Langsung ke konten utama

Jelajah 3: Menemukan Keluarga




Pekan ketiga ini, kami para ulat harus mengurangi ngemil supaya tidak cepat gendut. Kalau di pekan sebelumnya kami masih asyik ngemil berbagai hidangan lezat, sekarang harus sudah STOP. Harus fokus ke makanan utama kami. Harus fokus kembali melihat mind map yang sudah dirancang. Maka kami ditugaskan untuk mencari keluarga yang mempunyai makanan sama. Makanan yang sama ini akan membuat kami para ulat saling memberi dan menerima, sehingga kami bisa kenyang bersama.
Jadi.. beginilah cerita perjalanan saya menemukan keluarga.

Dalam salah satu cabang mind map yang saya buat, saya mencantumkan manajemen marah. Manajemen marah ini sebenarnya anak cabang dari ilmu parenting yang ingin saya pelajari lebih mendalam. Meski merupakan anak cabang, namun saya merasa makanan ini perlu segera saya lahap supaya saya bisa merasa lebih baik. Selama ini saya terkendala dalam memanajemen kemarahan dalam diri, akibatnya sedikit-sedikit marah alias sumbu pendek. Tentu saja hal ini merugikan karena kemarahan yang tidak terkontrol membawa dampak tidak baik bagi suami dan anak dan berujung pada ketidakbahagiaan saya. Saya harus membuat mereka bahagia, sehingga saya bahagia. Demikianlah yang ingin saya capai.

Manajemen marah ini masuk dalam anak cabang manajemen emosi. Dalam mencari keluarga manajemen emosi, bukanlah hal yang sulit karena banyak sekali ulat yang membutuhkan makanan ini. Maka dengan cepat saya berhasil berkumpul dengan banyak ulat yang membutuhkan makanan manajemen emosi. Ulat yang berkumpul semakin banyak, sehingga rumah kami tak cukup lagi menampung ulat yang terus bertambah. Oleh karena itu, kami pindah rumah dari Whatsapp Grup menjadi Grup Telegram. Cukup memusingkan karena saya pribadi tidak begitu familiar dengan Telegram. Merasa pusing karena terkena badai informasi yang seolah tak terbendung.



Meski demikian saya mencoba bertahan sambil beradaptasi tipis-tipis. Nama keluarga besar ini adalah Inside Out Family, sepertinya mengadopsi dari film animasi Inside Out. Keluarga kami memiliki jadwal tetap, yang harapannya bisa membantu kami para ulat untuk memenuhi kebutuhan gizi masing-masing. Hari Senin – Selasa, kami gunakan untuk berdiskusi spesifik tentang manajemen emosi, hari Rabu – Kamis kami gunakan untuk fokus pada diskusi dan jurnal Bunda Cekatan, hari Jumat untuk diskusi bebas, dan hari Sabtu – Ahad untuk kegiatan keluarga. Rumah kami dibuka pada pukul 08.00 hingga pukul 20.00 saja, kecuali ada diskusi. Diskusi dimulai pukul 20.00 – 22.00.  

Kami mempunyai Kepala Keluarga yaitu Mbak Aisyah dibantu beberapa ulat lain seperti Mbak Laila, dan beberapa ulat lainnya yang saling membantu. Keluarga kami terbagi menjadi beberapa keluarga kecil supaya kami bisa lebih nyaman. Keluarga kecil tersebut meliputi keluarga kecil: innerchild, manajemen konflik, self healing, manajemen marah, dan sebagainya. Setiap keluarga kecil terdiri dari kurang lebih 35 ulat yang dikepalai oleh salah satu ulat terpilih. Dan saya masuk keluarga kecil Manajemen Marah yang dikepalai Mbak Siti.

Setelah berada di rumah baru, dengan jumlah ulat yang lebih sedikit, saya merasa lega. Pikiran rasanya lebih longgar, tidak penuh sesak seperti sebelumnya. Di rumah kecil ini, kami telah siap memberi dan menerima makanan dengan lebih nyaman dan menyenangkan. Sambil masih beradaptasi dengan lingkungan dan teman baru, kami saling sharing tentang pengalaman masing-masing dalam mengelola emosi. Rata-rata kami memang masih sumbu pendek, makanya kami mencari rumah yang bisa saling menguatkan supaya marah kami lebih bijak.

Dalam kesempatan sharing pertama ini, saya berbagi referensi tentang faktor pemicu marah (dari Buku Anger Management karya Diah Mahmudah) dan kajian tentang bahasa kasih (Kajian Youtube dr. Aisah Dahlan).

Faktor pemicu marah ini telah dibahas dalam jurnal sebelumnya (http://destyputri.blogspot.com/2020/01/jelajah-1-menemukan-makanan-yang-bergizi.html).
Sedangkan pembahasan bahasa kasih, merupakan hal yang baru bagi saya.
Dr. Aisah Dahlan mengatakan dalam kajian tersebut bahwa manusia itu punya 5 bahasa kasih,
1. Sentuhan fisik
2. Pujian
3. Hadiah
4. Waktu
5. Pelayanan
.
Bahasa kasih itu apa? Bahasa yg menyebabkan seorang manusia merasa dicintai oleh manusia lainnya. Bisa ortu terhadap anak atau kita terhadap suami.
Bahasa kasih ini perlu supaya dalam keluarga saling merasa dicintai satu sama lain.
.
Misal, ada anak yg dia seneng banget ndusel-ndusel ibunya. Seneng dipeluk-peluk. Nah.. sbg ortu harusnya kita memahami bahwa anak tsb bahasa kasihnya adalah sentuhan fisik. Dia merasa disayangi orang tuanya ketika dihujani pelukan, belaian, kecupan sayang. Dengan merasa dicintai ini maka tangki cintanya akan penuh, akan membahagiakan. Insya Allah anak akan bertingkah baik ke kita karena dia merasa kalau kita full mencintainya.
.
.
Paling tidak kita harus mengenali dua bahasa kasih anak-anak kita atau suami, supaya kita bisa menunjukkan rasa cinta kita pada mereka.
Karena salah mengungkapkan, (meski niat kita menunjukkan cinta) akan percuma.. 😁😁
.
.
Saya juga sedang berusaha.. membuat anak dan suami merasa dicintai oleh saya. Supaya yg terpancar bukan kesel dan marah, tapi cinta.

Demikian yang baru saya sampaikan di awal-awal perkenalan bersama teman baru. Sambil saya masih mencicipi hidangan dari ulat lain yang sekiranya saya butuhkan.

Semangat




#janganlupabahagia
#jurnalminggu3
#materi3
#kelasulat
#bundacekatan
#buncekbatch1
#buncekIIP
#institutibuprofesional

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Rumahku Madrasah Pertamaku"

Judul Buku : Rumahku Madrasah Pertamaku (Panduan Keluarga Muslim dalam Mendidik Anak) Penulis : Dr. Khalid Ahmad Syantut Penerbit : Maskana Media (Imprint Pustaka Rumah Main Anak) Cetakan : kedua, Januari 2019 Jumlah Halaman : 184 halaman Pertama kali melihat iklan masa PO buku ini, saya langsung tertarik untuk memesannya. Saya memang senantiasa tertarik pada buku parenting . Ketidaksempurnaan dalam diri saya membuat saya ingin terus memperbaiki supaya kelak saya bisa mendidik anak-anak sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul inginkan. Setelah menunggu selama kurang lebih dua minggu, akhirnya buku ini berada di pelukan saya. Desain dan layout buku yang menarik membuat saya ingin segera membacanya. Kemudian, saya bacalah buku ini, mengalahkan tumpukan buku lain yang belum sempat terbaca. "Rumahku Madrasah Pertamaku" begitulah judul buku ini. Sesuai dengan judulnya, buku ini mengingatkan saya kembali tentang betapa berpengaruhnya lingkungan rumah terhadap karakter a...

Mendidik dengan Cinta

Mendidik tak bisa serta merta. Mendidik adalah proses panjang yang melibatkan banyak komponen kompleks. Dalam mendidik diperlukan ilmu dan ilmu tersebut akan lebih bermakna jika disertai dengan cinta. Ya.. Mendidik perlu cinta, perlu keikhlasan dan kesabaran. Wujud cinta ini yang beragam, tergantung bagaimana orang tua mendefinisikan cinta bagi buah hati yang mereka didik. Tak ada satu pun orang tua di dunia ini yang tak mencintai anak-anaknya. Mereka mencintai anak-anak mereka dengan caranya. Terdapat beberapa pola asuh orang tua yang berhasil membawa anak-anak mereka menuju sukses. Ada pola asuh yang membawa anak-anak mereka untuk mampu berdikari. Bahkan ada pula orang tua yang sukar melepaskan genggaman perlindungannya pada sang anak. Mereka semua punya dasar yang sama, yaitu kecintaan terhadap anak-anak mereka. Lalu kecintaan seperti apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh anak-anak kita? Dalam mendidik generasi alfa, tantangan yang dihadapi demikian kompleks. Orang tua harus ma...

Review Rumah Main Anak

Judul Buku : Rumah Main Anak Penulis : Julia Sarah Rangkuti Penyunting :  Rizka Azharini, S. Kep. Penyelaras Akhir : Tyas Choirunnissa, S. Hum. Tata Letak : Jogja Layouter Tim Desain Sampul : Dyna Fitria, S. Si. Diterbitkan oleh : Sahabat Sejati Publishing Jumlah Halaman Buku : 334 halaman Cetakan, Tahun Terbit : 5, September 2017 Apa itu Rumah Main Anak? Saya mengetahui buku ini sejak awal masuk di kelas Bunda Sayang, Ibu Profesional. Waktu itu ada seorang teman yang merekomendasikan buku RMA untuk teman bermain anak-anak. Saya langsung tertarik dan membeli buku RMA ini lengkap dengan RMA edisi kedua. RMA yang akan saya review adalah RMA 1. Pertama kali saya melihat buku ini, saya tertarik pada desain sampulnya. Desain sampul sederhana tapi elegan. Sampul kuning di buku RMA 1 ini membuat kesan ceria sesuai dengan isi buku. Bayi saya yang sudah jatuh cinta pafa pandangan pertama, begitu tertarik pada sampul maka saya pun langsung tertarik ingin seger...