Langsung ke konten utama

Generasi Literasi [1]




Apakah pembiasaan literasi di masa sekolah akan mati ketika sudah dewasa?. Jawabanku adalah tidak. Kecintaanku pada buku tak pernah mati sampai kapanpun. Bahkan semakin hari semakin harus diasah dan dipertajam. Sampai aku berada pada jenjang kehidupan yang lebih tinggi. Menjadi seorang istri dan ibu tak pula menyurutkan kesukaan dan passion ku terhadap buku. Aku justru merasa butuh partner untuk menyalurkan semangat literasi-ku. Maka di sinilah otakku mulai bekerja. Merancang rencana-rencana menghidupkan rumah seperti yang aku inginkan. Membuat daftar kegiatan untuk malaikat-malaikat kecil, penerus generasiku.
Aku pernah memiliki cukup banyak pengalaman mangajar ketika masih kuliah. Memang bukan mengajar di sekolah secara formal. Namun, pengalaman-pengalaman tersebut cukup membuatku sekilas membaca tantangan mendidik anak di tahun-tahun terakhir ini. Sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat kota untuk memberi les tambahan bagi putra-putrinya secara privat. Demi menghemat pengaluaran, aku mulai mencoba bekerja sambilan di bimbingan belajar privat. Cukup banyak jam mengajar yang ku ambil, otomatis semakin beragam pula siswa les-ku. Dari pengalamanku mengajar pertama sampai terakhir, banyak sekali hal-hal yang dapat ku pelajari. Dan itu menjadi bahan belajarku ketika mulai menjadi orang tua yang sesungguhnya.
Secara umum, anak-anak sekolah di kota tempat aku kuliah memiliki jadwal harian yang cukup padat. Mereka sekolah sampai sore hari, dilanjutkan les di bimbel-bimbel ternama atau les bakat, kemudian masih ditambahi les privat di malam harinya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana padatnya isi otak mereka dijejali dengan kegiatan yang demikian padat. Urusan gaya hidup juga lumayan, anak sekarang pasti sudah pegang gadget pribadi tanpa ada yang melarang. Kemudian, jika ditinjau dari segi orang tua. Secara umum, mereka memiliki orang tua yang sibuk bekerja sampai menjelang malam, sehingga orang tua mereka lebih mempercayakan pada les privat sebagai pendamping anak sekaligus menjaga anak sampai orang tua mereka pulang. Di beberapa lapisan masyarakat yang lebih tinggi, mereka memang tidak sepenuhnya ditinggal bekerja. Ada ibu di rumah setiap hari. Ibu di lapisan masyarakat ini semacam ibu-ibu sosialita yang gemar arisan, pegang gadget seharian, serta sangat jarang mengerjakan pekerjaan rumah karena semua sudah diselesaikan pembantu. [...]

#komunitasonedayonepost
#ODOP_6

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Rumahku Madrasah Pertamaku"

Judul Buku : Rumahku Madrasah Pertamaku (Panduan Keluarga Muslim dalam Mendidik Anak) Penulis : Dr. Khalid Ahmad Syantut Penerbit : Maskana Media (Imprint Pustaka Rumah Main Anak) Cetakan : kedua, Januari 2019 Jumlah Halaman : 184 halaman Pertama kali melihat iklan masa PO buku ini, saya langsung tertarik untuk memesannya. Saya memang senantiasa tertarik pada buku parenting . Ketidaksempurnaan dalam diri saya membuat saya ingin terus memperbaiki supaya kelak saya bisa mendidik anak-anak sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul inginkan. Setelah menunggu selama kurang lebih dua minggu, akhirnya buku ini berada di pelukan saya. Desain dan layout buku yang menarik membuat saya ingin segera membacanya. Kemudian, saya bacalah buku ini, mengalahkan tumpukan buku lain yang belum sempat terbaca. "Rumahku Madrasah Pertamaku" begitulah judul buku ini. Sesuai dengan judulnya, buku ini mengingatkan saya kembali tentang betapa berpengaruhnya lingkungan rumah terhadap karakter a...

Review: Smart Hafiz Mempersiapkan Si Kecil Anti Smartphone

Akhir-akhir ini sering saya lihat anak-anak sudah susah terlepas dari gawai. Gawai yang mereka pakai biasanya jenis smartphone. Tak hanya anak-anak, balita bahkan batita juga sering saya lihat mulai menggunakan barang elektronik ini. Bagi saya, hal tersebut kurang mendidik. Anak-anak terutama balita seharusnya bermain untuk melatih kemampuan motorik mereka. Anak-anak yang lebih besar seharusnya bisa membangun interaksi dengan teman sebaya maupun orang di sekitarnya, bukan bersifat antisosial. Nah., latihan kemampuan motorik dan membangun kemampuan sosial ini yang tidak ditemukan dalam smartphone. Anak-anak cenderung pasif ketika menggunakan sartphone. Apalagi jika smartphone tersebut terhubung dengan internet. Anak usia 3 tahun pun bisa mengakses Youtube dan berselancar mencari video-video yang disukainya. Jika sudah terlanjur demikian, anak akan susah disapih dari benda bernama smartphone ini. Ketika kita ingin menyapih anak dari smartphone tantangannya lebih besar dibanding...

Pojok Bermain Lula

Bermain menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dari masa kanak-kanak termasuk usia bayi. Bermain dibutuhkan anak-anak sebagai sarana eksplorasi sekaligus sebagai sarana bermain peran. Melalui bermain, anak-anak bisa mengeksplorasi lingkungan sekitarnya. Ia bisa mengenal berbagai bentuk benda, warna, halus kasar, besar kecil, dan sebagainya. Ketika ia memainkan sesuatu, ia berarti melihat dan memegang lebih dekat apa yang anak tersebut mainkan. Demikian pula dengan bermain peran. Dalam kegiatan bermain, kadang anak berperan seolah-olah menjadi penjual, ibu, dokter, pembeli, guru, atau pekerjaan lainnya. Peran yang dimainkan anak-anak bisa membantu memperkaya kosa kata yang dimilikinya. Apakah terdapat hubungan antara bermain dan mendidik? Menurutku bermain erat kaitannya dengan mendidik terutama bagi anak-anak di usia balita. Ketika bermain, ia sekaligus dapat belajar banyak hal. Misalnya, dalam permainan kubus meraba untuk bayi usia 6 bulan. Ketika bermain kubus meraba, bayi dapa...