Langsung ke konten utama

Bagaimana Keefektifan Proyek Keluarga Kami?


Masih tentang proyek keluarga “Membangun Pondasi Peradaban” di mana peningkatan kecerdasan emosional menjadi fokus dalam proyek ini. Proyek ini masih berjalan dan terus berjalan dengan mengikutsertakan jenis kecerdasan yang lain. Karena kami masih sama-sama belajar, maka waktu belajarnya bisa jadi akan lama. Tulisan ini hanya awalan ketika kami mulai menjalankan perubahan menjadi pribadi yang lebih baik, sehingga kelak bisa menjadi orang tua yang lebih bijaksana bagi anak-anak.

Pernikahan kami masih dalam hitungan bulan, masalah rumah tangga yang timbul lebih sering akibat perbedaan yang melekat dalam diri kami masing-masing. Hal ini menjadi pelajaran pertama sekaligus yang paling dasar untuk kami selesaikan bersama-sama. Perubahan status yang semula berdiri sendiri, menjadi suami atau istri, kemudian akan berubah menjadi ayah dan ibu membuat kami benar-benar harus ekstra belajar. Tidak ada orang tua baru yang langsung mahir mengurus semua urusan rumah tangga dan anak, tapi kami tidak ingin menjadikan hal tersebut sebagai alasan untuk meminta bantuan orang lain terlalu banyak. Kami tetap ingin menjadi orang tua mandiri dengan aturan kami, walau masih dalam keterbatasan.

Sudah Efektifkah Proyek Kami?
Dibilang efektif tentu saja belum. Masih banyak yang perlu dibenahi. Tapi melalui intensitas instrospeksi diri yang sering membuat saya lebih mudah mengendalikan emosi. Ketika mulai merasa feeling blue saya berusaha flash back mengingat-ingat kesalahan, dan mengendalikan perasaan supaya bisa tetap tenang dan ceria. Sejauh ini beberapa indikator kecerdasan emosional sudah bisa saya capai seperti membuat keputusan (tergantung tingkat masalahnya), mengenali emosi orang lain (terutama suami), membuka pikiran, introspeksi diri, mengasah empati, dan mampu memotivasi orang lain. Untuk indikator mengelola emosi orang lain sepertinya saya belum sepenuhnya bisa.

Setelah beberapa kali saya menilai diri sendiri, sebagai bahan evaluasi supaya lebih baik saya juga menilai suami. Dari beberapa indikator kecerdasan emosional, suami paling jago dalam mengenali dan mengelola emosi orang lain. Itu yang membuat saya sering gak bisa menyembunyikan sesuatu darinya. Untuk urusan membuat keputusan bersama, yang lebih banyak andil juga suami. Saya lebih banyak ngikutnya daripada membuat putusan. Kalau untuk urusan memotivasi dan empati, suami juga berandil besar. Ia bisa melonjakkan semangat saya ketika kata-kata bijaknya sudah keluar. Yang masih agak susah adalah kemampuannya dalam membuka pikiran. Suami masih sering keukeuh dengan pendiriannya, entah benar atau salah menurut kajian ilmiah. Kalau menurutnya simple, enak, gak ribet ya itu yang bakal jadi pedomannya. Nah.. ini yang kadang bikin saya kesulitan. Ketika hendak membuat aturan di rumah, harus debat dulu dengan suami sampai salah satu dari kami mengalah. Lebih seringnya menggantung, tidak ada kesimpulan. L

Kekurangan-kekurangan yang berhasil teridentifikasi ini, dapat digunakan sebagai bahan diskusi untuk hari berikutnya. PR bagi saya adalah berusaha mengajak suami membuka pikiran supaya kami dapat membuat aturan bersama, yang akan dijalani bersama pula. Harapannya dapat tercapai beberapa aturan yang pakem dan tidak menggantung sehingga bisa segera diterapkan.. J

#tantangan_hari_ke_7
#kelasbunsayiip3
#game_level_3

#kami_bisa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Rumahku Madrasah Pertamaku"

Judul Buku : Rumahku Madrasah Pertamaku (Panduan Keluarga Muslim dalam Mendidik Anak) Penulis : Dr. Khalid Ahmad Syantut Penerbit : Maskana Media (Imprint Pustaka Rumah Main Anak) Cetakan : kedua, Januari 2019 Jumlah Halaman : 184 halaman Pertama kali melihat iklan masa PO buku ini, saya langsung tertarik untuk memesannya. Saya memang senantiasa tertarik pada buku parenting . Ketidaksempurnaan dalam diri saya membuat saya ingin terus memperbaiki supaya kelak saya bisa mendidik anak-anak sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul inginkan. Setelah menunggu selama kurang lebih dua minggu, akhirnya buku ini berada di pelukan saya. Desain dan layout buku yang menarik membuat saya ingin segera membacanya. Kemudian, saya bacalah buku ini, mengalahkan tumpukan buku lain yang belum sempat terbaca. "Rumahku Madrasah Pertamaku" begitulah judul buku ini. Sesuai dengan judulnya, buku ini mengingatkan saya kembali tentang betapa berpengaruhnya lingkungan rumah terhadap karakter a...

Mendidik dengan Cinta

Mendidik tak bisa serta merta. Mendidik adalah proses panjang yang melibatkan banyak komponen kompleks. Dalam mendidik diperlukan ilmu dan ilmu tersebut akan lebih bermakna jika disertai dengan cinta. Ya.. Mendidik perlu cinta, perlu keikhlasan dan kesabaran. Wujud cinta ini yang beragam, tergantung bagaimana orang tua mendefinisikan cinta bagi buah hati yang mereka didik. Tak ada satu pun orang tua di dunia ini yang tak mencintai anak-anaknya. Mereka mencintai anak-anak mereka dengan caranya. Terdapat beberapa pola asuh orang tua yang berhasil membawa anak-anak mereka menuju sukses. Ada pola asuh yang membawa anak-anak mereka untuk mampu berdikari. Bahkan ada pula orang tua yang sukar melepaskan genggaman perlindungannya pada sang anak. Mereka semua punya dasar yang sama, yaitu kecintaan terhadap anak-anak mereka. Lalu kecintaan seperti apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh anak-anak kita? Dalam mendidik generasi alfa, tantangan yang dihadapi demikian kompleks. Orang tua harus ma...

Review Rumah Main Anak

Judul Buku : Rumah Main Anak Penulis : Julia Sarah Rangkuti Penyunting :  Rizka Azharini, S. Kep. Penyelaras Akhir : Tyas Choirunnissa, S. Hum. Tata Letak : Jogja Layouter Tim Desain Sampul : Dyna Fitria, S. Si. Diterbitkan oleh : Sahabat Sejati Publishing Jumlah Halaman Buku : 334 halaman Cetakan, Tahun Terbit : 5, September 2017 Apa itu Rumah Main Anak? Saya mengetahui buku ini sejak awal masuk di kelas Bunda Sayang, Ibu Profesional. Waktu itu ada seorang teman yang merekomendasikan buku RMA untuk teman bermain anak-anak. Saya langsung tertarik dan membeli buku RMA ini lengkap dengan RMA edisi kedua. RMA yang akan saya review adalah RMA 1. Pertama kali saya melihat buku ini, saya tertarik pada desain sampulnya. Desain sampul sederhana tapi elegan. Sampul kuning di buku RMA 1 ini membuat kesan ceria sesuai dengan isi buku. Bayi saya yang sudah jatuh cinta pafa pandangan pertama, begitu tertarik pada sampul maka saya pun langsung tertarik ingin seger...