Proyek keluarga kami masih tentang membangun pondasi
peradaban yang berkaitan dengan kecerdasan emosional. Sepertinya butuh waktu
untuk meningkatkan kecerdasan emosional secara signifikan, karena sampai saat
ini masih ada banyak hal yang berbeda frekuensi antara saya dan suami. Berbeda
frekuensi maksudnya ketidaksepahaman, dalam diri kami masing-masing masih susah
untuk membuka dan tukar pikiran. Saya masih susah masuk di pikiran suami,
demikian pula sebaliknya. Perbedaan kesepahaman di antara kami sebenarnya bukan
pada hal-hal mendasar, justru pada hal sepele namun sering bikin geregetan.
Mulai dari Koleksi Buku sampai Bedak Bayi
Bakda Isya menjadi moment
yang selalu ditunggu setiap harinya. Pikiran sudah santai, perut sudah
kenyang, pekerjaan rumah juga sudah beres. Kalau suami sedang tidak ada acara
di luar, kami bisa betah ngobrol sampai menjelang tidur. Berkaitan dengan proyek
keluarga kami, saya memulai ngobrol dengan pertanyaan yang memancing suami
untuk berpendapat. Saya harus senatural mungkin supaya dia tidak merasa sedang
dijadikan obyek belajar. Hehehe.... :D
Sudah sejak beberapa hari yang lalu saya pengen banget beli sepaket buku “Rumah Main Anak”. Menimbang-nimbang antara beli atau tidak, karena ke depan kebutuhan akan membengkak, sementara saya sedang dalam kondisi tidak bekerja. Saya sedang dalam kondisi yang sangat berbeda dibandingkan ketika zaman masih gadis dulu. Akhirnya saya minta pertimbangan suami, dan suami gak masalah saya mau belanja buku berapapun, karena ia pun menyukai buku. Point 1: masalah buku kami satu frekuensi. Dilanjutkan dengan cita-cita saya untuk mengajarkan budaya menabung dan membiasakan anak koleksi minimal satu buku dalam satu bulan. Begini tanggapan suami sambil ngajak ngobrol si adek, “Tenang aja dek., nanti tabungannya Ayah tambahi. Beli buku lebih dari satu juga boleh, Ayah yang bayari. Trus pulangnya Ayah ajak jajan, Ibuk gak usah diajak,” dengan ekspresi tertawa jahat seperti biasa. Di sini sudah mulai ada perbedaan frekuensi. Saya sering dibuat geregetan ketika sudah berencana membuat aturan begini begitu, kemudian dilunakkan dengan sikap suami yang justru tidak mendukung aturan saya. Katanya ribet, pusing. Hehe... Kami juga sering beda pendapat untuk urusan jajan. Saya tidak suka jajan, masak tanpa MSG, anti mie instan, anti juga dengan snack ringan ber-MSG. Suami kebalikannya, suka jajan, suka mie instan, suka snack ber-MSG maupun coklat, suka es krim. Saya berkeinginan nanti anak bebas dari makanan-makanan tidak sehat, eh suami bawaannya mau ngajakin jajan terus. Kan geregetan. Point 2: urusan makanan, jajan, dan aturan, kami sudah beda frekuensi.
Obrolan-obrolan ringan itu terus berlanjut sampai menjelang
tidur, dan pembahasannya sampai pada pemberian bedak pada bayi. Saya bilang
pada suami, bayi jangan diberi bedak terutama di bagian alat kelaminnya nanti
iritasi dan bla... bla.. bla. Suami langsung membantah, “Yah.. Nanti bau kecut
kalo gak pake bedak. Gak seger. Lagian zaman dulu bayi pake bedak biasa aja. Gak
ada masalah kan? Anakku harus pake bedak biar wangi,”. Nah lo... tipe ayah
zaman old.. L. “Loo..
aku kan udah belajar dari berbagai sumber, bukan cuma berdasarkan orang zaman
dulu. Mas kan gak pernah belajar yang beginian,”. Udah dijawab gitu masih aja ngeyel. Point 3: Urusan bedak bayi kami
juga beda frekuensi.
Dan sebenarnya masih banyak lagi yang beda frekuensi. Pada
dasarnya ini akibat dari saya yang terlalu perfeksionis dan kebanyakan aturan,
sementara suami gak mau ribet. Tapi saya masih tetap keukeuh berusaha supaya
suami mau ikut aturan saya, biar hidup lebih tertata. Beberapa aturan di rumah
sudah bisa suami ikuti. Tinggal rajin sounding
aja ke suami dan gak bosen mengingatkan.
Di hari ketiga ini, indikator yang tercapai adalah mampu
membuka pikiran, belajar membuat keputusan, dan tentu saja terus berlatih. Pencapaian
masing-masing indikator ini memang belum sempurna, masih banyak yang perlu
ditambal. Kami masih perlu banyak latihan untuk membuka pikiran dan saling
menerima pemikiran masing-masing. Kami juga masih harus banyak belajar membuat
keputusan yang menguntungkan bagi keluarga kami. Dan semua ini tidak bisa
tercapai secara instan, butuh proses dan kesabaran untuk menyamakan beberapa
frekuensi yang memang harus disamakan.
#tantangan_hari_ke_3
#kelasbunsayiip3
#game_level_3
#kami_bisa
Komentar
Posting Komentar
Thank you for visiting... 😁😁