Langsung ke konten utama

Pesan Cinta untuk Rasulullah saw.

 


Kadang aku berpikir, mengapa aku hidup di zaman ini? Mengapa aku tidak menjadi umat terdahulu? Mengapa aku tidak berkesempatan hidup di zaman Rasulullah saw. Mengapa aku tak berkesempatan bertemu dengan Rasulullah saw? Meski aku menjadi umat beliau, tapi jarak 1400 tahun bukanlah jarak yang dekat. Terpisah banyak ruang, waktu, dan generasi. 

Dahulu aku tak tertarik pada kisah beliau. Aku berpikir bahwa kisah hidup Rasulullah saw. tak menarik dan sulit dihafal. Aku lebih menyukai kisah Nabi lain yang mempunyai mukjizat luar biasa. Belasan tahun hati ini tak tersentuh kisah Rasulullah saw. Melihat nama beliau, sepenggal kisah beliau ya rasanya biasa saja. Aku menjalani hidup dengan biasa, seperti orang pada umumnya. Tidak ada gairah semangat menggelora untuk syiar. Bahkan aku menghindarinya. 

Dua puluh tujuh tahun umurku. Hati ini baru tersentuh dengan kisah Rasulullah saw. yang mengharu biru. Ada kalanya hati ini semangat, bahagia, sedih, ketika membaca detail kisahnya. Lama kelamaan aku merasakan ada sesuatu yang hangat dalam dada ketika berbicara atau membaca tentang Rasulullah saw. Mungkinkah ini rasa rindu, yang lama terasa?

Aku bahkan menjadi sangat terpesona dengan akhlak beliau yang sempurna. Kebijaksanaan, kasih sayang, keadilan, kecerdasan, semua ku kagumi. Betapa senangnya jika bisa bertemu beliau, betapa senangnya jika bisa konsultasi langsung dengan beliau. Mungkin hidup tak akan terasa seberat ini. Mungkin godaan tak akan menerpa sesering ini. 

Sempat terpikir olehku, jika aku hidup di dekat Rasulullah saw., aku akan menjadi perempuan yang berani. Aku akan ikut menjadi pembela Rasulullah saw., aku tak akan takut mati. Yah, itu hanya pengandaianku saja. Faktanya aku hidup di akhir zaman, dengan tantangan yang menerpa silih berganti. Ujian tauhid tak sesederhana dahulu ketika orang menyembah berhala. Ujian tauhid bisa lewat media sosial, kesibukan, ain, teknologi, bahkan perang pemikiran. Lebih berat ya, Rasulullah. Sungguh aku merasa berat. Aku takut tauhidku ternodai tanpa aku menyadarinya. Ya Rasulullah, seandainya aku bisa bertanya kepada engkau. Berapa kadar tauhidku? Karena aku takut, aku takut telah menggadaikan kepercayaanku. Ya Rasulullah, ingin rasanya aku bertemu dengan engkau. Menanyakan ini dan itu untuk meringankan langkahku di dunia maupun akhirat. Aku pun ingin menjadi tetanggamu meski hanya bermukim di kemah, bukan rumah surga maupun istana. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Rumahku Madrasah Pertamaku"

Judul Buku : Rumahku Madrasah Pertamaku (Panduan Keluarga Muslim dalam Mendidik Anak) Penulis : Dr. Khalid Ahmad Syantut Penerbit : Maskana Media (Imprint Pustaka Rumah Main Anak) Cetakan : kedua, Januari 2019 Jumlah Halaman : 184 halaman Pertama kali melihat iklan masa PO buku ini, saya langsung tertarik untuk memesannya. Saya memang senantiasa tertarik pada buku parenting . Ketidaksempurnaan dalam diri saya membuat saya ingin terus memperbaiki supaya kelak saya bisa mendidik anak-anak sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul inginkan. Setelah menunggu selama kurang lebih dua minggu, akhirnya buku ini berada di pelukan saya. Desain dan layout buku yang menarik membuat saya ingin segera membacanya. Kemudian, saya bacalah buku ini, mengalahkan tumpukan buku lain yang belum sempat terbaca. "Rumahku Madrasah Pertamaku" begitulah judul buku ini. Sesuai dengan judulnya, buku ini mengingatkan saya kembali tentang betapa berpengaruhnya lingkungan rumah terhadap karakter a...

Review: Smart Hafiz Mempersiapkan Si Kecil Anti Smartphone

Akhir-akhir ini sering saya lihat anak-anak sudah susah terlepas dari gawai. Gawai yang mereka pakai biasanya jenis smartphone. Tak hanya anak-anak, balita bahkan batita juga sering saya lihat mulai menggunakan barang elektronik ini. Bagi saya, hal tersebut kurang mendidik. Anak-anak terutama balita seharusnya bermain untuk melatih kemampuan motorik mereka. Anak-anak yang lebih besar seharusnya bisa membangun interaksi dengan teman sebaya maupun orang di sekitarnya, bukan bersifat antisosial. Nah., latihan kemampuan motorik dan membangun kemampuan sosial ini yang tidak ditemukan dalam smartphone. Anak-anak cenderung pasif ketika menggunakan sartphone. Apalagi jika smartphone tersebut terhubung dengan internet. Anak usia 3 tahun pun bisa mengakses Youtube dan berselancar mencari video-video yang disukainya. Jika sudah terlanjur demikian, anak akan susah disapih dari benda bernama smartphone ini. Ketika kita ingin menyapih anak dari smartphone tantangannya lebih besar dibanding...

Review Rumah Main Anak

Judul Buku : Rumah Main Anak Penulis : Julia Sarah Rangkuti Penyunting :  Rizka Azharini, S. Kep. Penyelaras Akhir : Tyas Choirunnissa, S. Hum. Tata Letak : Jogja Layouter Tim Desain Sampul : Dyna Fitria, S. Si. Diterbitkan oleh : Sahabat Sejati Publishing Jumlah Halaman Buku : 334 halaman Cetakan, Tahun Terbit : 5, September 2017 Apa itu Rumah Main Anak? Saya mengetahui buku ini sejak awal masuk di kelas Bunda Sayang, Ibu Profesional. Waktu itu ada seorang teman yang merekomendasikan buku RMA untuk teman bermain anak-anak. Saya langsung tertarik dan membeli buku RMA ini lengkap dengan RMA edisi kedua. RMA yang akan saya review adalah RMA 1. Pertama kali saya melihat buku ini, saya tertarik pada desain sampulnya. Desain sampul sederhana tapi elegan. Sampul kuning di buku RMA 1 ini membuat kesan ceria sesuai dengan isi buku. Bayi saya yang sudah jatuh cinta pafa pandangan pertama, begitu tertarik pada sampul maka saya pun langsung tertarik ingin seger...