Langsung ke konten utama

Rencana yang Tertunda


Dalam membangun pondasi keluarga, tentu ada banyak sekali yang harus kami persiapkan. Kami mulai enjoy belajar mengelola emosi, dan mulai dapat mengesampingkan egoisme masing-masing. Dari hasil evaluasi program kemarin, PR saya adalah bersama dengan suami membuat aturan yang berlaku di rumah. Aturan yang bukan hanya formalitas saja. Namun, aturan yang mendukung suasana nyaman dalam rumah serta harus dilakukan oleh semua penghuni rumah. Biasanya, si pembuat aturan adalah saya. Suami terima jadi dan tinggal menjalankan saja. Beberapa aturan yang dibuat secara sepihak itu memang ada yang sudah berjalan dengan baik. Tapi, tak jarang suami protes dulu sebelum dengan terpaksa mulai mengikuti aturan yang saya buat. Kemampuannya mengelola emosi dalam menghadapi saya yang ribet memang dinilai cukup baik.

Beberapa aturan sederhana yang berhasil saya buat dan sekarang sudah diterapkan suami dengan baik adalah:
  •  Menaruh pakaian kotor di ember cucian
  •  Menggantungkan baju yang hendak dipakai kembali
  • Memakai sandal khusus ketika aktivitas di dapur (sandal itu tidak boleh dipakai di ruangan lain)
  • Cuci kaki setelah bepergian
  • Tidak membawa makanan di kamar dan tidak makan di tempat tidur
  • Gosok gigi, cuci kaki dan tangan sebelum tidur
  • Mengambil baju di lemari dengan hati-hati supaya tumpukannya tetap rapi

Nah.. ketujuh point tersebut benar-benar sudah bisa dilakukan suami tanpa saya awali dengan kecerewetan saya. Dulu ketika masih awal menikah, semua itu belum dilakukan. Sekarang suami sudah mulai tertib, walaupun di awal saya harus cerewet dan sounding terus.

Demi menghindari hal tersebut, supaya aturan tidak sepihak, saya berencana membuat aturan bersama dengan suami. Itung-itung sebagai pembiasaan sebelum benar-benar menjadi orang tua. Dalam pikiran saya sudah banyak sekali yang ingin didiskusikan. Pillow talk menjadi saat yang ditunggu-tunggu untuk diskusi. Sebelumnya saya juga sudah menyampaikan kepada suami, bahwa saya butuh diskusi. Eh.. kemudian apa yang terjadi? Menjelang pillow talk suami justru keasyikan nonton “Malam Minggu Miko”. Ketika diajak diskusi, suami menunjukkan mimik muka malas. Ya sudah.. kalau demikian, saya paksa pun hasilnya kurang optimal. Atau paling parah, suami akan BT.
Saya berusaha untuk tidak cemberut dan menunjukkan muka kecewa. Kemudian saya dekati aja suami, dan ikut nonton bareng. Itung-itung refreshing bareng suami (Btw., di rumah kami gak ada TV, ada tontonan kalau pas suami download film doank.. Hehe). Saya kira, ketawa ketiwi bareng suami bagus juga untuk kecerdasan emosional.

Karena rencana awal tertunda, berarti masih jadi PR buat saya. Semoga nanti suami mau diajak diskusi. Kadang kalau agak capek, suka rewel dan males diajak diskusi serius.. hehe. Kalau sudah rewel, kaya mbalik lagi jadi anak kecil. Ckck..


#tantangan_hari_ke_8
#kelasbunsayiip3
#game_level_3

#kami_bisa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Rumahku Madrasah Pertamaku"

Judul Buku : Rumahku Madrasah Pertamaku (Panduan Keluarga Muslim dalam Mendidik Anak) Penulis : Dr. Khalid Ahmad Syantut Penerbit : Maskana Media (Imprint Pustaka Rumah Main Anak) Cetakan : kedua, Januari 2019 Jumlah Halaman : 184 halaman Pertama kali melihat iklan masa PO buku ini, saya langsung tertarik untuk memesannya. Saya memang senantiasa tertarik pada buku parenting . Ketidaksempurnaan dalam diri saya membuat saya ingin terus memperbaiki supaya kelak saya bisa mendidik anak-anak sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul inginkan. Setelah menunggu selama kurang lebih dua minggu, akhirnya buku ini berada di pelukan saya. Desain dan layout buku yang menarik membuat saya ingin segera membacanya. Kemudian, saya bacalah buku ini, mengalahkan tumpukan buku lain yang belum sempat terbaca. "Rumahku Madrasah Pertamaku" begitulah judul buku ini. Sesuai dengan judulnya, buku ini mengingatkan saya kembali tentang betapa berpengaruhnya lingkungan rumah terhadap karakter a...

Review: Smart Hafiz Mempersiapkan Si Kecil Anti Smartphone

Akhir-akhir ini sering saya lihat anak-anak sudah susah terlepas dari gawai. Gawai yang mereka pakai biasanya jenis smartphone. Tak hanya anak-anak, balita bahkan batita juga sering saya lihat mulai menggunakan barang elektronik ini. Bagi saya, hal tersebut kurang mendidik. Anak-anak terutama balita seharusnya bermain untuk melatih kemampuan motorik mereka. Anak-anak yang lebih besar seharusnya bisa membangun interaksi dengan teman sebaya maupun orang di sekitarnya, bukan bersifat antisosial. Nah., latihan kemampuan motorik dan membangun kemampuan sosial ini yang tidak ditemukan dalam smartphone. Anak-anak cenderung pasif ketika menggunakan sartphone. Apalagi jika smartphone tersebut terhubung dengan internet. Anak usia 3 tahun pun bisa mengakses Youtube dan berselancar mencari video-video yang disukainya. Jika sudah terlanjur demikian, anak akan susah disapih dari benda bernama smartphone ini. Ketika kita ingin menyapih anak dari smartphone tantangannya lebih besar dibanding...

Review Rumah Main Anak

Judul Buku : Rumah Main Anak Penulis : Julia Sarah Rangkuti Penyunting :  Rizka Azharini, S. Kep. Penyelaras Akhir : Tyas Choirunnissa, S. Hum. Tata Letak : Jogja Layouter Tim Desain Sampul : Dyna Fitria, S. Si. Diterbitkan oleh : Sahabat Sejati Publishing Jumlah Halaman Buku : 334 halaman Cetakan, Tahun Terbit : 5, September 2017 Apa itu Rumah Main Anak? Saya mengetahui buku ini sejak awal masuk di kelas Bunda Sayang, Ibu Profesional. Waktu itu ada seorang teman yang merekomendasikan buku RMA untuk teman bermain anak-anak. Saya langsung tertarik dan membeli buku RMA ini lengkap dengan RMA edisi kedua. RMA yang akan saya review adalah RMA 1. Pertama kali saya melihat buku ini, saya tertarik pada desain sampulnya. Desain sampul sederhana tapi elegan. Sampul kuning di buku RMA 1 ini membuat kesan ceria sesuai dengan isi buku. Bayi saya yang sudah jatuh cinta pafa pandangan pertama, begitu tertarik pada sampul maka saya pun langsung tertarik ingin seger...