Langsung ke konten utama

Kurang Menikmati Peran sebagai Ibu (Review Hari 2)


Ibu digambarkan sebagai sosok yang serba bisa. Ia diharuskan bisa menjadi guru, koki, perawat, ahli gizi, tukang cuci, bahkan pembantu umum dalam satu waktu. Ia dituntut untuk bisa melakukan semua hal dengan baik. Seorang ibu merasa harus menjadi sempurna dalam melakukan berbagai hal. Tuntutan kesempurnaan ini membuat beberapa ibu tak jarang mengalami stres dan terbebani.

Ibu juga tak jarang terpancing kemarahan pada kondisi anak-anaknya. Ketidakpatuhan anak dan kekecewaan ibu terhadap anak sering menjadi pemantik utama kemarahan ibu pada anak-anaknya. Padahal, marah seorang ibu kepada anak-anaknya justru akan memperburuk keadaan, bukan sebaliknya. Seorang ibu seharusnya bisa lebih bijaksana dalam mengontrol kemarahannya kepada anak-anak.

Sikap tidak baik yang muncul dalam diri seorang ibu disebabkan karena dulu ketika masih menjadi seorang anak, ia jauh dari ibunya, sehingga ia mengalami penyimpangan fitrah seksualitas. Idealnya, seorang anak perempuan usia 7-10 tahun dekat dengan ibunya. Anak di usia ini harus mulai dikenalkan dengan peran-peran yang berkaitan dengan tugas seorang ibu, seperti mengatur keuangan, menata rumah, melipat baju, mencuci, dan sebagainya. Kelak, anak perempuan tersebut akan pahan dengan tugasnya sesuai fitrah yang telah diajarkan.

Semua ibu tentu ingin diidolakan oleh anak perempuannya. Betapa bahagianya ketika seorang anak perempuan berkata "Aku ingin seperti Ibu. Ibuku keren sekali". Bagaimana supaya kita bisa diidolakan anak? Cara supaya kita diidolaan anak salah satnya adalah melalui kontrol emosi yang baik. Ketika anak mulai melakukan sesuatu, maka seorang ibu perlu memperhatikan kondisi fisik anak.

Selain itu, supaya seorang ibu bisa optimal dalam menjaga emosinya, ia perlu sekali dibantu. Seorang ibu perlu bantuan dari suaminya dalam melaksanakan beberapa hal terkait pekerjaan harian. Bantuan suami atau orang terdekat adalah sesuatu yang sangat berharga bagi ibu.

Komentar

Posting Komentar

Thank you for visiting... 😁😁

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Rumahku Madrasah Pertamaku"

Judul Buku : Rumahku Madrasah Pertamaku (Panduan Keluarga Muslim dalam Mendidik Anak) Penulis : Dr. Khalid Ahmad Syantut Penerbit : Maskana Media (Imprint Pustaka Rumah Main Anak) Cetakan : kedua, Januari 2019 Jumlah Halaman : 184 halaman Pertama kali melihat iklan masa PO buku ini, saya langsung tertarik untuk memesannya. Saya memang senantiasa tertarik pada buku parenting . Ketidaksempurnaan dalam diri saya membuat saya ingin terus memperbaiki supaya kelak saya bisa mendidik anak-anak sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul inginkan. Setelah menunggu selama kurang lebih dua minggu, akhirnya buku ini berada di pelukan saya. Desain dan layout buku yang menarik membuat saya ingin segera membacanya. Kemudian, saya bacalah buku ini, mengalahkan tumpukan buku lain yang belum sempat terbaca. "Rumahku Madrasah Pertamaku" begitulah judul buku ini. Sesuai dengan judulnya, buku ini mengingatkan saya kembali tentang betapa berpengaruhnya lingkungan rumah terhadap karakter a...

Review: Smart Hafiz Mempersiapkan Si Kecil Anti Smartphone

Akhir-akhir ini sering saya lihat anak-anak sudah susah terlepas dari gawai. Gawai yang mereka pakai biasanya jenis smartphone. Tak hanya anak-anak, balita bahkan batita juga sering saya lihat mulai menggunakan barang elektronik ini. Bagi saya, hal tersebut kurang mendidik. Anak-anak terutama balita seharusnya bermain untuk melatih kemampuan motorik mereka. Anak-anak yang lebih besar seharusnya bisa membangun interaksi dengan teman sebaya maupun orang di sekitarnya, bukan bersifat antisosial. Nah., latihan kemampuan motorik dan membangun kemampuan sosial ini yang tidak ditemukan dalam smartphone. Anak-anak cenderung pasif ketika menggunakan sartphone. Apalagi jika smartphone tersebut terhubung dengan internet. Anak usia 3 tahun pun bisa mengakses Youtube dan berselancar mencari video-video yang disukainya. Jika sudah terlanjur demikian, anak akan susah disapih dari benda bernama smartphone ini. Ketika kita ingin menyapih anak dari smartphone tantangannya lebih besar dibanding...

Pojok Bermain Lula

Bermain menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dari masa kanak-kanak termasuk usia bayi. Bermain dibutuhkan anak-anak sebagai sarana eksplorasi sekaligus sebagai sarana bermain peran. Melalui bermain, anak-anak bisa mengeksplorasi lingkungan sekitarnya. Ia bisa mengenal berbagai bentuk benda, warna, halus kasar, besar kecil, dan sebagainya. Ketika ia memainkan sesuatu, ia berarti melihat dan memegang lebih dekat apa yang anak tersebut mainkan. Demikian pula dengan bermain peran. Dalam kegiatan bermain, kadang anak berperan seolah-olah menjadi penjual, ibu, dokter, pembeli, guru, atau pekerjaan lainnya. Peran yang dimainkan anak-anak bisa membantu memperkaya kosa kata yang dimilikinya. Apakah terdapat hubungan antara bermain dan mendidik? Menurutku bermain erat kaitannya dengan mendidik terutama bagi anak-anak di usia balita. Ketika bermain, ia sekaligus dapat belajar banyak hal. Misalnya, dalam permainan kubus meraba untuk bayi usia 6 bulan. Ketika bermain kubus meraba, bayi dapa...