Langsung ke konten utama

Mensinergikan Antara Jari Tangan dan Pikiran

Setelah sekian lama tidak nulis di blog. Hari ini jari-jari tanganku memaksa untuk menari di atas keyboard. Hari ini sedang frustasi., ya bisa dibilang sedikit frustasi. Sedikit aja tapii…… -_-
Kadang keinginan menulis itu menggelegak-gelegak dan harus segera ditumpahkan mumpung masih panas. Tapi kadang miris juga karena miskin inspirasi. Menulis sebenarnya hanya sekedar hobi. Hobi yang aku sukai seiring dengan hobi membaca yang memang sudah aku jalani sejak kecil. Dan setiap tulisan tentu akan berbeda hasilnya tergantung si penulis itu sendiri. Contohnya aja aku. Aku tidak bisa menulis dengan nada-nada humoris dan nyleneh ala Raditya Dika. Tidaaaaak.., aku tidak bisa merangkai kata selucu itu. Atau nada-nada sastra seperti penulis novel Andrea Hirata. Maaf,.sejujurnya aku sangat jarang membaca sastra.. J
Tulisanku lebih ke tulisan semi formal dan justru lebih sering curhat., hmmmmmm..

Kesukaanku pada menulis sudah mulai timbul sejak kelas V SD. Ketika bapak membeli komputer baru yang belum semua orang punya di zaman itu. Bukan main senangnya aku. Pertama kali hanya aku pandangi dan tak berani menyentuhnya. Sampai suatu hari bapak memperbolehkan aku belajar Microsoft Word (waktu itu aku sangat bangga) dan aku mulai bercerita di dalamnya. Seperti anak-anak SD yang lain, yang lebih menyukai cerita binatang. Aku pun demikian. Bercerita dengan tokoh-tokoh binatang dengan setting hutan yang subur. Beranjak memasuki usia remaja aku masih menulis. Kali ini dengan tema remaja. Kemudian cerpen-cerpen itu aku print dan aku bagikan kepada teman-temanku. Responnya positif dan banyak yang suka waktu itu. (Padahal kalau sekarang aku baca cerpennya jelek banget. Asli.., Lebay dan gak mutu… :D, Tapi begitulah perkembangan.. )

Sejak itu jarang menulis. Dan keinginan menulis timbul kembali setelah aku kuliah. Kadang inspirasi muncul tiba-tiba dan harus segera ku tumpahkan. Memaksa otak supaya dia mau terus berpikir, tulisan apalagi yang bisa aku buat?. Karya apalagi yang bisa aku dapatkan? Dan maukah aku melakukannya?
Kalimat terakhir itu yang kadang berat. Terlalu merasa nyaman pada zona aman membuat kreativitas pelan-pelan menurun dan hal itu benar-benar menyebalkan. Tergiur pada kenyamanan memang masih sering merasuki pikiran tapi sifat iri akan orang yang sukses dan berilmu lebih menyakitkan pikiran lagi. Aku memiliki penyakit ambisi yang cukup tinggi dan itu kadang menyiksa batin ketika sebuah ambisi tidak menghasilkan hasil yang diharapkan.
Setelah itu aku akan menangis dan tentu saja memulai usaha dari nol..!!. Menyebalkan bukan?

Kali ini aku berharap otakku selalu mau diajak berpikir. Mensinergikan jemari tanganku dan pikiranku supaya aku menghasilkan karya. Sehingga di balik ambisiku, aku bukan sebuah tong kosong belaka. Berkarya lewat menulis. Berkarya lewat menulis.,

Selamat Menuliss… J

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Rumahku Madrasah Pertamaku"

Judul Buku : Rumahku Madrasah Pertamaku (Panduan Keluarga Muslim dalam Mendidik Anak) Penulis : Dr. Khalid Ahmad Syantut Penerbit : Maskana Media (Imprint Pustaka Rumah Main Anak) Cetakan : kedua, Januari 2019 Jumlah Halaman : 184 halaman Pertama kali melihat iklan masa PO buku ini, saya langsung tertarik untuk memesannya. Saya memang senantiasa tertarik pada buku parenting . Ketidaksempurnaan dalam diri saya membuat saya ingin terus memperbaiki supaya kelak saya bisa mendidik anak-anak sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul inginkan. Setelah menunggu selama kurang lebih dua minggu, akhirnya buku ini berada di pelukan saya. Desain dan layout buku yang menarik membuat saya ingin segera membacanya. Kemudian, saya bacalah buku ini, mengalahkan tumpukan buku lain yang belum sempat terbaca. "Rumahku Madrasah Pertamaku" begitulah judul buku ini. Sesuai dengan judulnya, buku ini mengingatkan saya kembali tentang betapa berpengaruhnya lingkungan rumah terhadap karakter a...

Review: Smart Hafiz Mempersiapkan Si Kecil Anti Smartphone

Akhir-akhir ini sering saya lihat anak-anak sudah susah terlepas dari gawai. Gawai yang mereka pakai biasanya jenis smartphone. Tak hanya anak-anak, balita bahkan batita juga sering saya lihat mulai menggunakan barang elektronik ini. Bagi saya, hal tersebut kurang mendidik. Anak-anak terutama balita seharusnya bermain untuk melatih kemampuan motorik mereka. Anak-anak yang lebih besar seharusnya bisa membangun interaksi dengan teman sebaya maupun orang di sekitarnya, bukan bersifat antisosial. Nah., latihan kemampuan motorik dan membangun kemampuan sosial ini yang tidak ditemukan dalam smartphone. Anak-anak cenderung pasif ketika menggunakan sartphone. Apalagi jika smartphone tersebut terhubung dengan internet. Anak usia 3 tahun pun bisa mengakses Youtube dan berselancar mencari video-video yang disukainya. Jika sudah terlanjur demikian, anak akan susah disapih dari benda bernama smartphone ini. Ketika kita ingin menyapih anak dari smartphone tantangannya lebih besar dibanding...

Pojok Bermain Lula

Bermain menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dari masa kanak-kanak termasuk usia bayi. Bermain dibutuhkan anak-anak sebagai sarana eksplorasi sekaligus sebagai sarana bermain peran. Melalui bermain, anak-anak bisa mengeksplorasi lingkungan sekitarnya. Ia bisa mengenal berbagai bentuk benda, warna, halus kasar, besar kecil, dan sebagainya. Ketika ia memainkan sesuatu, ia berarti melihat dan memegang lebih dekat apa yang anak tersebut mainkan. Demikian pula dengan bermain peran. Dalam kegiatan bermain, kadang anak berperan seolah-olah menjadi penjual, ibu, dokter, pembeli, guru, atau pekerjaan lainnya. Peran yang dimainkan anak-anak bisa membantu memperkaya kosa kata yang dimilikinya. Apakah terdapat hubungan antara bermain dan mendidik? Menurutku bermain erat kaitannya dengan mendidik terutama bagi anak-anak di usia balita. Ketika bermain, ia sekaligus dapat belajar banyak hal. Misalnya, dalam permainan kubus meraba untuk bayi usia 6 bulan. Ketika bermain kubus meraba, bayi dapa...