Langsung ke konten utama

Membiasakan Anak untuk Beradab




Adab atau ilmu? Seorang anak hendaknya diajarkan adab dulu atau ilmu? Kalau saya setuju diajarkan adab dulu. Mengapa? Pembiasaan adab membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan sekedar pengetahuan. Setelah anak memiliki adab, proses memperoleh ilmu akan lebih mudah. Anak yang beradab akan memperoleh keduanya yaitu adab dan ilmu. Anak yang berilmu belum tentu mmmpunyai adab. Oleh karena itu, adab menjadi penting dalam mendidik anak.

Tulisan ini adalah lanjutan dari formula literasi membaca yang sudah pernah saya terapkan pada siswa kelas 2 SD. Di balik formula literasi yang saya uji cobakan pada mereka, saya menyelipkan beberapa muatan pendidikan karakter seperti budaya antre, saling menghormati, jujur, dan.bertanggung jawab. Harapan saya waktu itu adalah saya bisa mengajarkan mereka adab sekaligus ilmu, seperti kata pepatah sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui.

Seperti yang sudah saya tuliskan sebelumnya. Di awal saya membagikan buku cerita yang harus mereka baca lembar demi lembar di setiap harinya. Hal tersebut hanya berlangsung satu kali saja, karena selanjutnya perwakilan anak yang membagikannya. Saya sengaja memberikan tugas pada salah satu anak untuk membagikan buku cerita sesuai dengan buku yang mereka baca di hari sebelumnya. Masing-masing anak memiliki cara tersendiri dalam membagi buku tersebut. Ada anak yang membacakan judul buku, kemudian menyuruh teman yang bersangkutan untuk mengambil sendiri buku tersebut. Namun, ada juga yang mendatangi bangku satu per satu.

Dalam kegiatan ini, saya membiasakan anak untuk jujur dan bertanggung jawab. Jujur mengambil buku cerita yang belum selesai mereka baca dan bertanggung jawab pada tugas yang saya berikan. Hasilnya, saya lebih sering menemukan mereka jujur dan bertanggung jawab sesuai aturan saya. Tentu saja bertanggung jawab selevel anak kelas 2.

Adab selanjutnya yang saya biasakan adalah antre. Seperti yang telah kita ketahui bahwa antre masih menjadi kebiasaan yang sulit di masyarakat sekitar kita. Lihatlah begitu banyak kasus serobot antrian yang bahkan kadang memakan korban. Miris. Namun, begitulah gambaran masyarakat kita. Saya sangat tidak ingin hal tersebut terjadi pada murid-murid saya. Maka saya biasakan mereka untuk belajar antre.

Setelah mereka selesai dengan bacaan mereka, saya menyuruh mereka maju di dekat meja saya. Siapa yang pertama selesai, maka dia yang ada di urutan depan demikian seterusnya hingga siswa terakhir. Secara bergiliran mereka menceritakan kembali apa saja yang mereka baca. Pada anak-anak tertentu saya hanya memberi mereka pertanyaan, bukan menyuruh menceritakan kembali. Apakah pembiasaan ini berlangsung mulus? Tentu saja tidak. Namanya juga anak-anak, ada saja yang iseng saling dorong atau justru duduk di lantai semaunya sendiri. Membiasakan mereka tertib sungguh butuh waktu, tapi bukan hal yang tak mungkin.

Minggu berganti bulan dan anak-anak mulai paham dengan pola saya. Mereka mulai tahu apa yang saya suka dan tidak suka. Mereka pun mulai paham jadwal harian mereka. Mereka mulai terbiasa dengan reading time yang sudah saya jadwalkan di awal pembelajaran.
Pembiasaan itu saya terapkan selama kurang lebih 9 bulan di tahun 2016. Setelah mereka naik kelas 3, saya sudah tidak mengajar di sekolah tersebut. Saya tidak tahu persis bagaimana perkembangan mereka sekarang. Yang saya tahu, guru yang mengampu mereka setelah kelas 2 adalah guru-guru yang hebat. Semoga sampai sekarang mereka masih dalam pembiasaan yang pernah saya biasakan dulu.

-Temanggung, 5 Februari 2019-

Komentar

Posting Komentar

Thank you for visiting... 😁😁

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Rumahku Madrasah Pertamaku"

Judul Buku : Rumahku Madrasah Pertamaku (Panduan Keluarga Muslim dalam Mendidik Anak) Penulis : Dr. Khalid Ahmad Syantut Penerbit : Maskana Media (Imprint Pustaka Rumah Main Anak) Cetakan : kedua, Januari 2019 Jumlah Halaman : 184 halaman Pertama kali melihat iklan masa PO buku ini, saya langsung tertarik untuk memesannya. Saya memang senantiasa tertarik pada buku parenting . Ketidaksempurnaan dalam diri saya membuat saya ingin terus memperbaiki supaya kelak saya bisa mendidik anak-anak sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul inginkan. Setelah menunggu selama kurang lebih dua minggu, akhirnya buku ini berada di pelukan saya. Desain dan layout buku yang menarik membuat saya ingin segera membacanya. Kemudian, saya bacalah buku ini, mengalahkan tumpukan buku lain yang belum sempat terbaca. "Rumahku Madrasah Pertamaku" begitulah judul buku ini. Sesuai dengan judulnya, buku ini mengingatkan saya kembali tentang betapa berpengaruhnya lingkungan rumah terhadap karakter a...

Review: Smart Hafiz Mempersiapkan Si Kecil Anti Smartphone

Akhir-akhir ini sering saya lihat anak-anak sudah susah terlepas dari gawai. Gawai yang mereka pakai biasanya jenis smartphone. Tak hanya anak-anak, balita bahkan batita juga sering saya lihat mulai menggunakan barang elektronik ini. Bagi saya, hal tersebut kurang mendidik. Anak-anak terutama balita seharusnya bermain untuk melatih kemampuan motorik mereka. Anak-anak yang lebih besar seharusnya bisa membangun interaksi dengan teman sebaya maupun orang di sekitarnya, bukan bersifat antisosial. Nah., latihan kemampuan motorik dan membangun kemampuan sosial ini yang tidak ditemukan dalam smartphone. Anak-anak cenderung pasif ketika menggunakan sartphone. Apalagi jika smartphone tersebut terhubung dengan internet. Anak usia 3 tahun pun bisa mengakses Youtube dan berselancar mencari video-video yang disukainya. Jika sudah terlanjur demikian, anak akan susah disapih dari benda bernama smartphone ini. Ketika kita ingin menyapih anak dari smartphone tantangannya lebih besar dibanding...

Review Rumah Main Anak

Judul Buku : Rumah Main Anak Penulis : Julia Sarah Rangkuti Penyunting :  Rizka Azharini, S. Kep. Penyelaras Akhir : Tyas Choirunnissa, S. Hum. Tata Letak : Jogja Layouter Tim Desain Sampul : Dyna Fitria, S. Si. Diterbitkan oleh : Sahabat Sejati Publishing Jumlah Halaman Buku : 334 halaman Cetakan, Tahun Terbit : 5, September 2017 Apa itu Rumah Main Anak? Saya mengetahui buku ini sejak awal masuk di kelas Bunda Sayang, Ibu Profesional. Waktu itu ada seorang teman yang merekomendasikan buku RMA untuk teman bermain anak-anak. Saya langsung tertarik dan membeli buku RMA ini lengkap dengan RMA edisi kedua. RMA yang akan saya review adalah RMA 1. Pertama kali saya melihat buku ini, saya tertarik pada desain sampulnya. Desain sampul sederhana tapi elegan. Sampul kuning di buku RMA 1 ini membuat kesan ceria sesuai dengan isi buku. Bayi saya yang sudah jatuh cinta pafa pandangan pertama, begitu tertarik pada sampul maka saya pun langsung tertarik ingin seger...