Ibu digambarkan sebagai sosok yang serba bisa. Ia diharuskan bisa menjadi guru, koki, perawat, ahli gizi, tukang cuci, bahkan pembantu umum dalam satu waktu. Ia dituntut untuk bisa melakukan semua hal dengan baik. Seorang ibu merasa harus menjadi sempurna dalam melakukan berbagai hal. Tuntutan kesempurnaan ini membuat beberapa ibu tak jarang mengalami stres dan terbebani.
Ibu juga tak jarang terpancing kemarahan pada kondisi anak-anaknya. Ketidakpatuhan anak dan kekecewaan ibu terhadap anak sering menjadi pemantik utama kemarahan ibu pada anak-anaknya. Padahal, marah seorang ibu kepada anak-anaknya justru akan memperburuk keadaan, bukan sebaliknya. Seorang ibu seharusnya bisa lebih bijaksana dalam mengontrol kemarahannya kepada anak-anak.
Sikap tidak baik yang muncul dalam diri seorang ibu disebabkan karena dulu ketika masih menjadi seorang anak, ia jauh dari ibunya, sehingga ia mengalami penyimpangan fitrah seksualitas. Idealnya, seorang anak perempuan usia 7-10 tahun dekat dengan ibunya. Anak di usia ini harus mulai dikenalkan dengan peran-peran yang berkaitan dengan tugas seorang ibu, seperti mengatur keuangan, menata rumah, melipat baju, mencuci, dan sebagainya. Kelak, anak perempuan tersebut akan pahan dengan tugasnya sesuai fitrah yang telah diajarkan.
Semua ibu tentu ingin diidolakan oleh anak perempuannya. Betapa bahagianya ketika seorang anak perempuan berkata "Aku ingin seperti Ibu. Ibuku keren sekali". Bagaimana supaya kita bisa diidolakan anak? Cara supaya kita diidolaan anak salah satnya adalah melalui kontrol emosi yang baik. Ketika anak mulai melakukan sesuatu, maka seorang ibu perlu memperhatikan kondisi fisik anak.
Selain itu, supaya seorang ibu bisa optimal dalam menjaga emosinya, ia perlu sekali dibantu. Seorang ibu perlu bantuan dari suaminya dalam melaksanakan beberapa hal terkait pekerjaan harian. Bantuan suami atau orang terdekat adalah sesuatu yang sangat berharga bagi ibu.
Keren...
BalasHapus