Memasuki pekan kelima kelas kupu-kupu. Sembari menjalankan deadline
yang sudah dibuat, di pekan ini ada tantangan lain yang lebih menantang. Kami
harus mengevaluasi diri masing-masing. Sudahkah menepati deadline yang
dibuat? Sudahkah menepati janji yang diputuskan? Sudahkah menjalankan kelas ini
dengan sepenuh hati? Bu Septi mengatakan inilah saatnya FALSE CELEBRATION.
Jujur saja, saya baru tahu ada istilah False Celebration.
Kesalahan yang dirayakan? Untuk apa kesalahan itu dirayakan? Bukankah hanya
akan mengurangi percaya diri karena membersarkan masalah? Awalnya saya pikir
demikian, namun ternyata Bu Septi memiliki pandangan lain terkait False
Celebration. False Celebration ini perlu sebagai bentuk penerimaan atas
kesalahan yang mungkin kita lakukan selama proses belajar.
Baiklah! Mari kita rayakan kesalahan kita dengan jujur.
Saya sebagai Mentee
Di kelas mentorship ini saya belajar membuat ulasan
buku. Deadline ulasan saya gabung dengan deadline belajar saya di
kelas Biblioterapi. Jadi ada kemiripan antara ulasan buku dan tugas
biblioterapi saya, meski keduanya tidak serta merta mirip. Ulasan yang saya
buat dan serahkan kepada mentor berjudul READ, REVIEW, AND REFLECTION. Berisi
tentang identitas buku, rangkuman buku, analisis buku, kriteria pembaca, dan
refleksi buku. Buku-buku yang sudah say aulas semuanya bergenre cerita
anak. Ulasan dan tugas biblioterapi yang hamper sama membuat saya cukup
terbantu dalam memenuhi deadline.
Namun, ternyata tetap tak ada yang sempurna dalam belajar di
mentorship ini. Saya seperti terkena tsunami belajar daring, sehingga
“gila-gilaan” dalam belajar dan mengajar secara daring. Terdapat beberapa
training yang saya ikuti secara daring, yaitu ToT Read Aloud,
Biblioterapi Didaktik, dan ToT Guru Inovatif yang diadakan oleh Microsoft.
Masing-masing training memiliki penugasan yang cukup menghabiskan waktu,
sehingga saya harus benar-benar terampil membuat kendang waktu. Belum lagi
tugas saya mengajar, tugas saya sebagai istri, tugas sebagai suami, plus masih
jualan buku online. Ternyata demikian banyak kegiatan yang menguras
waktu dan tenaga saya.
Hal itulah yang kemudian mau tidak mau membawa dampak
tehadap kegiatan belajar saya di mentorship. Saya kurang greget dalam
mengejar ilmu bersama mentor, meski ada cukup ilmu yang saya dapatkan, yang
harusnya saya bisa mendapatkan lebih. Meski tugas saya selesai, saya merasa
masih perlu lebih banyak kritik dalam mentorship ini.
Setelah sharing bersama mentor dan saling koreksi diri ternyata
kami sama-sama kuwalahan dalam masalah waktu. Mentor sibuk, saya juga
sibuk. Jadilah kami belum mampu memberikan feedback dalam versi terbaik
kami. Sayang sekali ya, kami sepertinya memang harus segera berbenah untuk
pekan-pekan berikutnya.
Saya sebagai Mentor
Sebenarnya saya mempunyai mentor yang semangat belajar. Dia
selalu ingin bertanya, tapi mungkin agak sungkan. Sama sungkannya dengan saya
yang belum berani memberi masukan secara blak-blakan. Jadi Ketika mentee saya
menyelesaikan deadline pertamanya, saya hanya memancing dia dengan
pertanyaan-pertanyaan reflektif. Awalnya saya berniat membuat kurikulum dan
materi. Namun, kata Bu Septi dalam mentorship ini peran kami adalah sebagai
mentor, bukan dosen atau guru jadi tidak perlu memberi materi.
Namun, saya pikir terlalu lama sungkan justru tidak akan membuat
perbaikan bagi mentee saya. Maka saya pun memberanikan diri untuk
memberi masukan. Agak banyak masukan yang saya berikan dan alhamdulillah respon
dari mentee positif. Ia senang sekali mendapatkan feedback dari saya. Tadi
malam kita sama-sama saling menyadari kesalahan dan mengalirkan rasa. Akhirnya saya
berhasil mengusir sungkan saya, demi perbaikan positif bagi mentee.
Nah.. inilah FALSE CELEBRATION versi saya sebagai
mentor dan mentee. Bagaimana dengan teman-teman semua?
#jurnalke4
#tahapkupukupu
#buncek1
#institutibuprofesional
Komentar
Posting Komentar
Thank you for visiting... 😁😁