Langsung ke konten utama

Aliran Rasa Matrikulasi IIP Batch #4


Saya bisa kenal IIP ini bisa dikatakan takdir tak terduga. Sebelumnya komunitas-komunitas begini sangat awam bagi saya. Kebetulan suatu hari menjelang beberapa bulan pernikahan, saya ada masalah dan berusaha mencari sumber yang bisa ditanyai melalui grup WA Perpus As-Salam. Dari situ ada dua orang ukhti yang bersedia saya curhati, dan ketika saya bertanya tentang komunitas pengembangan diri mereka merekomendasikan IIP. Saya mulai mencari informasi tentang IIP mulai dari fecebook, berusaha join grup tapi nihil. Alhamdulillah., salah satu ukhti yang saya curhati memberi informasi pembukaan matrikulasi IIP batch #4 dan saya segera mendaftar.

Mengikuti matrikulasi ternyata lebih menyenangkan dari yang saya bayangkan. Penugasan dalam bentuk NHW di setiap minggunya membuka tabir pikiran dan hati saya untuk kembali pada fitrah perempuan, lebih mendalam lagi fitrah ibu. Ada banyak pola pikir lama yang terpatahkan semenjak mengikuti matrikulasi. Pola pikir lama ini pola pikir dasar, yang selama ini ngebet kejar target karir, harus penghasilan sekian, harus kerja ini, harus punya prestasi, kemudian berubah menjadi tujuan bekerja hanya membantu suami, fokus pada keluarga. Lebih ekstrim lagi, jika suami saya menghendaki saya vacum kerja dulu sampai anak-anak agak besar saya pun akan bersedia. Itu perubahan yang paling dirasakan.


Dulunya, saat masih sekolah dan kuliah saya selalu ingin menjadi yang terbaik. Berusaha sekencang apapun supaya dapat cap terbaik atau minimal dianggap hebat oleh teman-teman lain. Setelah mengikuti matrikulasi, baru saya sadar bahwa kesombongan saya di sini tidak berguna. Saya salah jika saya sombong, di atas langit masih ada langit dan saya merasa kecil sekali di sini. Saya semakin sadar bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri, maka tidak sepantasnya saya sombong. Teman-teman di matrikulasi ini banyak memiliki kelebihan yang saya ingin kuasai tapi saya tidak bisa. Hal itu menjadi alasan kuat bahwa saya harus sadar diri untuk terus belajar.
Pernyataan awal matrikulasi bahwa kita harus menjadi “gelas kosong” sangat benar adanya. Saya tidak akan pernah mendapat apa-apa ketika saya merasa tinggi. Saya tidak akan belajar apapun ketika saya merasa sudah bisa. Dan yang saya coba lakukan dalam kelas matrikulasi ini adalah menjadi “gelas kosong” ketika menerima materi atau masukan-masukan dari teman. Tentu semua itu juga disesuaikan dengan kondisi diri dan visi keluarga.

Saya yang notabene sering tidak mau kalah, sering merasa benar kemudian harus koreksi diri bahwa masih banyak yang saya belum tahu terutama dalam bidang yang hendak saya jalankan dalam waktu dekat. Saya masih awam dalam hal manajemen keluarga dan parenting, maka yang saya lakukan adalah terus merasa kurang supaya ilmu yang terserap semakin banyak.



Terimakasih atas peran IIP yang cukup besar bagi pribadi saya. Cukup besar karena yang berubah adalah inti dari diri saya, yang insya Allah pelan-pelan akan menular pada manajemen keluarga saya. Ibarat kata, IIP membantu saya membuka tabir kabut zaman kegelapan..hehehe. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Rumahku Madrasah Pertamaku"

Judul Buku : Rumahku Madrasah Pertamaku (Panduan Keluarga Muslim dalam Mendidik Anak) Penulis : Dr. Khalid Ahmad Syantut Penerbit : Maskana Media (Imprint Pustaka Rumah Main Anak) Cetakan : kedua, Januari 2019 Jumlah Halaman : 184 halaman Pertama kali melihat iklan masa PO buku ini, saya langsung tertarik untuk memesannya. Saya memang senantiasa tertarik pada buku parenting . Ketidaksempurnaan dalam diri saya membuat saya ingin terus memperbaiki supaya kelak saya bisa mendidik anak-anak sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul inginkan. Setelah menunggu selama kurang lebih dua minggu, akhirnya buku ini berada di pelukan saya. Desain dan layout buku yang menarik membuat saya ingin segera membacanya. Kemudian, saya bacalah buku ini, mengalahkan tumpukan buku lain yang belum sempat terbaca. "Rumahku Madrasah Pertamaku" begitulah judul buku ini. Sesuai dengan judulnya, buku ini mengingatkan saya kembali tentang betapa berpengaruhnya lingkungan rumah terhadap karakter a...

Review Rumah Main Anak

Judul Buku : Rumah Main Anak Penulis : Julia Sarah Rangkuti Penyunting :  Rizka Azharini, S. Kep. Penyelaras Akhir : Tyas Choirunnissa, S. Hum. Tata Letak : Jogja Layouter Tim Desain Sampul : Dyna Fitria, S. Si. Diterbitkan oleh : Sahabat Sejati Publishing Jumlah Halaman Buku : 334 halaman Cetakan, Tahun Terbit : 5, September 2017 Apa itu Rumah Main Anak? Saya mengetahui buku ini sejak awal masuk di kelas Bunda Sayang, Ibu Profesional. Waktu itu ada seorang teman yang merekomendasikan buku RMA untuk teman bermain anak-anak. Saya langsung tertarik dan membeli buku RMA ini lengkap dengan RMA edisi kedua. RMA yang akan saya review adalah RMA 1. Pertama kali saya melihat buku ini, saya tertarik pada desain sampulnya. Desain sampul sederhana tapi elegan. Sampul kuning di buku RMA 1 ini membuat kesan ceria sesuai dengan isi buku. Bayi saya yang sudah jatuh cinta pafa pandangan pertama, begitu tertarik pada sampul maka saya pun langsung tertarik ingin seger...

Pojok Bermain Lula

Bermain menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dari masa kanak-kanak termasuk usia bayi. Bermain dibutuhkan anak-anak sebagai sarana eksplorasi sekaligus sebagai sarana bermain peran. Melalui bermain, anak-anak bisa mengeksplorasi lingkungan sekitarnya. Ia bisa mengenal berbagai bentuk benda, warna, halus kasar, besar kecil, dan sebagainya. Ketika ia memainkan sesuatu, ia berarti melihat dan memegang lebih dekat apa yang anak tersebut mainkan. Demikian pula dengan bermain peran. Dalam kegiatan bermain, kadang anak berperan seolah-olah menjadi penjual, ibu, dokter, pembeli, guru, atau pekerjaan lainnya. Peran yang dimainkan anak-anak bisa membantu memperkaya kosa kata yang dimilikinya. Apakah terdapat hubungan antara bermain dan mendidik? Menurutku bermain erat kaitannya dengan mendidik terutama bagi anak-anak di usia balita. Ketika bermain, ia sekaligus dapat belajar banyak hal. Misalnya, dalam permainan kubus meraba untuk bayi usia 6 bulan. Ketika bermain kubus meraba, bayi dapa...