Apa yang terbersit dalam
benak kita tentang pendidikan seksualitas?. Beberapa kalangan masyarakat masih
menganggap tabu terkait dengan pendidikan seksualitas. Padahal hal ini sangat
penting, mengingat banyaknya kasus penyimpangan seksual yang terjadi pada
anak-anak baik sebelum atau setelah usia baligh.
Pendidikan seksualitas ialah pemberian pengajaran baik pengertian maupun
penjelasan kepada anak tentang hal-hal yang berkaitan dengan seks dan
pernikahan.
Abdullah Nasih ‘Ulwan
dalam buku “Pendidikan Anak dalam Islam” menyatakan bahwa terdapat beberapa
fase yang perlu diperhatikan dalam menerapkan pendidikan seksualitas. Fase tersebut
meliputi: a) usia antara 7 – 10 tahun (tamyiz),
anak diajarkan etika meminta izin sebelum masuk ke kamar orang tua atau
orang lain, serta etika melihat lawan jenis; b) usia antara 10 – 14 tahun
(remaja), anak dijauhkan dari segala sesuatu yang mengarah kepada seks; c) usia
antara 14 – 16 tahun (baligh), anak
diajarkan etika berhubungan badan jika ia sudah siap menikah. Jika belum,
diajarkan cara menahan diri; dan d) usia setelah baligh, anak diajarkan cara menjaga kehormatan dan menahan diri
jika ia belum mampu untuk menikah.
Masing-masing fase
memiliki hal khusus yang harus diperhatikan, dan menurut saya hal ini penting
sekali. Saya pernah mendengar cerita dari rekan sejawat ketika dulu menjadi
guru SD. Ia bercerita pada saya bahwa ada siswanya yang pernah melihat orang
tuanya berhubungan badan. Saya sendiri takut membayangkan, apa yang dipikirkan
si anak begitu melihat hal tersebut?. Saya miris
sekaligus takut membayangkan efek jangka panjangnya. Kasus tersebut membuat
saya bertekad untuk melakukan tindakan preventif
kelak bagi anak-anak saya.
Tindakan preventif yang bisa dilakukan untuk
mengantisipasi kasus seperti yang diceritakan rekan saya ialah dengan
menegaskan etika meminta izin. Meminta izin dalam hal apa?. Meminta izin dalam
hal memasuki kamar orang tua. Pembiasaan ini masih jarang diterapkan, orang tua
saya sendiri juga belum menerapkan. Anak-anak masih bebas keluar masuk kamar
orang tua, padahal Islam menganjurkan supaya anak-anak tidak bebas keluar masuk
kamar orang tua.
Terdapat tiga waktu utama
ketika anak-anak harus meminta izin pada orang tuanya sebelum masuk kamar. Tiga
waktu tersebut meliputi: a) sebelum shalat Fajar, karena waktu tersebut adalah
waktu ketika suami istri masih berada di tempat tidur; b) tengah hari, karena
biasanya pada waktu tersebut suami/istri menanggalkan pakaian luarnya; dan c)
setelah shalat Isya, karena itu adalah waktu untuk tidur dan istirahat.
Penjelasan tentang tiga waktu tersebut terdapat dalam QS An-Nur ayat 58-59.
Kita perlu memberikan pengertian pada anak, sehingga anak terbiasa meminta izin
pada orang tuanya ketika hendak memasuki kamar di waktu-waktu tersebut.
Pembiasaan ini bisa
dimulai sejak anak memasuki usia tamyiz, sehingga
ketika anak-anak sudah baligh, pembiasaan
ini sudah melekat. Pembiasaan etika meminta izin sebelum masuk kamar orang tua
ini akan menghindarkan anak dari melihat sesuatu yang seharusnya tidak dilihatnya.
Anak yang sengaja atau tidak sengaja melihat orang tuanya berhubungan badan,
tentu pikirannya akan kacau. Ia menjadi terbayang-bayang, dan seolah menemukan
inspirasi untuk mencoba-coba dan melakukan hubungan badan. Hal ini tentu sangat
tidak kita inginkan. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat untuk orang tua-orang
tua di luar sana yang terus menerus menjadi pembelajar. Orang tua yang selalu
mengajarkan yang terbaik untuk anak.
Sumber
Pustaka:
‘Ulwan,
Abdullah Nasih. 2017. Tarbiyatul Aulad
Fil Islam, Pendidikan Anak dalam Islam. Penerbit Insan Kamil: Solo.
#komunitasonedayonepost
#ODOP_6
Komentar
Posting Komentar
Thank you for visiting... 😁😁