Langsung ke konten utama

Membangun Pondasi Komunikasi


Komunikasi menjadi hal penting dalam sebuah rumah tangga. Apalagi rumah tangga yang masih seumur jagung seperti saya. Sampai saat ini masih meraba-raba, trial and error mencari cara komunikasi produktif bersama suami. Pendidikan keluarga, kebiasaan, dan cara pandang yang berbeda membuat kami harus sama-sama adaptasi satu sama lain ketika hendak mengutarakan sesuatu.


Qodarullah, beberapa saat yang lalu suami diterpa masalah di lingkungan kerja. Ia berusaha memendam masalahnya dalam-dalam supaya saya tidak tahu. Mungkin maksudnya adalah menjaga perasaan saya supaya tidak kepikiran. Tapi bagaimanapun perempuan, perasaan setajam silet tentu mampu mendeteksi bahwa ada yang tak beres dengan suaminya. Nah., dalam hal ini bingung juga bagaimana mengawali komunikasi produktif supaya tidak terjadi masalah yang lebih besar. Kemudian saya ingat materi Bunda Sayang tentang Komunikasi Produktif berkaitan dengan FoR (Frame of Reference) dan FoE (Frame of Experience). Suami tentu memiliki FoR dan FoE-nya sendiri, maka sebelum saya wawancarai tentang masalahnya, saya memilih diam dulu. Ketika saya memaksakan wawancara dalam keadaan begini saya yakin suami tak akan suka. Baginya, masalah tidak akan dibagi pada orang yang tidak bisa membantu terselesaikannya masalah. Dalam hal ini berarti saya tidak punya kapasitas membantu, sehingga suami memendam masalahnya dari saya.
Demi menjaga kenyamanan komunikasi, saya menerapkan beberapa kiat Komunikasi Produktif berdasarkan materi Bunda Sayang 1, antara lain
  • Membiarkan suami menyendiri dengan masalahnya


Ketika ada di puncak masalah, pertanyaan-pertanyaan perempuan pada suaminya justru akan semakin menambah pusing si suami. Maka saya memilih diam dan membiarkannya menyendiri dengan caranya. Walaupun penasaran membuncah, saya coba tahan untuk tidak bertanya.
  • Memberikan semangat

Saya berusaha memberikan semangat dalam berbagai bentuk, secara verbal maupun genggaman tangan dan pelukan. Walaupun belum tahu permasalahannya, saya sangat percaya pelukan perempuan itu menenangkan. Semoga benar demikian.
  • Tidak menambah keluhan

Sejak awal menikah, saya berusaha tidak mengeluhkan hal sepele pada suami. Bagi saya keluhan hanya akan memperberat suami. Selama masih bisa saya kontrol sendiri, saya pendam atau curahkan dalam bentuk tulisan. Sejauh ini perasaan saya aman dengan cara tersebut.
  • Kontrol perasaan dan situasi

Ketika suami dalam masalah kondisi rumah jadi berubah-ubah, tak jarang suami membuat saya feeling blue. Biar bagaimanapun suami berusaha menyembunyikan, akhirnya ketahuan juga. Kebetulan setiap menerima telepon suami ketika di rumah, saya nguping di ruang sebelah dan pura-pura tidak tahu.
  • Dengarkan

Dari hasil nguping, saya jadi tahu garis besar permasalahannya. Maka saya cari timing waktu yang tepat untuk berbicara. Saya antusias mendengarkan dan tidak memotong pembicaraannya. Setelah selesai baru saya sampaikan beberapa masukan sederhana, yang sebenarnya suami sudah tahu. Hanya bentuk penguatan saja.

Cara-cara tersebut cukup berhasil untuk menjalani salah satu masalah komunikasi rumah tangga. Sepele sih., tapi setidaknya suasana rumah bisa kembali lagi seperti semula.

#hari1
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif

#kuliahbunsayiip

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Rumahku Madrasah Pertamaku"

Judul Buku : Rumahku Madrasah Pertamaku (Panduan Keluarga Muslim dalam Mendidik Anak) Penulis : Dr. Khalid Ahmad Syantut Penerbit : Maskana Media (Imprint Pustaka Rumah Main Anak) Cetakan : kedua, Januari 2019 Jumlah Halaman : 184 halaman Pertama kali melihat iklan masa PO buku ini, saya langsung tertarik untuk memesannya. Saya memang senantiasa tertarik pada buku parenting . Ketidaksempurnaan dalam diri saya membuat saya ingin terus memperbaiki supaya kelak saya bisa mendidik anak-anak sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul inginkan. Setelah menunggu selama kurang lebih dua minggu, akhirnya buku ini berada di pelukan saya. Desain dan layout buku yang menarik membuat saya ingin segera membacanya. Kemudian, saya bacalah buku ini, mengalahkan tumpukan buku lain yang belum sempat terbaca. "Rumahku Madrasah Pertamaku" begitulah judul buku ini. Sesuai dengan judulnya, buku ini mengingatkan saya kembali tentang betapa berpengaruhnya lingkungan rumah terhadap karakter a...

Review: Smart Hafiz Mempersiapkan Si Kecil Anti Smartphone

Akhir-akhir ini sering saya lihat anak-anak sudah susah terlepas dari gawai. Gawai yang mereka pakai biasanya jenis smartphone. Tak hanya anak-anak, balita bahkan batita juga sering saya lihat mulai menggunakan barang elektronik ini. Bagi saya, hal tersebut kurang mendidik. Anak-anak terutama balita seharusnya bermain untuk melatih kemampuan motorik mereka. Anak-anak yang lebih besar seharusnya bisa membangun interaksi dengan teman sebaya maupun orang di sekitarnya, bukan bersifat antisosial. Nah., latihan kemampuan motorik dan membangun kemampuan sosial ini yang tidak ditemukan dalam smartphone. Anak-anak cenderung pasif ketika menggunakan sartphone. Apalagi jika smartphone tersebut terhubung dengan internet. Anak usia 3 tahun pun bisa mengakses Youtube dan berselancar mencari video-video yang disukainya. Jika sudah terlanjur demikian, anak akan susah disapih dari benda bernama smartphone ini. Ketika kita ingin menyapih anak dari smartphone tantangannya lebih besar dibanding...

Pojok Bermain Lula

Bermain menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dari masa kanak-kanak termasuk usia bayi. Bermain dibutuhkan anak-anak sebagai sarana eksplorasi sekaligus sebagai sarana bermain peran. Melalui bermain, anak-anak bisa mengeksplorasi lingkungan sekitarnya. Ia bisa mengenal berbagai bentuk benda, warna, halus kasar, besar kecil, dan sebagainya. Ketika ia memainkan sesuatu, ia berarti melihat dan memegang lebih dekat apa yang anak tersebut mainkan. Demikian pula dengan bermain peran. Dalam kegiatan bermain, kadang anak berperan seolah-olah menjadi penjual, ibu, dokter, pembeli, guru, atau pekerjaan lainnya. Peran yang dimainkan anak-anak bisa membantu memperkaya kosa kata yang dimilikinya. Apakah terdapat hubungan antara bermain dan mendidik? Menurutku bermain erat kaitannya dengan mendidik terutama bagi anak-anak di usia balita. Ketika bermain, ia sekaligus dapat belajar banyak hal. Misalnya, dalam permainan kubus meraba untuk bayi usia 6 bulan. Ketika bermain kubus meraba, bayi dapa...