digunakan) dibandingkan otak orang Jepang. Lihat aja realita yang ada.. Mulai dari anak-anak yang lebih suka nonton TV daripada membaca, anak-anak yang kecanduan game online sampai bolos sekolah, remaja yang lebih memikirkan jalan-jalan daripada tugas sekolah, anak sekolah yang main copy paste internet sembarangan untuk membuat tugas, budaya mencontek yang susah sekali dihilangkan bahkan pada tingkat perguruan tinggi dan masih banyak realita yang menunjukkan otak Indonesia memang jarang dipakai.
Mereka lebih banyak menggampang segala sesuatu tanpa memikirkan hasil maksimal dengan cara optimal dan sejujur-jujurnya. Jarang ada kompetisi yang sportif dalam lingkup sekolah, kurangnya kepengawasan, kurangnya ketegasan guru, sanksi yang tidak jelas bagi tindakan curang juga dapat dijadikan faktor yang menyebabkan otak orang Indonesia memang jarang dipakai.
Well., kembali kepada diri sendiri. Ingin menjadi orang yang seperti apa?. Hidup cuma sekali, bukankah akan lebih bermanfaat jikakita mau mengoptimalkan seluruh kemampuan kita?. Tak ada manusia yang tidak memiliki potensi bahkan seorang yang memiliki keterbelakangan mental atau menderita disleksiapun (nonton film Taare Zamen Paar., inspiratif sekali.. hehe), mereka tetap memiliki potensi. Tidak ada ruginya jika kita mau usaha lebih. Sejenak meminimalisasi menonton TV untuk membaca bukan hal yang sukar. Sejenak berpikir dan sejenak belajar di sela-sela rutinitas juga tak akan rugi. Seseorang yang memiliki kekurangan aja bisa menghasilkan karya besar (Einstein, Thomas Alfa Edison, Leonardo da Vinci) mengapa kita tidak?. Walau tak menghasilkan karya sebesar mereka setidaknya kita selalu merasa haus ilmu, terus belajar dan jangan malas berpikir..!!
Mari kita ubah kalimat "Otak Orang Indonesia Lebih Mahal (karena jarang dipakai) daripada Otak Orang Jepang" dengan kalimat "Otak Orang Indonesia Tidak Laku Lagi (karena sering digunakan untuk berpikir dan belajar)".

Komentar

  1. what the fuck!!!! aku orang indonesia :'(
    Seharusnya sebagian otak orang indonesia Mahal.. gituuu >,<

    BalasHapus

Posting Komentar

Thank you for visiting... 😁😁

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Rumahku Madrasah Pertamaku"

Judul Buku : Rumahku Madrasah Pertamaku (Panduan Keluarga Muslim dalam Mendidik Anak) Penulis : Dr. Khalid Ahmad Syantut Penerbit : Maskana Media (Imprint Pustaka Rumah Main Anak) Cetakan : kedua, Januari 2019 Jumlah Halaman : 184 halaman Pertama kali melihat iklan masa PO buku ini, saya langsung tertarik untuk memesannya. Saya memang senantiasa tertarik pada buku parenting . Ketidaksempurnaan dalam diri saya membuat saya ingin terus memperbaiki supaya kelak saya bisa mendidik anak-anak sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul inginkan. Setelah menunggu selama kurang lebih dua minggu, akhirnya buku ini berada di pelukan saya. Desain dan layout buku yang menarik membuat saya ingin segera membacanya. Kemudian, saya bacalah buku ini, mengalahkan tumpukan buku lain yang belum sempat terbaca. "Rumahku Madrasah Pertamaku" begitulah judul buku ini. Sesuai dengan judulnya, buku ini mengingatkan saya kembali tentang betapa berpengaruhnya lingkungan rumah terhadap karakter a...

Mendidik dengan Cinta

Mendidik tak bisa serta merta. Mendidik adalah proses panjang yang melibatkan banyak komponen kompleks. Dalam mendidik diperlukan ilmu dan ilmu tersebut akan lebih bermakna jika disertai dengan cinta. Ya.. Mendidik perlu cinta, perlu keikhlasan dan kesabaran. Wujud cinta ini yang beragam, tergantung bagaimana orang tua mendefinisikan cinta bagi buah hati yang mereka didik. Tak ada satu pun orang tua di dunia ini yang tak mencintai anak-anaknya. Mereka mencintai anak-anak mereka dengan caranya. Terdapat beberapa pola asuh orang tua yang berhasil membawa anak-anak mereka menuju sukses. Ada pola asuh yang membawa anak-anak mereka untuk mampu berdikari. Bahkan ada pula orang tua yang sukar melepaskan genggaman perlindungannya pada sang anak. Mereka semua punya dasar yang sama, yaitu kecintaan terhadap anak-anak mereka. Lalu kecintaan seperti apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh anak-anak kita? Dalam mendidik generasi alfa, tantangan yang dihadapi demikian kompleks. Orang tua harus ma...

Review Rumah Main Anak

Judul Buku : Rumah Main Anak Penulis : Julia Sarah Rangkuti Penyunting :  Rizka Azharini, S. Kep. Penyelaras Akhir : Tyas Choirunnissa, S. Hum. Tata Letak : Jogja Layouter Tim Desain Sampul : Dyna Fitria, S. Si. Diterbitkan oleh : Sahabat Sejati Publishing Jumlah Halaman Buku : 334 halaman Cetakan, Tahun Terbit : 5, September 2017 Apa itu Rumah Main Anak? Saya mengetahui buku ini sejak awal masuk di kelas Bunda Sayang, Ibu Profesional. Waktu itu ada seorang teman yang merekomendasikan buku RMA untuk teman bermain anak-anak. Saya langsung tertarik dan membeli buku RMA ini lengkap dengan RMA edisi kedua. RMA yang akan saya review adalah RMA 1. Pertama kali saya melihat buku ini, saya tertarik pada desain sampulnya. Desain sampul sederhana tapi elegan. Sampul kuning di buku RMA 1 ini membuat kesan ceria sesuai dengan isi buku. Bayi saya yang sudah jatuh cinta pafa pandangan pertama, begitu tertarik pada sampul maka saya pun langsung tertarik ingin seger...