Langsung ke konten utama

Literasi Sains


Literasi sering dihubungkan dengan huruf atau aksara. Literasi merupakan serapan dari kata dalam bahasa Inggris ‘literacy’, yang artinya kemampuan untuk membaca dan menulis. Pada masa lalu dan juga masa sekarang, kemampuan membaca atau menulis merupakan kompetensi utama yang sangat dibutuhkan dalam melakukan kegiatan sehari-hari (Wardhani dan Rumiati, 2011: 11). Tanpa kemampuan membaca dan menulis, komunikasi antar manusia sulit berkembang ke taraf yang lebih tinggi. Gagasan umum dari literasi tersebut diserap dalam bidang-bidang yang lain. Salah satu bidang yang menyerapnya adalah bidang sains, sehingga muncul istilah literasi sains. Hurd (dalam Bacanak dan Gokdere, 2009) menyatakan bahwa literasi sains dipandang sebagai kompetensi yang diperlukan untuk berpikir rasional tentang ilmu pengetahuan dalam kaitannya dengan pribadi, sosial, politik, masalah ekonomi dan isu-isu yang berlangsung sepanjang hidup.
Literasi sains atau scientific literacy didefinisikan PISA sebagai kapasitas untuk menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan dan untuk menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti agar dapat memahami dan membantu membuat keputusan tentang dunia alami dan interaksi manusia dengan alam (Depdiknas, 2007: 12).
Literasi sains adalah pengetahuan dan pemahaman konsep sains dan proses yang diperlukan seseorang dalam membuat keputusan, berpartisipasi dalam kewarganegaraan dan urusan kebudayaan serta produktivitas ekonomi (NRC, dalam Kouba dan Champagne, 1998: 6). Seseorang dapat dikatakan sebagai seorang literat sains, apabila dapat: a) menemukan atau menetapkan jawaban untuk pertanyaan keingintahuan pengalaman sehari-hari; b) menceritakan, menjelaskan, dan memprediksi fenomena alam; c) membaca dengan memahami artikel tentang sains di media popular dan menggunakannya dalam percakapan sosial tentang kesimpulan yang valid; d) mengidentifikasi isu sains dalam lingkup nasional maupun internasional; e) mengekspresikan kedudukan dengan sains dan teknologi; f) mengevaluasi kualitas informasi sains dalam sumber dan metode yang digunakan untuk menggeneralisasikannya; g) bersikap dan mengevaluasi argument berdasarkan fakta dan menerapkan kesimpulan dari argument-argumen sejenis dengan sewajarnya; dan h) dengan sewajarnya  menggunakan istilah teknis (NRC, dalam dalam Kouba dan Champagne, 1998: 6).
Literat sains yang dimaksud dalam penelitian ini adalah siswa dapat: a) menemukan jawaban untuk pertanyaan keingintahuan pengalaman sehari-hari; b) menceritakan, menjelaskan, dan memprediksi fenomena alam; dan c) mengidentifikasi isu sains dalam lingkup nasional maupun internasional.




Referensi: 

Bacanak, A. & Murat G. 2009. Investigating Level of The Scientific Literacy of
Primary School Teacher Candidates.  Asia-Pacific Forum on Science Learning and Teaching, 10 (1): artikel 7
Depdiknas. 2007. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran IPA. Jakarta:
Pusat Kurikulum Balitbang



Kouba L.V., & Champagne A. B. 1998. Literacy in the National Science and
Mathematics Standards: Communication and Reasoning. Report Series 3.14. New York: State University of New York

Wardhani, S., & Rumiati. 2011. Modul Matematika SMP Program Bermutu

Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika SMP: Belajar dari PISA dan TIMSS. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Rumahku Madrasah Pertamaku"

Judul Buku : Rumahku Madrasah Pertamaku (Panduan Keluarga Muslim dalam Mendidik Anak) Penulis : Dr. Khalid Ahmad Syantut Penerbit : Maskana Media (Imprint Pustaka Rumah Main Anak) Cetakan : kedua, Januari 2019 Jumlah Halaman : 184 halaman Pertama kali melihat iklan masa PO buku ini, saya langsung tertarik untuk memesannya. Saya memang senantiasa tertarik pada buku parenting . Ketidaksempurnaan dalam diri saya membuat saya ingin terus memperbaiki supaya kelak saya bisa mendidik anak-anak sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul inginkan. Setelah menunggu selama kurang lebih dua minggu, akhirnya buku ini berada di pelukan saya. Desain dan layout buku yang menarik membuat saya ingin segera membacanya. Kemudian, saya bacalah buku ini, mengalahkan tumpukan buku lain yang belum sempat terbaca. "Rumahku Madrasah Pertamaku" begitulah judul buku ini. Sesuai dengan judulnya, buku ini mengingatkan saya kembali tentang betapa berpengaruhnya lingkungan rumah terhadap karakter a...

Review: Smart Hafiz Mempersiapkan Si Kecil Anti Smartphone

Akhir-akhir ini sering saya lihat anak-anak sudah susah terlepas dari gawai. Gawai yang mereka pakai biasanya jenis smartphone. Tak hanya anak-anak, balita bahkan batita juga sering saya lihat mulai menggunakan barang elektronik ini. Bagi saya, hal tersebut kurang mendidik. Anak-anak terutama balita seharusnya bermain untuk melatih kemampuan motorik mereka. Anak-anak yang lebih besar seharusnya bisa membangun interaksi dengan teman sebaya maupun orang di sekitarnya, bukan bersifat antisosial. Nah., latihan kemampuan motorik dan membangun kemampuan sosial ini yang tidak ditemukan dalam smartphone. Anak-anak cenderung pasif ketika menggunakan sartphone. Apalagi jika smartphone tersebut terhubung dengan internet. Anak usia 3 tahun pun bisa mengakses Youtube dan berselancar mencari video-video yang disukainya. Jika sudah terlanjur demikian, anak akan susah disapih dari benda bernama smartphone ini. Ketika kita ingin menyapih anak dari smartphone tantangannya lebih besar dibanding...

Pojok Bermain Lula

Bermain menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dari masa kanak-kanak termasuk usia bayi. Bermain dibutuhkan anak-anak sebagai sarana eksplorasi sekaligus sebagai sarana bermain peran. Melalui bermain, anak-anak bisa mengeksplorasi lingkungan sekitarnya. Ia bisa mengenal berbagai bentuk benda, warna, halus kasar, besar kecil, dan sebagainya. Ketika ia memainkan sesuatu, ia berarti melihat dan memegang lebih dekat apa yang anak tersebut mainkan. Demikian pula dengan bermain peran. Dalam kegiatan bermain, kadang anak berperan seolah-olah menjadi penjual, ibu, dokter, pembeli, guru, atau pekerjaan lainnya. Peran yang dimainkan anak-anak bisa membantu memperkaya kosa kata yang dimilikinya. Apakah terdapat hubungan antara bermain dan mendidik? Menurutku bermain erat kaitannya dengan mendidik terutama bagi anak-anak di usia balita. Ketika bermain, ia sekaligus dapat belajar banyak hal. Misalnya, dalam permainan kubus meraba untuk bayi usia 6 bulan. Ketika bermain kubus meraba, bayi dapa...