Langsung ke konten utama

Jejak 8: Semangat Menjadi Pembina Upacara


Menjelang weekend seperti ini, suami sudah mulai berangkat ke sekolah agak siang. Katanya mendekati weekend tinggal sisa-sisa tenaga, jadi dia merasa agak santai berangkatnya. Dia lebih memilih berlama-lama di dapur untuk menggoreng telur daripada cepat-cepat mandi dan bersiap-siap. Dan itu menjadi kebiasaannya menjelang weekend.

Kebiasaan itu agak berbeda jika mulai tiba hari Senin. Setelah charge energi di hari Minggu, menjelang Senin suami bersemangat sekali. Ia berangkat lebih pagi ketika hari Senin. Dulu pernah saya tanyakan alasan suami berangkat lebih pagi ketika hari Senin. Katanya kalau Senin ia bersemangat menyiapkan anak-anak untuk upacara dan sangat antusias setiap menjadi pembina upacara. Di saat guru-guru lain cenderung “malas” menjadi pembina upacara, suami justru sangat  antusias dengan posisi itu. Aneh batin saya waktu itu.

Keanehan suami yang sempat mampir di batin saya itu, akhirnya terjawab kemarin. Ketika saya bertanya, apakah ia menyukai demonstrasi atau pidato. Ia menjawab lebih menyukai pidato. Entahlah., ada apa di dalam pidato sehingga ia begitu bersemangat. Ia sudah menyukai pidato sejak sekolah. Ketika sekarang menjadi guru, ia juga sering melatih anak-anak yang akan lomba pidato atau bercerita. Saya pikir suami memang memiliki kelebihan dalam hal berbicara.
Kelebihan dalam berbicara ini lekat sekali dengan gaya belajar auditori. Tapi anehnya, suami lebih memahami sesuatu dari apa yang dia lihat, bukan apa yang didengar. Tentu saja ini berkebalikan dengan gaya belajar auditori yang cenderung memahami apa yang didengar, bukan yang dilihat. Sebenarnya dia menjawab akan lebih memahami pada apa yang dilihat, didengar, dan disentuh sekaligus. Tapi karena saya menyuruhnya memilih salah satu maka ia memilih memahami sesuatu yang dilihat.

Di hari ke-9 ini saya mulai bingung mau observasi yang bagaimana lagi dengan suami. Kadang tanpa sengaja dan tak terduga, kebiasaan suami memang bisa mencerminkan gaya belajarnya. Seperti kali ini, ketika saya sudah bingung mau ngulik apa dari suami. Kemudian saya wawancara sedikit dan hasilnya saya kaitkan dengan kebiasaan-kebiasaan suami. Alhamdulillah.. nemu juga petunjuknya.


Pencarian jejak kali ini dapat dua petunjuk: suami lebih suka pidato dibanding demonstrasi dan suami lebih memahami sesuatu yang dilihat. Kedua petunjuk ini termasuk dalam dua gaya belajar yang berbeda. Lebih suka pidato masuk dalam gaya belajar auditori, sedangkan lebih memahami apa yang dilahat masuk dalam gaya belajar visual. Walaupun senantiasa membingungkan, saya tetap semangat melanjutkan tantangan ini sampai kecenderungan gaya belajar suami benar-benar ditemukan.

#harike9
#Tantangan10hari
#GameLevel4
#GayaBelajarAnak
#KuliahBunsayIIP



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Rumahku Madrasah Pertamaku"

Judul Buku : Rumahku Madrasah Pertamaku (Panduan Keluarga Muslim dalam Mendidik Anak) Penulis : Dr. Khalid Ahmad Syantut Penerbit : Maskana Media (Imprint Pustaka Rumah Main Anak) Cetakan : kedua, Januari 2019 Jumlah Halaman : 184 halaman Pertama kali melihat iklan masa PO buku ini, saya langsung tertarik untuk memesannya. Saya memang senantiasa tertarik pada buku parenting . Ketidaksempurnaan dalam diri saya membuat saya ingin terus memperbaiki supaya kelak saya bisa mendidik anak-anak sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul inginkan. Setelah menunggu selama kurang lebih dua minggu, akhirnya buku ini berada di pelukan saya. Desain dan layout buku yang menarik membuat saya ingin segera membacanya. Kemudian, saya bacalah buku ini, mengalahkan tumpukan buku lain yang belum sempat terbaca. "Rumahku Madrasah Pertamaku" begitulah judul buku ini. Sesuai dengan judulnya, buku ini mengingatkan saya kembali tentang betapa berpengaruhnya lingkungan rumah terhadap karakter a...

Review: Smart Hafiz Mempersiapkan Si Kecil Anti Smartphone

Akhir-akhir ini sering saya lihat anak-anak sudah susah terlepas dari gawai. Gawai yang mereka pakai biasanya jenis smartphone. Tak hanya anak-anak, balita bahkan batita juga sering saya lihat mulai menggunakan barang elektronik ini. Bagi saya, hal tersebut kurang mendidik. Anak-anak terutama balita seharusnya bermain untuk melatih kemampuan motorik mereka. Anak-anak yang lebih besar seharusnya bisa membangun interaksi dengan teman sebaya maupun orang di sekitarnya, bukan bersifat antisosial. Nah., latihan kemampuan motorik dan membangun kemampuan sosial ini yang tidak ditemukan dalam smartphone. Anak-anak cenderung pasif ketika menggunakan sartphone. Apalagi jika smartphone tersebut terhubung dengan internet. Anak usia 3 tahun pun bisa mengakses Youtube dan berselancar mencari video-video yang disukainya. Jika sudah terlanjur demikian, anak akan susah disapih dari benda bernama smartphone ini. Ketika kita ingin menyapih anak dari smartphone tantangannya lebih besar dibanding...

Pojok Bermain Lula

Bermain menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dari masa kanak-kanak termasuk usia bayi. Bermain dibutuhkan anak-anak sebagai sarana eksplorasi sekaligus sebagai sarana bermain peran. Melalui bermain, anak-anak bisa mengeksplorasi lingkungan sekitarnya. Ia bisa mengenal berbagai bentuk benda, warna, halus kasar, besar kecil, dan sebagainya. Ketika ia memainkan sesuatu, ia berarti melihat dan memegang lebih dekat apa yang anak tersebut mainkan. Demikian pula dengan bermain peran. Dalam kegiatan bermain, kadang anak berperan seolah-olah menjadi penjual, ibu, dokter, pembeli, guru, atau pekerjaan lainnya. Peran yang dimainkan anak-anak bisa membantu memperkaya kosa kata yang dimilikinya. Apakah terdapat hubungan antara bermain dan mendidik? Menurutku bermain erat kaitannya dengan mendidik terutama bagi anak-anak di usia balita. Ketika bermain, ia sekaligus dapat belajar banyak hal. Misalnya, dalam permainan kubus meraba untuk bayi usia 6 bulan. Ketika bermain kubus meraba, bayi dapa...