Langsung ke konten utama

Pemilihan Waktu yang Tepat


Salah satu materi Bunda Sayang IIP tentang komunikasi produktif yang saya ingat adalah “choose the right time”. Memilih waktu yang tepat untuk berbicara adalah hal yang sangat penting demi tercapainya komunikasi produktif. Berbicara dalam hal ini tentu bukan bicara asal, tetapi bicara yang kadarnya serius. Dalam keluarga kecil saya, waktu yang tepat untuk berbicara serius adalah selepas shalat isya, menjelang tidur. Saat-saat tersebut adalah saat yang santai di mana semua pekerjaan rumah sudah beres dan suami pikirannya sudah adem. Jika tidak ada hal serius yang dibicarakan, hal apapun bisa menjadi bahan pembicaraan antara saya dan suami.

Malam itu suami menyampaikan keinginannya yang sudah lama ia timbang-timbang. Entah darimana pembicaraan bermula, suami kemudian menanyakan pada saya “Jadi... kapan aku bisa sekolah lagi?”. Ah iya.. suami beberapa bulan lalu memang pernah menyampaikan keinginannya untuk study lanjut, dan waktu itu saya setuju-setuju saja. Begitu seriusnya sampai ia sudah mendapatkan surat izin belajar dari BKD. Pembicaraan itu berulang kembali, sepertinya suami juga sudah lebih serius. Saya sebenarnya mendukung sekali suami melanjutkan pendidikannya, tapi dalam pikiran perempuan hal tersebut bisa jadi sangat rumit. Banyak hal yang dipertimbangkan dan dikhawatirkan. Terlebih saya sekarang dalam kondisi tidak bekerja, semua penghasilan hanya dari suami. Akankah semuanya bisa berjalan lancar ketika mulai banyak urusan ditambah harus membayar kuliah setiap semester?. Saya sejenak terdiam, kemudian membalik pertanyaan pada suami. “Mas mantepnya kapan? Aku sih gapapa, insya Allah kuliahnya gampang,”. Bisa saya katakan demikian karena saya sudah lebih dulu selesai S2. Walau point kekhawatiran saya sebenarnya bukan karena hal tersebut. Saya yakin dengan kemampuan suami saya, namun yang saya khawatir adalah kondisi badan dan perjalanan tempuh setiap minggunya.


Mendengar pertanyaan saya, suami bertekad segera kuliah sebelum anak lahir dan mencapai usia dua tahun. Melihat semangatnya, saya jadi tak tega jika menumpas keinginannya. Tapi demi terwujudnya komunikasi yang baik dan tidak ada saling menutupi, akhirnya saya sampaikan juga kekhawatiran saya. Kekhawatiran berlebih itu hanya ditanggapi tersenyum oleh suami saya. “Insya Allah semuanya akan baik-baik saja. Aku akan tenang jika kau ikhlas”.

Di sini saya temukan point-nya, bahwa saya harus ikhlas dengan kegiatan-kegiatan suami yang positif. Perasaan yang melankolis kadang memang mengganggu saya, sehingga kekhawatiran berlebih kepada suami sering timbul. Padahal hal tersebut justru menjadikan suami tidak konsentrasi dalam kegiatannya. Pemilihan waktu yang tepat juga mendukung saya untuk menemukan point tersebut. Pembicaraan tersebut berlangsung dalam kondisi saya dan suami dalam pikiran yang tenang sehingga bisa berpikir jernih. Pembicaraan juga tidak sarat dengan emosi sehingga tidak ada pemaksaan kehendak satu sama lain. Pembicaraan ini bisa jadi berbeda apabila dilakukan setelah suami pulang atau pagi hari menjelang berangkat. Begitu pentingnya memilih waktu yang tepat untuk saling bicara dari hati ke hati.


#hari6
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Rumahku Madrasah Pertamaku"

Judul Buku : Rumahku Madrasah Pertamaku (Panduan Keluarga Muslim dalam Mendidik Anak) Penulis : Dr. Khalid Ahmad Syantut Penerbit : Maskana Media (Imprint Pustaka Rumah Main Anak) Cetakan : kedua, Januari 2019 Jumlah Halaman : 184 halaman Pertama kali melihat iklan masa PO buku ini, saya langsung tertarik untuk memesannya. Saya memang senantiasa tertarik pada buku parenting . Ketidaksempurnaan dalam diri saya membuat saya ingin terus memperbaiki supaya kelak saya bisa mendidik anak-anak sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul inginkan. Setelah menunggu selama kurang lebih dua minggu, akhirnya buku ini berada di pelukan saya. Desain dan layout buku yang menarik membuat saya ingin segera membacanya. Kemudian, saya bacalah buku ini, mengalahkan tumpukan buku lain yang belum sempat terbaca. "Rumahku Madrasah Pertamaku" begitulah judul buku ini. Sesuai dengan judulnya, buku ini mengingatkan saya kembali tentang betapa berpengaruhnya lingkungan rumah terhadap karakter a...

Review: Smart Hafiz Mempersiapkan Si Kecil Anti Smartphone

Akhir-akhir ini sering saya lihat anak-anak sudah susah terlepas dari gawai. Gawai yang mereka pakai biasanya jenis smartphone. Tak hanya anak-anak, balita bahkan batita juga sering saya lihat mulai menggunakan barang elektronik ini. Bagi saya, hal tersebut kurang mendidik. Anak-anak terutama balita seharusnya bermain untuk melatih kemampuan motorik mereka. Anak-anak yang lebih besar seharusnya bisa membangun interaksi dengan teman sebaya maupun orang di sekitarnya, bukan bersifat antisosial. Nah., latihan kemampuan motorik dan membangun kemampuan sosial ini yang tidak ditemukan dalam smartphone. Anak-anak cenderung pasif ketika menggunakan sartphone. Apalagi jika smartphone tersebut terhubung dengan internet. Anak usia 3 tahun pun bisa mengakses Youtube dan berselancar mencari video-video yang disukainya. Jika sudah terlanjur demikian, anak akan susah disapih dari benda bernama smartphone ini. Ketika kita ingin menyapih anak dari smartphone tantangannya lebih besar dibanding...

Pojok Bermain Lula

Bermain menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dari masa kanak-kanak termasuk usia bayi. Bermain dibutuhkan anak-anak sebagai sarana eksplorasi sekaligus sebagai sarana bermain peran. Melalui bermain, anak-anak bisa mengeksplorasi lingkungan sekitarnya. Ia bisa mengenal berbagai bentuk benda, warna, halus kasar, besar kecil, dan sebagainya. Ketika ia memainkan sesuatu, ia berarti melihat dan memegang lebih dekat apa yang anak tersebut mainkan. Demikian pula dengan bermain peran. Dalam kegiatan bermain, kadang anak berperan seolah-olah menjadi penjual, ibu, dokter, pembeli, guru, atau pekerjaan lainnya. Peran yang dimainkan anak-anak bisa membantu memperkaya kosa kata yang dimilikinya. Apakah terdapat hubungan antara bermain dan mendidik? Menurutku bermain erat kaitannya dengan mendidik terutama bagi anak-anak di usia balita. Ketika bermain, ia sekaligus dapat belajar banyak hal. Misalnya, dalam permainan kubus meraba untuk bayi usia 6 bulan. Ketika bermain kubus meraba, bayi dapa...