Langsung ke konten utama

Duh. . Anakku Terkena Cinderella Complex!!


Pernahkah Ibu mendengar tentang istilah Cinderella Complex (CC)? Istilah CC ini memang baru terkenal akhir-akhir ini. Walau kasus CC ini sebenarnya sudah ada sejak lama. CC cenderung dialami oleh perempuan. Cinderella Complex, yaitu kecenderungan untuk bergantung pada orang lain yang lebih kuat, sehingga kemandiriannya berkurang. Anak perempuan dengan CC cenderung lebih manja dan "lemah" dibandingkan anak perempuan yang tidak mengalami CC sehingga kemampuan mereka untuk survive sangat kurang.

Apa penyebab seorang anak perempuan cenderung mengalami Cinderella Complex? Bayi perempuan biasanya berperilaku lebih menyenangkan dibandingkan bayi laki-laki. Hal ini membuat orang dewasa cenderung memberikan perlindungan dan pertolongan ekstra pada anak perempuan. Anak perempuan ini menjadi terbiasa dengan mindset akan ada pertolongan jika ‘berperilaku baik’. Akhirnya anak perempuan cenderung mengembangkan bakat dan kemampuan dirinya demi orang lain, bukan untuk kemajuan dirinya sendiri. Lingkungan di sekitar kita juga acap kali mendorong seorang anak perempuan mengalami CC. Munculnya anggapan bahwa wanita adalah makhluk yang lemah, sehingga lingkungan cenderung memberikan pertolongan dan perlindungan berlebihan pada perempuan.

Ibu tentu senang jika anak perempuan kita tumbuh mandiri dan adaptif terhadap berbagai masalah yang menerpanya. Mengapa? Karena kita sebagai orang tua tidak bisa mendampingi mereka terus menerus. Cepat atau lambat mereka akan berdiri sebagai pribadi yang lepas dari orang tuanya. Jika anak perempuan Ibu mulai terdeteksi mengalami CC, Ibu bisa menerapkan beberapa tips berikut.

1. beri pengertian pada anak tentang tanggung jawab dan kemandirian
Definisi tanggung jawab perlu Ibu ajarkan pada anak-anak seawal mungkin. Ibu perlu membiasakan anak untuk bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya. Misal, anak tidak sengaja menumpahkan air minum, beri pengertian pada mereka supaya mereka mau membersihkannya sendiri. Ibu juga bisa mulai membiasakan anak untuk mandiri pada hal-hak sepele. Misalnya ketika anak sudah bisa makan sendiri, biasakan mereka untuk tidak disuapi.

2. mulai latih anak untuk menyelesaikan masalah dan membuat keputusan
Pada anak yang berumur lebih besar kita bisa melatih anak untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Misal, anak mendapatkan PR yang banyak di akhir pekan sementara di akhir pekan ia juga ingin memanfaatkan quality time bersama keluarga. Sampaikan pada anak bahwa ia harus bisa membagi waktu sehingga semuanya terselesaikan. Bukan dengan cara Ibu mengerjakan PRnya ya?

3. beri kepercayaan pada anak
Selalu beri kepercayaan pada anak ketika mereka meminta izin ingin melakukan sesuatu. Ketika anak mengutarakan keinginannya, sampaikan pada mereka tentang konsekuensi, kerugian, dan keuntungannya. Setelah mereka membuat keputusan, Ibu harus menghargai keputusan mereka dengan cara memberi kepercayaan pada anak. Namun, Ibu harus tetap pantau ya, bukan mengumbar mereka.

4. kadang Ibu perlu bersikap "tega"
Pernah bertemu dengan kasus orang tua yang menyusulkan PR anak akibat kelalaian si anak sehingga PRnya tertinggal. Hal ini menyebabkan anak berpikiran bahwa jika ia melupakan sesuatu maka orang tua akan sigap membantu. Anak menjadi tidak mandiri dan mudah abai. Ibu kadang perlu bersikap "tega" membiarkan mereka mengalami akibat dari kelalaiannya. Jika Ibu bisa tega, selanjutnya anak akan lebih waspada terhadap kelalaiannya.

5. terus doakan anak
Tentu saja berbagai upaya yang kita lakukan harus dibarengi dengan doa karena hanya Allah yang bisa membolak balikkan hati. Mohonkan pada Allah supaya menjaga anak kita dan menghindarkan mereka dari pengaruh buruk dan pergaulan bebas.

6. bercerita kisah teladan
Cerita kisah teladan ini cukup manjur jika diterapkan menjelang tidur. Dalam kondisi tersebut anak perlahan mulai masuk dalam alam bawah sadar. Proses transisi ini sangat manjur digunaka untuk menasehati anak sehingga nasehat Ibu bisa terekam dalam alam bawah sadar mereka.

Demikian beberapa tips menghindari dan menanggulangi CC. Anak perempuan yang tangguh tentu akan lebih bermanfaat bagi banyak orang. Ingat.. Hanya masalah waktu kita akan meninggalkan mereka sebagai individu yang berdiri sendiri. Latih kemandirian mereka, namun jangan lupa tetal dipantau.


#nonfiksi
#ODOOBatch6

Komentar

  1. terima kasih sharingnya mbak Desty keren bermanfaat sekali

    BalasHapus
  2. Terus doakan anak krn Allah yg membolak-balikkan hati seseorang. Agree mba. Thanks for sharing mba Desty 😊

    BalasHapus
  3. Setuju harus tega demi mendidik anak menuju kemandiriannya.

    BalasHapus
  4. Ibu bersikap tega demi kepentingan anaknya

    BalasHapus
  5. Wahh, baru tahu soal CC ini. Sebagai mamak beranak satu dan cewek pula, kudu aware nih dari sekarang. Thanks mbaa, nice info 😄

    BalasHapus
  6. Aak anak emang butuh dilatih kemandiriannya ya mba

    BalasHapus
  7. Mantap makasih mbak ini bermanfaat banget mengingat anak-anak ku pun kadang demikian

    BalasHapus

Posting Komentar

Thank you for visiting... 😁😁

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Rumahku Madrasah Pertamaku"

Judul Buku : Rumahku Madrasah Pertamaku (Panduan Keluarga Muslim dalam Mendidik Anak) Penulis : Dr. Khalid Ahmad Syantut Penerbit : Maskana Media (Imprint Pustaka Rumah Main Anak) Cetakan : kedua, Januari 2019 Jumlah Halaman : 184 halaman Pertama kali melihat iklan masa PO buku ini, saya langsung tertarik untuk memesannya. Saya memang senantiasa tertarik pada buku parenting . Ketidaksempurnaan dalam diri saya membuat saya ingin terus memperbaiki supaya kelak saya bisa mendidik anak-anak sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul inginkan. Setelah menunggu selama kurang lebih dua minggu, akhirnya buku ini berada di pelukan saya. Desain dan layout buku yang menarik membuat saya ingin segera membacanya. Kemudian, saya bacalah buku ini, mengalahkan tumpukan buku lain yang belum sempat terbaca. "Rumahku Madrasah Pertamaku" begitulah judul buku ini. Sesuai dengan judulnya, buku ini mengingatkan saya kembali tentang betapa berpengaruhnya lingkungan rumah terhadap karakter a...

Review: Smart Hafiz Mempersiapkan Si Kecil Anti Smartphone

Akhir-akhir ini sering saya lihat anak-anak sudah susah terlepas dari gawai. Gawai yang mereka pakai biasanya jenis smartphone. Tak hanya anak-anak, balita bahkan batita juga sering saya lihat mulai menggunakan barang elektronik ini. Bagi saya, hal tersebut kurang mendidik. Anak-anak terutama balita seharusnya bermain untuk melatih kemampuan motorik mereka. Anak-anak yang lebih besar seharusnya bisa membangun interaksi dengan teman sebaya maupun orang di sekitarnya, bukan bersifat antisosial. Nah., latihan kemampuan motorik dan membangun kemampuan sosial ini yang tidak ditemukan dalam smartphone. Anak-anak cenderung pasif ketika menggunakan sartphone. Apalagi jika smartphone tersebut terhubung dengan internet. Anak usia 3 tahun pun bisa mengakses Youtube dan berselancar mencari video-video yang disukainya. Jika sudah terlanjur demikian, anak akan susah disapih dari benda bernama smartphone ini. Ketika kita ingin menyapih anak dari smartphone tantangannya lebih besar dibanding...

Pojok Bermain Lula

Bermain menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dari masa kanak-kanak termasuk usia bayi. Bermain dibutuhkan anak-anak sebagai sarana eksplorasi sekaligus sebagai sarana bermain peran. Melalui bermain, anak-anak bisa mengeksplorasi lingkungan sekitarnya. Ia bisa mengenal berbagai bentuk benda, warna, halus kasar, besar kecil, dan sebagainya. Ketika ia memainkan sesuatu, ia berarti melihat dan memegang lebih dekat apa yang anak tersebut mainkan. Demikian pula dengan bermain peran. Dalam kegiatan bermain, kadang anak berperan seolah-olah menjadi penjual, ibu, dokter, pembeli, guru, atau pekerjaan lainnya. Peran yang dimainkan anak-anak bisa membantu memperkaya kosa kata yang dimilikinya. Apakah terdapat hubungan antara bermain dan mendidik? Menurutku bermain erat kaitannya dengan mendidik terutama bagi anak-anak di usia balita. Ketika bermain, ia sekaligus dapat belajar banyak hal. Misalnya, dalam permainan kubus meraba untuk bayi usia 6 bulan. Ketika bermain kubus meraba, bayi dapa...