Langsung ke konten utama

Mungkin Ini yang Namanya Keterikatan Batin


Membangun komunikasi yang baik antara kita dengan pasangan memang membutuhkan waktu, tak terkecuali saya dan suami. Menyatukan ide dan pendapat dari dua kepala kadang tidak mudah, justru sering tidak berkesimpulan. Begitulah perjalanan membangun komunikasi, senantiasa diuji dan ada hambatannya. Walaupun demikian, saya tidak pantang menyerah mengatasi hal ini. Kepekaan batin harus terus diasah supaya perjalanan komunikasi produktif bisa mulus. Terkait dengan kepekaan batin, sering lho beberapa kali mengalami kejadian tak terduga. Begini salah satu ceritanya.

Kemarin adalah jadwal saya kontrol di Rumah Sakit. Pagi-pagi dijemput bapak dan diantar sampai Rumah Sakit, karena suami harus ngajar pagi-pagi. Di Rumah Sakit-pun saya tidak ditungguin bapak karena beliau juga buru-buru ada rapat. Jadilah saya sendiri mulai dari ngurus registrasi sampai nunggu berjam-jam di ruang tunggu. Walaupun berangkat sepagi apapun biasanya praktik dokter baru mulai paling awal jam 11.00, maka saya sudah persiapan membawa perbekalan sembari menunggu. Tidak peduli kondisi sekitar, begitu duduk langsung saya buka bekal saya dan ngemil-ngemil cantik di ruang tunggu. Saya sih santai aja, gak peduli karena perut memang gampang laper. Kalau gak segera diberi makanan bisa lemes. Saya menunggu dari jam 09.30 sampai 11.30, praktik dokter belum juga ada tanda-tanda mulai. Suami juga belum menyusul dan bekal sudah habis. Saya mulai gelisah akibat menunggu kedatangan suami dan perut yang mulai minta diisi lagi. Sambil terus celingak-celinguk, akhirnya suami datang menyusul. Agak sedikit lega, walaupun sebentar kemudian ditinggal shalat Zuhur. Saya belum sempat menyampaikan bahwa saya lapar sekali, tapi suami sudah terlanjur meninggalkan ruang tunggu. Ketika mau menghubungi via telpon, baru sadar kalau kartu saya dalam masa tenggang. Mau menghubungi melalui WA, suami sedang tidak memiliki paket internet. Ya sudah.. saya pasrah sembari berharap suami segera kembali.

Hampir satu jam menunggu dan tangan saya sudah mulai gemetar karena lapar. Kemudian muncullah suami membawa sebungkus kresek. Saya tanya isinya apa, ternyata belimbing dan roti. Sesuai dengan apa yang saya butuhkan dan inginkan. Mata saya berbinar-binar senang. Mungkin ini yang namanya keterikatan batin. Bisa saling paham walaupun salah satu atau keduanya gak ngomong. Atau mungkin ini yang namanya jodoh. Hehehe...



Hal tersebut bisa jadi karena saya benar dalam menerapkan kaidah 7-38-55 di mana bahasa tubuh saya mampu menyampaikan informasi pada suami saya. Bahasa tubuh mempengaruhi hasil komunikasi mencapai 55%. Ketika kita benar dalam membahasakan tubuh kita, informasi bisa disampaikan dengan akurat tanpa saling bicara. J

#hari2
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Rumahku Madrasah Pertamaku"

Judul Buku : Rumahku Madrasah Pertamaku (Panduan Keluarga Muslim dalam Mendidik Anak) Penulis : Dr. Khalid Ahmad Syantut Penerbit : Maskana Media (Imprint Pustaka Rumah Main Anak) Cetakan : kedua, Januari 2019 Jumlah Halaman : 184 halaman Pertama kali melihat iklan masa PO buku ini, saya langsung tertarik untuk memesannya. Saya memang senantiasa tertarik pada buku parenting . Ketidaksempurnaan dalam diri saya membuat saya ingin terus memperbaiki supaya kelak saya bisa mendidik anak-anak sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul inginkan. Setelah menunggu selama kurang lebih dua minggu, akhirnya buku ini berada di pelukan saya. Desain dan layout buku yang menarik membuat saya ingin segera membacanya. Kemudian, saya bacalah buku ini, mengalahkan tumpukan buku lain yang belum sempat terbaca. "Rumahku Madrasah Pertamaku" begitulah judul buku ini. Sesuai dengan judulnya, buku ini mengingatkan saya kembali tentang betapa berpengaruhnya lingkungan rumah terhadap karakter a...

Review: Smart Hafiz Mempersiapkan Si Kecil Anti Smartphone

Akhir-akhir ini sering saya lihat anak-anak sudah susah terlepas dari gawai. Gawai yang mereka pakai biasanya jenis smartphone. Tak hanya anak-anak, balita bahkan batita juga sering saya lihat mulai menggunakan barang elektronik ini. Bagi saya, hal tersebut kurang mendidik. Anak-anak terutama balita seharusnya bermain untuk melatih kemampuan motorik mereka. Anak-anak yang lebih besar seharusnya bisa membangun interaksi dengan teman sebaya maupun orang di sekitarnya, bukan bersifat antisosial. Nah., latihan kemampuan motorik dan membangun kemampuan sosial ini yang tidak ditemukan dalam smartphone. Anak-anak cenderung pasif ketika menggunakan sartphone. Apalagi jika smartphone tersebut terhubung dengan internet. Anak usia 3 tahun pun bisa mengakses Youtube dan berselancar mencari video-video yang disukainya. Jika sudah terlanjur demikian, anak akan susah disapih dari benda bernama smartphone ini. Ketika kita ingin menyapih anak dari smartphone tantangannya lebih besar dibanding...

Pojok Bermain Lula

Bermain menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dari masa kanak-kanak termasuk usia bayi. Bermain dibutuhkan anak-anak sebagai sarana eksplorasi sekaligus sebagai sarana bermain peran. Melalui bermain, anak-anak bisa mengeksplorasi lingkungan sekitarnya. Ia bisa mengenal berbagai bentuk benda, warna, halus kasar, besar kecil, dan sebagainya. Ketika ia memainkan sesuatu, ia berarti melihat dan memegang lebih dekat apa yang anak tersebut mainkan. Demikian pula dengan bermain peran. Dalam kegiatan bermain, kadang anak berperan seolah-olah menjadi penjual, ibu, dokter, pembeli, guru, atau pekerjaan lainnya. Peran yang dimainkan anak-anak bisa membantu memperkaya kosa kata yang dimilikinya. Apakah terdapat hubungan antara bermain dan mendidik? Menurutku bermain erat kaitannya dengan mendidik terutama bagi anak-anak di usia balita. Ketika bermain, ia sekaligus dapat belajar banyak hal. Misalnya, dalam permainan kubus meraba untuk bayi usia 6 bulan. Ketika bermain kubus meraba, bayi dapa...