Langsung ke konten utama

Proyek Keluarga: Membangun Pondasi Peradaban


Setelah musim liburan berakhir, tibalah masa untuk belajar kembali. Kali ini tantangan Bunsay di level 3 tentang melatih kecerdasan. Kecerdasan itu sendiri ternyata ada banyak, mulai dari kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, dan kecerdasan menghadapi tantangan. Tantangan Bunsay ini sebenarnya akan lebih menyenangkan jika pelaksanaannya bersama anak-anak. Tetapi, karena anak masih nyaman berada di perut, partner proyek keluarga saya ya hanya suami. Harapannya melalui proyek keluarga yang kami jalankan dapat menjadikan pribadi kami lebih baik lagi setelah anak lahir.
Kami sama-sama orang yang menghargai prestasi. Namun pencapaian kami masing-masing di masa lalu membuat sudut pandang kami terhadap pendidikan anak agak sedikit berbeda. Antara saya dan suami masih sering beda pendapat dalam membuat aturan berkaitan dengan pertumbuhan, perkembangan, dan pendidikan anak. Maka untuk menengahi perbedaan pendapat tersebut, kami membuat kurikulum sendiri-sendiri yang rencananya akan diintegrasikan jika anak sudah lahir kelak. Saya di bagian yang berkaitan dengan pertumbuhan, perkembangan, serta kemampuan intelektualnya. Suami di bagian yang berkaitan dengan spiritual dan kerohanian, serta permainan-permainan yang bersifat senang-senang. Dengan demikian, harapannya anak mendapat semua stimulus dengan seimbang.

Nah.. sebelum masa itu tiba. Banyak hal yang harus kami siapkan sebagai orang tua baru. Berkaitan dengan melatih kecerdasan, tentu yang kami soroti bukan lagi kecerdasan intelektual masing-masing. Kami akan lebih fokus melatih kecerdasan emosional sebagai pondasi dasar peradaban di rumah kami.


Mengapa Kecerdasan Emosional yang Digunakan sebagai Pondasi?
Kebetulan kemarin saya membaca artikel dari facebook mbak Novika Amelia, tentang rongga dalam kita. Dari situ ada pernyataan yang menggelitik hati saya, begini kalimatnya “Ibu yang lebih banyak marah daripada ramah”. Kemudian saya koreksi diri, dan sangat mungkin saya menjadi ibu yang banyak marah jika tidak membenahi diri dari sekarang. Saya merasa harus meningkatkan kecerdasan emosional, demi menjadi sosok ibu yang ramah. Dan dalam hal ini saya sangat butuh suami sebagai partner untuk meningkatkan kecerdasan emosional saya. Sebenarnya bukan hanya saya saja yang belajar, suami pun ikut belajar melatih emosionalnya. Menurut alur berpikir saya, terbentuknya kecerdasan emosional yang kuat dalam diri kami akan berdampak pada sikap melayani yang baik bagi anak-anak kelak.
parenting




Bagaimana Memulainya?
Supaya bisa terukur dan dapat dievaluasi, hal pertama yang saya lakukan adalah membuat indikator keberhasilan (lihat gambar). Dikarenakan latihan ini merupakan proyek bersama, saya menggunakan indikator yang memberi efek pada kedua belah pihak, yaitu saya dan suami. Sampai saat ini, suami masih agak cuek ketika saya membicarakan tantangan Bunsay, makanya ketika saya bicara tentangan tantangan-tantangan ia hanya menanggapi sekenanya. Untuk mengantisipasi hal itu, saya perlu memberi stimulus-stimulus supaya ia tertarik dan secara tidak langsung menjadi objek tantangan saya.

Seperti malam ini, saya menggelitik pendapatnya dengan pertanyaan awal, “Mas gak pengen bikin usaha apa gitu?”. Pertanyaan ini timbul dari kekhawatiran saya berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan di masa depan. Kebutuhan jangka pendek dan panjang untuk anak, pembangunan rumah, sampai cita-cita suami untuk study lanjut. Semakin dipikirkan memang semakin pusing, apalagi saat ini pendapatan hanya bertumpu dari suami, karena saya belum bekerja lagi. Dan yang mengejutkan, jawaban suami di luar prediksi saya. “Aku tidak mau membuat usaha yang akan membuatku sibuk. Aku tidak ingin uang yang menguasaiku. Cukup dulu aku pernah ada di masa itu. Aku ingin lebih lama memiliki waktu bersama anak. Ketika pendapatan kita sekian, aku yakin Allah akan memberi porsi pengeluaran yang seimbang. Terlalu banyak harta akan membuat waktu dihisab lebih lama kelak di Yaumul Akhir”. Ini sempat bikin saya melongo. Dan ekspresi suami saya juga serius, tidak bercanda tanpa tersenyum. Kemudian ia melanjutkan, “Silahkan kalau kamu mau bikin usaha sendiri. Aku akan membersamai anak,”. Saya terdiam. Emosi di dada jadi campur aduk. Antara setuju dan tidak setuju dengan kalimat suami tersebut. Walaupun dalam kalimatnya saya benarkan, tapi dalam hati ketakutan juga. Takut tidak cukup. Di sini saya sadar bahwa ini moment penting untuk melatih kecerdasan emosional saya. Saya berusaha tidak membantah dan mematahkan pendapat suami saya. Saya membenarkan pendapat suami saya, sambil membuka pikiran dan hati seraya membujuk semoga hati ini selalu diberikan ruang oleh Allah untuk selalu merasa cukup.

Ini baru latihan hari pertama dan belum sampai di inti tantangan, baru warming up saja. Indikatornya pun banyak yang belum tercapai. Hari selanjutnya harus tetap semangat mengolah kecerdasan emosional. J

#tantangan_hari_ke_1
#kelasbunsayiip3
#game_level_3
#kami_bisa


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Permainan Tong Setan dalam Tinjauan Fisika

Faktor-faktor yang Menyebabkan Pengendara Sepeda Motor Tidak Jatuh pada Permainan Tong Setan Tong setan adalah permainan atraksi sepeda atau sepeda motor yang bergerak di dalam tong berukuran raksasa. Permainan tong setan dapat dijumpai di pasar malam yang biasanya sering berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Permainan tong setan menjadi menarik karena pengendara sepeda atau sepeda motor tidak terjatuh ketika mengendarai sepeda atau sepeda motor mengelilingi tong. Hal ini ternyata dapat pula dijelaskan secara ilmiah melalui bidang fisika. Fenomena yang terjadi pada tong setan adalah contoh gerak melingkar beraturan. Gerak melingkar beraturan ini menimbulkan gaya sentral yaitu gaya sentripetal. Gaya sentripetal adalah gaya yang menarik benda ke arah pusat lingkaran supaya tetap melingkar pada lintasannya (Sariyanti, 2011). Selain gaya sentripetal, pada gerak melingkar beraturan juga berlaku gerak sentrifugal. Gerak sentrifugal ini berlawanan arah dengan gerak sentripetal. Adanya

Kajian Teoretis, Apa dan Bagaimanakah Allantoin Itu?

a.       Allantoin 1)       Karakteristik dan Sifat Allantoin Allantoin adalah senyawa kimia alami yang dihasilkan oleh banyak organisme, termasuk hewan, bakteri dan tanaman. Allantoin dapat disintesis dari hewan maupun tumbuhan serta dianggap   aman dan tidak beracun. Allantoin berasal dari gabungan purin membentuk heterosiklik organik yang berasal dari gabungan purin (Gambar 1). Allantoin disbeut juga asam glikosiklik diuriede atau 5-Ureidhyantoin. Gambar 1.  Struktur Kimia Allantoin Allantoin, dalam bentuk murni berwarna putih, tidak berbau, berbentuk bubuk kristal, dapat larut di dalam air dan alkohol dan tidak larut dalam di eter. Indeks Merck menjelaskan allantoin sebagai hasil dari metabolisme purin. Allantoin bersifat   non racun, non iritasi dan non alergi. Allantoin memiliki memiliki berat molekul 158,12 dan kelarutan dalam air adalah 0,5% dalam suhu 25 o C (Akema, 2008). Allantoin dapat larut dalam air

Review Jurnal Bayi Muslim

Judul: Jurnal Bayi Muslim Penerbit: Ihsan Media Penyusun: Beranda Journal Saya termasuk seseorang yang suka sekali dengan benda-benda sentimental. Sejak dulu kecil sampai saat ini ketika sudah menjadi ibu. Salah satu benda sentimental ketika saya sudah menjadi ibu adalah “Jurnal Bayi Muslim” atau disingkat JBM. JBM ini berisi tentang album foto dan catatan aktivitas bayi usia 0 – 5 tahun. Aktivitas bayi berupa foto dan catatan dapat kita abadikan di jurnal ini sejak bayi berumur 0 bulan. SPESIFIKASI PRODUK Kelebihan JBM dicetak dengan hardcover tebal dengan jilid ring yang kuat. Bagian dalam dicetak dengan kertas glossy tebal sehingga tidak mudah sobek. Desain bagian dalam jurnal (isi) dikemas dengan sangat menarik, serta warna-warna cerah yang mendominasi setiap detail desainnya. Font tulisan yang digunakan juga sesuai dan mudah dibaca. Di beberapa halaman dilengkapi dengan cuplikan ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits, seperti mengingatkan kita pada keagungan Rabb yan