Langsung ke konten utama

Jejak 4: Gaya Belajar dalam Nostalgia


Ada banyak pelajaran dan makna yang dapat kita ambil dari masa lalu. Entah peristiwa yang baik maupun buruk, semua dapat diambil sisi positifnya. Ketika kita berhasil mengambil sisi positif dari suatu peristiwa, berarti kita telah berhasil merubah benang-benang masa depan menjadi lebih baik. Saya masih melanjutkan proyek ngulik gaya belajar suami. Kali ini saya sengaja flashback agak jauh ke belakang. Menuju nostalgia sekolah zaman SD dan SMP-nya suami.

Selalu ada hal yang paling diingat dari nostalgia zaman sekolah. Begitupun dengan gaya belajar. Gaya belajar ini dapat diketahui dari pelajaran apa yang disukai dan kebiasaan apa yang dilakukan dari pelajaran yang disukai tersebut. Untuk mengetahui apakah gaya belajar suami cukup konsisten dari zaman sekolah hingga sekarang, maka saya mulai dengan pertanyaan tentang pelajaran apa yang suami sukai.

Ketika zaman sekolah, suami menyukai matematika dan sains (*tapi entah kenapa ketika SMA justru mengambil jurusan IPS). Bahkan sampai ia menjadi guru, ia paling hobi mengajar matematika dan sains. Kenangannya tentang sains yang masih terpatri kuat dalam ingatannya adalah materi pernafasan tumbuhan. Ia begitu mengingatnya karena itu adalah praktek sains nya yang pertama kali di SMP. Sejak saat itu, ia kemudian mulai menyukai sains. Terlebih ia menyukai pelajaran-pelajaran yang bersifat praktik langsung, bukan hanya sebatas teori saja. Ia selalu suka ketika melakukan eksperimen sains. Baginya belajar langsung dengan memegang benda-benda dirasakan lebih menyenangkan dan mengena. Ketika sudah tidak bertemu dengan sains di SMA pun, ia lebih menyukai pelajaran yang terkait dengan praktik langsung seperti studi lapangan misalnya.

Sampai sekarang suami telah menjadi guru, ia memilih mengajar dengan praktik-praktik langsung bersama siswanya. Pengalaman masa lalu yang ia rasakan, yaitu betapa menyenangkannya praktik langsung, membuatnya bersemangat setiap mengajar pelajaran yang diselingi eksperimen dan praktik langsung. Hal itu sangat membantunya dalam keberhasilan mengajar, karena anak-anak selalu antusias ketika belajar dengan eksperimen atau praktik
.

Dari cuplikan nostalgia tersebut, saya kembali dapat petunjuk yaitu suami lebih menyukai pelajaran yang berhubungan dengan praktik langsung, ia merasa lebih mudah memahami sesuatu yang dilakukan daripada hanya dibaca atau didengarkan saja. Petunjuk ini merujuk pada ciri gaya belajar kinestetik. Sampai saat ini, gaya belajar suami condong pada gaya belajar kinestetik atau auditori. Keduanya hampir sama kuat. Coba., saya tunggu, kejutan apalagi besok dalam pencarian jejak kelima.

#harike5
#Tantangan10hari
#GameLevel4
#GayaBelajarAnak

#KuliahBunsayIIP

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Rumahku Madrasah Pertamaku"

Judul Buku : Rumahku Madrasah Pertamaku (Panduan Keluarga Muslim dalam Mendidik Anak) Penulis : Dr. Khalid Ahmad Syantut Penerbit : Maskana Media (Imprint Pustaka Rumah Main Anak) Cetakan : kedua, Januari 2019 Jumlah Halaman : 184 halaman Pertama kali melihat iklan masa PO buku ini, saya langsung tertarik untuk memesannya. Saya memang senantiasa tertarik pada buku parenting . Ketidaksempurnaan dalam diri saya membuat saya ingin terus memperbaiki supaya kelak saya bisa mendidik anak-anak sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul inginkan. Setelah menunggu selama kurang lebih dua minggu, akhirnya buku ini berada di pelukan saya. Desain dan layout buku yang menarik membuat saya ingin segera membacanya. Kemudian, saya bacalah buku ini, mengalahkan tumpukan buku lain yang belum sempat terbaca. "Rumahku Madrasah Pertamaku" begitulah judul buku ini. Sesuai dengan judulnya, buku ini mengingatkan saya kembali tentang betapa berpengaruhnya lingkungan rumah terhadap karakter a...

Review: Smart Hafiz Mempersiapkan Si Kecil Anti Smartphone

Akhir-akhir ini sering saya lihat anak-anak sudah susah terlepas dari gawai. Gawai yang mereka pakai biasanya jenis smartphone. Tak hanya anak-anak, balita bahkan batita juga sering saya lihat mulai menggunakan barang elektronik ini. Bagi saya, hal tersebut kurang mendidik. Anak-anak terutama balita seharusnya bermain untuk melatih kemampuan motorik mereka. Anak-anak yang lebih besar seharusnya bisa membangun interaksi dengan teman sebaya maupun orang di sekitarnya, bukan bersifat antisosial. Nah., latihan kemampuan motorik dan membangun kemampuan sosial ini yang tidak ditemukan dalam smartphone. Anak-anak cenderung pasif ketika menggunakan sartphone. Apalagi jika smartphone tersebut terhubung dengan internet. Anak usia 3 tahun pun bisa mengakses Youtube dan berselancar mencari video-video yang disukainya. Jika sudah terlanjur demikian, anak akan susah disapih dari benda bernama smartphone ini. Ketika kita ingin menyapih anak dari smartphone tantangannya lebih besar dibanding...

Pojok Bermain Lula

Bermain menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dari masa kanak-kanak termasuk usia bayi. Bermain dibutuhkan anak-anak sebagai sarana eksplorasi sekaligus sebagai sarana bermain peran. Melalui bermain, anak-anak bisa mengeksplorasi lingkungan sekitarnya. Ia bisa mengenal berbagai bentuk benda, warna, halus kasar, besar kecil, dan sebagainya. Ketika ia memainkan sesuatu, ia berarti melihat dan memegang lebih dekat apa yang anak tersebut mainkan. Demikian pula dengan bermain peran. Dalam kegiatan bermain, kadang anak berperan seolah-olah menjadi penjual, ibu, dokter, pembeli, guru, atau pekerjaan lainnya. Peran yang dimainkan anak-anak bisa membantu memperkaya kosa kata yang dimilikinya. Apakah terdapat hubungan antara bermain dan mendidik? Menurutku bermain erat kaitannya dengan mendidik terutama bagi anak-anak di usia balita. Ketika bermain, ia sekaligus dapat belajar banyak hal. Misalnya, dalam permainan kubus meraba untuk bayi usia 6 bulan. Ketika bermain kubus meraba, bayi dapa...