Langsung ke konten utama

Jejak 2: Pembicara yang Hebat


Saya masih melanjutkan ngulik cerita sekolah suami, sambil mengamati apa yang terlihat saat ini. Pada dasarnya suami adalah orang yang sulit dideteksi, entah dalam hal apapun itu. Tapi, saya yakin masalah gaya belajar pasti nanti bisa dideteksi. Yang penting telaten aja ketika wawancara sama suami, karena kadang jawabannya ngawur kalau dirasa gak penting-penting banget buat dia. Atau kadang hanya menjawab sekenanya dan dia asyik melanjutkan kegiatannya.

Sepanjang saya mengenalnya, saya menilai bahwa salah satu kelebihan suami adalah pada kemampuannya berbicara. Ketika ia berbicara dalam kondisi serius di depan umum, maka orang-orang akan spontan memperhatikan. Entah perhatian itu karena isi pembicaraan yang menarik, penampilannya yang rapi atau gesture suami saya yang membuat orang-orang mau memperhatikan. Saya tidak begitu mengetahui bagaimana ia menggunakan kemampuan berbicaranya di sekolah. Yang saya tahu, dia cukup dipercaya oleh rekan-rekannya untuk mengisi beberapa materi dalam Kelompok Kerja Guru. Dan itu tidak hanya sekali dua kali, tapi cukup sering. Kadang saya heran, apa sih yang dimiliki oleh suami sampai ia bisa mendominasi? Sampai sekarang pun saya belum tahu jawabannya. :D

Tapi, ketertarikan orang mendengar suami saya berbicara di depan umum sepertinya ada benarnya. Berkali-kali dalam Ramadhan tahun lalu, suami mengisi kuliah Subuh. Kalau saya yang tertarik, kemudian duduk mendengarkan dengan khidmat tentu itu adalah hal yang biasa, karena dia suami saya. Saya selalu tertarik setiap harinya, setiap jam, setiap menit dan detiknya. Tapi ternyata semua orang mendengarkannya dengan khidmat. Ibu-ibu, Bapak-bapak semua memperhatikan. Dan mereka menyukai moment setiap suami saya mengisi kuliah Subuh.

Dalam berbicara, suami memiliki gaya khas-nya sendiri. Ia tak bisa berbicara dengan gesture tubuh yang monoton. Ia harus selalu menggerakkan tangannya untuk menambah “muatan” dalam isi pembicaraannya. Ketika berbicara, ia tak bisa berdiri tegap tanpa menggerakkan tangan selama berbicara.

Secara objektif, saya mengakui bahwa kemampuan bicaranya memang hebat. Ia bisa memberi tekanan pada kalimat-kalimat penting dengan gayanya yang khas. Dalam pemilihan kata pun dia tidak sembarangan (*Walaupun kadang, saya gemas ketika ada kalimat pedas yang sempat terlontar). Penampilannya juga rapi setiap keluar rumah. Mungkin itu juga menambah ketertarikan orang untuk memperhatikannya selama berbicara.



Dari sini, saya dapat petunjuk lagi: suami berpenampilan rapi, pembicara yang baik dan berbicara dengan menggerakkan tangannya. Petunjuk itu bisa diisikan di beberapa kolom gaya belajar. Sampai sini saya masih belum nemu, suami gaya belajarnya condong ke arah mana. Tapi gapapa.., pencarian jejak masih dilanjutkan besok. Semangat,.. J

#harike3
#Tantangan10hari
#GameLevel4
#GayaBelajarAnak

#KuliahBunsayIIP

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Rumahku Madrasah Pertamaku"

Judul Buku : Rumahku Madrasah Pertamaku (Panduan Keluarga Muslim dalam Mendidik Anak) Penulis : Dr. Khalid Ahmad Syantut Penerbit : Maskana Media (Imprint Pustaka Rumah Main Anak) Cetakan : kedua, Januari 2019 Jumlah Halaman : 184 halaman Pertama kali melihat iklan masa PO buku ini, saya langsung tertarik untuk memesannya. Saya memang senantiasa tertarik pada buku parenting . Ketidaksempurnaan dalam diri saya membuat saya ingin terus memperbaiki supaya kelak saya bisa mendidik anak-anak sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul inginkan. Setelah menunggu selama kurang lebih dua minggu, akhirnya buku ini berada di pelukan saya. Desain dan layout buku yang menarik membuat saya ingin segera membacanya. Kemudian, saya bacalah buku ini, mengalahkan tumpukan buku lain yang belum sempat terbaca. "Rumahku Madrasah Pertamaku" begitulah judul buku ini. Sesuai dengan judulnya, buku ini mengingatkan saya kembali tentang betapa berpengaruhnya lingkungan rumah terhadap karakter a...

Review: Smart Hafiz Mempersiapkan Si Kecil Anti Smartphone

Akhir-akhir ini sering saya lihat anak-anak sudah susah terlepas dari gawai. Gawai yang mereka pakai biasanya jenis smartphone. Tak hanya anak-anak, balita bahkan batita juga sering saya lihat mulai menggunakan barang elektronik ini. Bagi saya, hal tersebut kurang mendidik. Anak-anak terutama balita seharusnya bermain untuk melatih kemampuan motorik mereka. Anak-anak yang lebih besar seharusnya bisa membangun interaksi dengan teman sebaya maupun orang di sekitarnya, bukan bersifat antisosial. Nah., latihan kemampuan motorik dan membangun kemampuan sosial ini yang tidak ditemukan dalam smartphone. Anak-anak cenderung pasif ketika menggunakan sartphone. Apalagi jika smartphone tersebut terhubung dengan internet. Anak usia 3 tahun pun bisa mengakses Youtube dan berselancar mencari video-video yang disukainya. Jika sudah terlanjur demikian, anak akan susah disapih dari benda bernama smartphone ini. Ketika kita ingin menyapih anak dari smartphone tantangannya lebih besar dibanding...

Pojok Bermain Lula

Bermain menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dari masa kanak-kanak termasuk usia bayi. Bermain dibutuhkan anak-anak sebagai sarana eksplorasi sekaligus sebagai sarana bermain peran. Melalui bermain, anak-anak bisa mengeksplorasi lingkungan sekitarnya. Ia bisa mengenal berbagai bentuk benda, warna, halus kasar, besar kecil, dan sebagainya. Ketika ia memainkan sesuatu, ia berarti melihat dan memegang lebih dekat apa yang anak tersebut mainkan. Demikian pula dengan bermain peran. Dalam kegiatan bermain, kadang anak berperan seolah-olah menjadi penjual, ibu, dokter, pembeli, guru, atau pekerjaan lainnya. Peran yang dimainkan anak-anak bisa membantu memperkaya kosa kata yang dimilikinya. Apakah terdapat hubungan antara bermain dan mendidik? Menurutku bermain erat kaitannya dengan mendidik terutama bagi anak-anak di usia balita. Ketika bermain, ia sekaligus dapat belajar banyak hal. Misalnya, dalam permainan kubus meraba untuk bayi usia 6 bulan. Ketika bermain kubus meraba, bayi dapa...