Langsung ke konten utama

Asyiknya Belajar Bersama


Tidak terasa sudah 10 hari kami belajar bersama meningkatkan kecerdasan emosional. Perencanaan yang saya buat di awal tantangan ternyata bisa kami terapkan dengan baik, walaupun masih ada kendala dan kekurangan. Karena suami adalah orang yang tidak mau ribet, saya lah yang membuat rencana, melaksanakan, dan mengevaluasi. Suami lebih condong pada obyek belajar saya, padahal secara tidak sadar dia pun ikut belajar bersama saya.

Kami tidak menemukan masalah yang berarti selama menjalankan proyek keluarga ini. Di setiap kendala, saya bisa mengambil hikmah yang kemudian saya gunakan sebagai bahan refleksi untuk hari berikutnya. Dan.. ternyata ini efektif lho,.. J. Akhir-akhir ini kami menjadi lebih sering diskusi serius (mungkin karena keadaan mengharuskan kami mulai serius membahas sesuatu). Kalau dulu setiap diskusi hasilnya menggantung, sekarang setiap diskusi ada kesimpulannya. Kami belajar memutuskan sesuatu melalui pertimbangan dan kesimpulan tersebut. Kalau saya sih.. suka banget bisa diskusi serius dengan suami dan menghasilkan keputusan, karena saya tipe orang yang butuh kepastian. Hehe...

Kami mulai bisa mengolah perasaan masing-masing, sehingga tidak terlalu emosional. Setiap ada masalah kami pecahkan bersama-sama, kecuali masalah yang memang ingin dipecahkan sendiri oleh suami. Dari hasil pillow talk yang rutin, kami mulai menemukan beberapa visi yang sama terutama visi mendidik anak nantinya.

Memilih Mainan Edukatif
Walaupun si adek belum lahir, saya sudah sering mendiskusikan rencana yang akan kami terapkan pada anak. Salah satunya tentang mainan. Saya berusaha menyatukan visi dengan suami sebelum membuat keputusan sepihak. Sebelumnya kami telah sepakat tidak akan mengenalkan anak pada gadget sebelum waktunya. Dari dulu saya sudah pengen beli SH sebagai mainan edukatif anak, demi menghindari anak main gadget. Dulu masih maju mundur mau ikut arisannya, maklum lah awal menikah emosional masih labil. Karena sistemnya arisan, faktor keberuntunganlah yang menentukan kapan SH tersebut bisa di tangan. Saya memikirkan kemungkinan terburuk jika saya dapat arisan terakhir, berarti paling tidak saya harus menunggu 10 bulan untuk dapat SH. Semakin lama saya daftar arisan, semakin lama pula saya dapet SH.

Akhirnya saya minta pendapat suami. Tanpa saya jabarkan penjelasan produknya, suami langsung yes. Saya kembali menekankan bahwa harganya cukup mahal. Tetapi suami tidak masalah dan mendorong saya untuk daftar arisan. Walaupun suami sudah mendukung, saya masih aja maju mundur. Saya pikir kalau begini terus tidak akan ada ujungnya. Lagipula saya sedang belajar meningkatkan kecerdasan emosional, saya harus bisa membuat keputusan. Dan.. akhirnya deal saya memberanikan diri mendaftar arisan. Semoga Allah mencukupkan rezeki kami.. J

Nah.. dari beberapa pengalaman selama 10 hari ini, saya bisa membedakan tingkat kenyamanan berumah tangga setelah belajar meningkatkan kecerdasan emosional dan sebelumnya. Agaknya tepat ketika saya memilih kecerdasan emosional sebagai pondasi awal pembentukan peradaban di rumah kami. Bukankah suasana yang nyaman dalam rumah akan membentuk efek domino yang positif? J J
Tetap semangat belajar.....


#tantangan_hari_ke_10
#kelasbunsayiip3
#game_level_3

#kami_bisa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Rumahku Madrasah Pertamaku"

Judul Buku : Rumahku Madrasah Pertamaku (Panduan Keluarga Muslim dalam Mendidik Anak) Penulis : Dr. Khalid Ahmad Syantut Penerbit : Maskana Media (Imprint Pustaka Rumah Main Anak) Cetakan : kedua, Januari 2019 Jumlah Halaman : 184 halaman Pertama kali melihat iklan masa PO buku ini, saya langsung tertarik untuk memesannya. Saya memang senantiasa tertarik pada buku parenting . Ketidaksempurnaan dalam diri saya membuat saya ingin terus memperbaiki supaya kelak saya bisa mendidik anak-anak sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul inginkan. Setelah menunggu selama kurang lebih dua minggu, akhirnya buku ini berada di pelukan saya. Desain dan layout buku yang menarik membuat saya ingin segera membacanya. Kemudian, saya bacalah buku ini, mengalahkan tumpukan buku lain yang belum sempat terbaca. "Rumahku Madrasah Pertamaku" begitulah judul buku ini. Sesuai dengan judulnya, buku ini mengingatkan saya kembali tentang betapa berpengaruhnya lingkungan rumah terhadap karakter a...

Review: Smart Hafiz Mempersiapkan Si Kecil Anti Smartphone

Akhir-akhir ini sering saya lihat anak-anak sudah susah terlepas dari gawai. Gawai yang mereka pakai biasanya jenis smartphone. Tak hanya anak-anak, balita bahkan batita juga sering saya lihat mulai menggunakan barang elektronik ini. Bagi saya, hal tersebut kurang mendidik. Anak-anak terutama balita seharusnya bermain untuk melatih kemampuan motorik mereka. Anak-anak yang lebih besar seharusnya bisa membangun interaksi dengan teman sebaya maupun orang di sekitarnya, bukan bersifat antisosial. Nah., latihan kemampuan motorik dan membangun kemampuan sosial ini yang tidak ditemukan dalam smartphone. Anak-anak cenderung pasif ketika menggunakan sartphone. Apalagi jika smartphone tersebut terhubung dengan internet. Anak usia 3 tahun pun bisa mengakses Youtube dan berselancar mencari video-video yang disukainya. Jika sudah terlanjur demikian, anak akan susah disapih dari benda bernama smartphone ini. Ketika kita ingin menyapih anak dari smartphone tantangannya lebih besar dibanding...

Pojok Bermain Lula

Bermain menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dari masa kanak-kanak termasuk usia bayi. Bermain dibutuhkan anak-anak sebagai sarana eksplorasi sekaligus sebagai sarana bermain peran. Melalui bermain, anak-anak bisa mengeksplorasi lingkungan sekitarnya. Ia bisa mengenal berbagai bentuk benda, warna, halus kasar, besar kecil, dan sebagainya. Ketika ia memainkan sesuatu, ia berarti melihat dan memegang lebih dekat apa yang anak tersebut mainkan. Demikian pula dengan bermain peran. Dalam kegiatan bermain, kadang anak berperan seolah-olah menjadi penjual, ibu, dokter, pembeli, guru, atau pekerjaan lainnya. Peran yang dimainkan anak-anak bisa membantu memperkaya kosa kata yang dimilikinya. Apakah terdapat hubungan antara bermain dan mendidik? Menurutku bermain erat kaitannya dengan mendidik terutama bagi anak-anak di usia balita. Ketika bermain, ia sekaligus dapat belajar banyak hal. Misalnya, dalam permainan kubus meraba untuk bayi usia 6 bulan. Ketika bermain kubus meraba, bayi dapa...